PEMILIK perusahaan logam di Sepanjang (10 km dari Surabaya)
seakan lupa daratan begitu mendapat kredit Rp 100 juta. Ia
bukannya membenahi perusahaan. Birahinya yang bukan bisnis
menggila. Dia beli mobil baru dan kawin lagi.
Hebatnya, orang kaya baru ini menggadaikan pula mesin-mesin
pabrik kepada seorang Cina untuk membiayai hidupnya yang bergaya
itu. Begitu lembaga keuangan yang meminjamkan kredit mengetahui
gelagat si debitur, perusahaan tadi lantas diambilalih.
Dicarikan beberapa pesanan sehingga mesin-mesin yang tergadai
bisa kembali. "Sampai beginilah kerja kami. Harus bisa jadi ibu,
jadi polisi, guru dan istri," kata Soeroto Gondhokoesoemo,
Direktur PT Bina Wiraswasta Konsultan (BWK) di Surabaya.
Perusahaan konsultan tersebut dibentuk PT UPPINDO (75% saham
milik Bank Indonesia sisanya bank Belanda) untuk mengawasi
jalannya kredit yang sudah dia berikan. Debitur UPPINDO bukan
kaliber pengusaha candak-kulak atau KIK, tapi perusahaan yang
memerlukan kredit Rp 25 juta sampai Rp 500 juta. Supaya
jalannya perusahaan yang mendapat kredit tidak kacau balau, BWK
tadi memberikan jasa konsultasi.
Bermacam cara pemerintah untuk menjaga jangan sampai kredit yang
diberikan kepada pengusaha kecil dan menengah tak kembali. Yang
lebih ketat kelihatannya dilakukan PT Bahana Pembinaan Usaha
Indonesia yang didirikan Departemen Keuangan tahun 1973 dengan
modal Rp 2,5 milyar. Nasabah yang rata-rata bisa mendapatkan
kredit Rp 100 juta diikat dengan persetujuan bahwa Bahana akan
memegang saham 25% dalam perusahaan yang menerima kredit.
"Dengan begitu Bahana ikut bertanggung jawab dalam mengelola
perusahaan," ujar Zoelazhar, manajer pengembangan bisnis PT
Bahana. Turut sertanya Bahana dalam pemilikan modal si penerima
kredit dianggap orang sebagai sikap induk semang yang "bawel".
Yang mau tahu isi perut perusahaan yang menerima kredit.
Bentuk kerjasama dengan cara ini rupanya belum begitu populer
di kalangan pengusaha. Seperti diceritakan Zoelazhar Iskandar
"para pengusaha kurang senang kalau ada campur tangan orang luar
dalam perusahaan mereka." Itulah makanya nasabah PT Bahana tidak
datang membahana. Tujuh tahun usia lembaga keuangan ini hanya 30
perusahaan yang mereka bina.
Ada yang mengatakan kerjasama "setengah paksa" ini sudah
merupakan sebagian keberhasilan bagi debitur. Paling tidak
kalaupun tak maju, 25% dari kerugian ditanggung Bahana. Menurut
orang PT Bahana, perusahaan pendinginan udang di Medan, PT Amal
Wahana, peternakan ayam PT Rando Agung di Malang dan PT
Mahamotin di Tegal, tcrmasuk yang beruntung.
"Sekarang saya agak tenang. Tak ruwet lagi," ujar H. Nurdin,
Dir-ut PT Mahamotin. Dulu ketika perusahaannya baru merupakan
bengkel berkapasitas kecil dia sudah kewalahan mengurusnya. Tapi
sekarang setelah mendapat kredit dari Bahana, dia malahan mampu
mengendalikannya. "Karena kalau mendapat kesulitan saya bisa
minta bantuan Bahana. Tidak saja dalam soal manajemen. Tapi juga
soal-soal teknis, seperti mencari langganan baru," cerita H.
Nurdin.
Dari bengkel kecil, Mahamotin sekarang sudah sanggup melayani
pesanan, seperti pembuatan badan mobil dan skuter. Tak heran
Nurdin yakin dalam 3 tahun mendatang dia sudah sanggup membeli
saham PT Bahana yang sekarang lengket di perusahaannya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini