Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menuju angka 100

Kurs yen terhadap dolar kembali meningkat. dampaknya? beban cicilan utang indonesia akan bertambah. harga minyak diduga semakin jatuh.

28 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJATUHAN dolar Amerika mencapai titik terendahnya (1 dolar sama dengan 100,40 yen) Selasa pekan silam. Adapun intervensi Bank of Japan (BOJ), yang berusaha memborong dolar, tak banyak membawa hasil. Di mata para spekulan, dolar Amerika seperti tak ada harganya lagi. Sementara itu panik dan rasa cemas menjalar dengan cepat di kalangan orang asing di Tokyo, yang penghasilannya diterima dalam dolar. Teriakan, ''Crazy atau incredible,'' sesekali keluar dari mulut turis asing yang menukarkan uangnya di bank. Untuk tiket pesawat Tokyo - Los Angeles, misalnya, mereka harus mengeluarkan 224.500 yen. Padahal di Amerika, dengan kurs US$ 1 sama dengan 100 yen, harganya 133.000 yen. Para pengamat menilai, bila pemerintah Jepang tak segera memotong suku bunga demestik dan mengurangi ekspor ke Amerika, intervensi BOJ sangat tidak memadai untuk bisa menyangga nilai dolar. Malah diperkirakan, nilai tukar si hijau bisa jatuh sampai 90 atau 95 yen. Hilangnya kepercayaan orang terhadap dolar adalah satu gejala dengan dua sisi. Sisi yang satu berkaitan dengan penampilan ekonomi Amerika yang semakin buruk karena defisit yang terus membengkak. Defisit perdagangan ini naik 44% menjadi US$ 12,06 miliar untuk Juni 1993. Itulah angka kedua tertinggi sesudah defisit Oktober 1987 yang sebesar US$ 14,12 miliar. Di sisi lain, surplus perdagangan Jepang selama semester pertama tahun 1993 mencatat kenaikan 19,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Nilai surplus itu adalah US$ 67,51 miliar. Dalam upaya agar perdagangan AS - Jepang bisa lebih seimbang, negeri sakura itu diimbau untuk membuka pintunya bagi barang- barang Amerika dan negara lain. Bukan tak ada inisiatif Jepang ke sana, namun kabarnya, orang Jepang tak mudah digoda untuk membeli barang impor. Lalu Menteri Keuangan Amerika Llyod Bentsen, Februari silam, angkat suara. Ia menegaskan, nilai yen yang kuat akan berdampak pada berkurangnya surplus perdagangan Jepang. Sejak sesumbar Bentsen itu, yen terus menguat hingga hampir 15% terhadap dolar (lihat tabel). Sering juga disebut yendaka, menguatnya yen akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian Indonesia. Dolar yang merosot akan mengurangi pendapatan devisa Indonesia. Paling terpukul adalah hasil bumi seperti karet, kopi, teh, dan kelapa sawit yang dijual dalam dolar. Yendaka juga akan menggoyahkan produsen barang buatan Jepang. Para perakit mobil Jepang, yang masih mengimpor komponen dengan L/C mata uang yen, jelas akan mengeluarkan rupiah lebih banyak untuk melunasi utangnya. Dan para konsumen di Indonesia sekarang harus merogoh sakunya lebih dalam untuk mendapatkan barang Jepang. Harga sedan Great Corolla bulan depan akan naik 5% menjadi Rp 73,5 juta. Menurut Adirizal Ramli, direktur teknik PT Toyota Astra Motor, penyesuaian itu harus dilakukan agar perusahaan tidak merugi. ''Terakhir penyesuaian dilakukan Mei lalu, ketika kurs dolar masih 110 yen. Sekarang kan sudah 102 yen,'' kata Adirizal. PT Imora Motor, agen sedan merek Honda, juga akan menaikkan harga mulai dari 5% hingga 10%. Namun manajer umum Imora, Ang Kang Hoo, menyatakan, kenaikan harga akan dilakukan secara hati-hati. ''Industri otomotif kita sedang ''muntaber''. Kenaikan yen ini membuat industri otomotif tambah sulit,'' ujar Kang Hoo. Yendaka akan sangat merepotkan, terutama karena akan menambah berat beban pembayaran utang luar negeri, sementara itu ekspor minyak sebagai salah satu sumber devisa juga tak terlalu bisa diandalkan, mengingat harga emas hitam itu kini mulai goyah. Bila minyak yang sebagian besar dijual ke Jepang itu diperhitungkan dengan kenaikan nilai tukar yen terhadap dolar sebesar 15%, maka penerimaan negara sebenarnya turun US$ 0,12 per barel lebih. Bicara tentang pembayaran cicilan dan bunga utang, sebegitu jauh memang belum jelas kenaikannya dari yang dianggarkan Rp 15,6 triliun lebih. Bila, katakanlah, 43% dari cicilan itu dalam yen, maka tanpa memperhitungkan fasilitas swap dengan yendaka cicilan utang akan menggelembung sekitar Rp 930 miliar. Sekalipun demikian, Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad menyatakan, pemerintah belum merasa perlu untuk melakukan penjadwalan utang. ''Ini kan bukan hal baru. Tahun lalu juga terjadi kenaikan yen demikian,'' kata Mar'ie. Ia mungkin betul. Indonesia sampai saat ini mempunyai cadangan devisa US$ 12 miliar atau sekitar Rp 24 triliun, yang cukup untuk menutup kenaikan cicilan itu. Tapi sebaiknya diingat juga, apreasiasi yen yang berkepanjangan pada akhirnya akan menggerogoti devisa. Dan buntutnya, isu devaluasi bisa saja muncul kembali. ''Sebaiknya cadangan devisa kita juga diimbangi dengan memegang yen,'' kata pengamat ekonomi, Marie Pangestu. Namun demikian, menurut seorang pejabat di Departemen Keuangan, langkah untuk mendevaluasi rupiah malah akan merugikan Indonesia. ''Jadi, tidak mungkin terjadi devaluasi. Soalnya, pertumbuhan ekspor masih lebih besar daripada utang,'' katanya pula. Kendati masih terlalu dini untuk mera-malkan dampak yendaka, toh orang harap-harap cemas tentang apa yang akan dilakukan Jepang. Diperkirakan karena yen terlalu mahal, industri Jepang akan terpaksa memindahkan pabriknya ke luar negeri. Walaupun belum terlalu pasti, sudah ada inisiatif ke arah sana. Canon, misalnya, akan meningkatkan pemakaian komponen lokal dari 50% ke 85% di pabriknya di Malaysia dan RRC. Hal yang sama mungkin saja terjadi pada pengusaha perakit barang-barang Jepang di Indonesia. Bambang Aji, Bina Bektiati dan Seiichi Okawa (Jepang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus