IKLAN ternyata tak hanya menjual, tapi juga bisa menggelitik atau meneror.Itu terlihat dalam tayangan Festival Iklan Televisi Sedunia, yang untukpertama kali digelar di Jakarta Hilton Convention Center, pekan lalu.Ratusan iklan dari 54 negara telah dikemas secara apik oleh Jean-MarieBoursicot -- kolektor film iklan -- dengan masa putar 6 jam. Berkat editingyang halus, yang tampak bukan cuma aneka produk, tapi juga tayangan yangmengasyikkan.Lewat koleksi iklan Boursicot, orang diajak "keluar" dari batas-batastradisi dan budayanya. Lihat saja iklan kondom buatan Spanyol, yangmenampilkan seorang kepala sekolah menemukan kondom di baju olahraga muridnya.Ketika ditanya siapa yang membawa dan memakai kondom itu, hampir semua murid-- bertampang lugu -- berdiri dan mengaku.Memang, untuk menarik perhatian penonton, pembuat iklan cenderungmelebih-lebihkan. Contohnya iklan EMS -- jasa pengiriman barang -- buatan AS.Sopir-sopir truk EMS digambarkan sangat mengutamakan kecepatan pelayanan,sehingga dijamin tak bakal berhenti meskipun "dicegat" oleh perempuan seksiatau orang yang nyaris tenggelam di danau. Ternyata, sifat asosial si sopirtak jadi masalah sama sekali.Bahkan ada visualisasi iklan yang menjurus ke pornografi, seperti iklanminyak wangi Relax. Iklan ini selama 10 detik menggambarkan adegan erotisantara pria dan wanita yang ditampilkan tanpa busana. Bila gunting sensorbicara, mungkin yang tersisa hanya merek produknya.Tapi, selain iklan "panas", ada juga iklan "pedas". Beberapa iklan telahmenimbulkan rasa bersalah, ngeri, dan jijik, seperti tampak dalam iklan dariAmnesty International. Di situ, hutan Amazone yang diacak-acak oleh industrikayu digambarkan lewat adegan penggundulan rambut -- secara kasar -- terhadapseorang bocah Amazone.Hal yang sama tampak pada iklan anti-kekerasan. Tanpa darah dan senjata,kengerian sudah tergambar pada adegan orang yang dengan geram mencabik-cabikselembar foto, kemudian menyilet, menyundut dengan rokok, dan merendamnya kedalam bak penuh air. Atau iklan vegetarian dari India, yang menggambarkanbiri-biri bersimbah darah dan sekarat.Menurut Boursicot, iklan yang baik harus bisa menyampaikan pesan danidentitas produk secara kuat. Itu bisa dibangun bersama-sama lewat ide cerita,visualisasi gambar, atau jingle yang menarik. Ia lalu menyebut iklan Indomie."Dari visualisasi dan ceritanya, kita bisa melihat identitas Indonesia secarajelas. Dan jingle-nya, saya suka sekali," kata Boursicot spontan.Karena sasaran iklan adalah citra produk, penyampaian pesan iklan seringmenggunakan konsep analogi. Iklan koleksi Boursicot banyak yang tak langsungbicara tentang produknya, sehingga penonton menerka-nerka produk apasebenarnya yang ditawarkan si pembuat iklan. Di dunia periklanan, konsep inidisebut soft-sell.Namun, pembuat iklan tak selalu berhasil menerjemahkan konsep soft-sell dalamgambar. Kadang analogi yang digunakan juga tidak pas. Misalnya, iklan mobil ASmenganalogikan mobil itu sebagai "supermodel baru", hingga membuat cemburupara supermodel seperti Cindy Crawford, Christy Turlington, dan NaomiCampbell. Tak jelas, apakah iklan yang biayanya jutaan dolar ini mampumendongkrak penjualan mobil tersebut.Menurut Djoni Pranantyo, direktur kreatif biro iklan Perwanal, sebuah iklansering bisa memikat penonton tapi belum tentu bisa menaikkan omzet.Disebutkannya iklan Supertin, yang dinilai orisinal dan berhasil memopulerkanceletukan "Lo, kok loyo". Penonton TV yang tergoda untuk membeli Supertinmungkin saja kemudian mencoba produk lain. "Tapi orang tetap senang melihatiklan Supertin," kata Djoni.Untuk membuat iklan yang kreatif, menurut copy writer Djokolelono, ada banyakcara. Iklan yang sifatnya hard-sell, langsung menjual produk, juga bisamenarik. Narasi iklan Baygon listrik, misalnya, terasa menggelitik karena kata"Baygon" diucapkan secara berbisik.Analogi yang sukses juga dilakukan oleh pembuat iklan rokok A-mild.Sebelumnya, iklan ini diprotes karena memuat tabel kandungan nikotinrokok-rokok lain. Kini, iklan rokok A-mild menampilkan animasi logo yang mahirberdansa limbo, dan bertanya, "How low can you go?"Namun, para perancang iklan yang menonton pertunjukan Boursicot tampaknyaenggan membanding-bandingkan iklan koleksi Boursicot dengan iklan Indonesia."Iklan televisi kita kan baru seumur jagung," kata Mitu, seorang copywriter, agak defensif. Ditambahkannya, masyarakat belum siap menerima iklandengan ide-ide yang mengejutkan. Iklannya yang menampilkan orang yang menelanapi untuk menjual permen penyegar mulut, kontan, diprotes oleh para ibu.Mereka khawatir, anak-anaknya akan meniru perbuatan itu.Indra Abidin, pemimpin biro iklan Fortune, mengingatkan, di sini pedomanuntuk membuat iklan sudah cukup jelas, yaitu batasan SARA dan kepekaanterhadap budaya masyarakat. Namun, ia juga melihat, batasan ini sering tidakkonsisten. Masih ada iklan obat yang "seketika manjur", misalnya. Nunik Iswardhani dan Bina Bektiati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini