Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengklaim industri tekstil Indonesia masih baik-baik saja. Padahal sebelumnya ramai diberitakan lesunya sektor ini khususnya setelah perusahaan tekstil raksasa, PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex dinyatakan pailit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Airlangga mengatakan sektor tekstil dalam negeri masih bertumbuh selama masyarakat menganggap pakaian dan alas kaki sebagai bagian dari gaya hidup. “Sektor industri itu tidak ada yang namanya sunset. Selama manusia berpakaian, apalagi menggunakan sepatu. Dulu merupakan kebutuhan, sekarang sudah menjadi lifestyle.” kata dia saat konferensi pers ‘Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal III 2024’ di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Selasa, 5 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bekas pemimpin partai Golkar itu menyatakan ada 15 perusahaan asal Cina yang sedang mencari lokasi pabrik di Indonesia. Belasan perusahaan itu lagi menjajaki investasi di Indonesia dan Vietnam.
Namun ada syarat yang diminta para investor, yakni produksi pabrik wajib menggunakan energi hijau. Musababnya permintaan pasar dunia saat ini tidak hanya melihat produk akhir, tapi juga proses produksi. “Jadi mereka ingin sepatu yang dipakai, listrik untuk memproduksinya, itu dari renewable energy. Global demand sekarang seperti itu,” ujarnya.
Pemerintah yakin, pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK) dapat mengakomodasi permintaan para investor. Ia mengatakan potensi industri tekstil di KEK cukup besar, seperti di Kendal dan Kawasan Industri Batang. Airlangga menambahkan, ada perusahaan Cina yang baru akan menjalin kerja sama di kawasan ekonomi. Menurut dia, rencana ini lebih memperkuat rantai pasok industri tekstil lokal.
Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan investasi baru yang masuk ke KEK cukup besar. Potensi tekstil dalam negeri dianggap masih tinggi, walau beberapa perusahaan seperti Sritex yang bermasalah. Susi mengatakan, permasalahan perusahaan legendaris itu sudah terjadi sejak 2019 karena turunnya permintaan global. Akibatnya terganjal masalah kredit dan pembiayaan. Namun ia optimistis industri tekstil lokal lainnya bisa tetap tumbuh.
Pilihan Editor: Gibran Ajak Keluarga Bermalam Minggu di Koridor Jalan Gatot Subroto Solo, Bagikan Amplop ke Pedagang