Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menunggangi Anomali Bunga

15 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JANET Yellen meniupkan angin segar bagi rupiah. Saat berbicara di depan Kongres Amerika Serikat, Rabu pekan lalu, Ketua The Federal Reserve itu memberi sinyal suku bunga The Fed belum akan naik dalam tempo dekat. Investor yang punya aset dalam rupiah pun lega.

Walhasil, ada dua hal yang kini membuat rupiah cenderung menguat. Selain bunga The Fed, murahnya harga minyak membantu rupiah. Sebab, kebutuhan dolar untuk membayar impor minyak dan bahan bakar minyak menurun sangat tajam dibanding tahun lalu. Pada 11 Februari 2016, Bank Indonesia menjual satu dolar Amerika hanya seharga Rp 13.436--jauh lebih murah ketimbang harga pada awal bulan yang tercatat Rp 13.767.

Alangkah indahnya jika otoritas moneter dan pemerintah segera menunggangi momentum positif ini dengan menurunkan suku bunga. BI dapat menurunkan lagi suku bunga acuan, setelah memangkasnya 0,25 persen pada Januari lalu. BI Rate yang lebih rendah akan mendorong penurunan bunga kredit, sehingga ekonomi lebih terangsang.

Sedangkan pemerintah sebaiknya segera memperbaiki manajemen fiskal agar bunga utangnya juga turun. Sama dengan ihwal BI Rate, turunnya bunga utang pemerintah pasti menyeret jatuh berbagai bunga sehingga menggairahkan ekonomi.

Per 10 Februari 2016, yield atau imbal hasil obligasi negara bertenor 10 tahun tercatat 8 persen. Sederhananya yield itu mencerminkan persepsi investor mengenai seberapa bonafide pemerintah Republik Indonesia dalam berutang. Semakin tak bonafide, investor meminta yield semakin tinggi. Sebagai perbandingan, per Februari 2012, yield obligasi RI bertenor 10 tahun hanya 4,99 persen. Dus, selama empat tahun terakhir, apa pun sebabnya, pemerintah Indonesia semakin kurang bonafide di mata investor.

Salah satu cara memperbaikinya adalah menyusun anggaran yang lebih realistis. Jika mematok target pendapatan yang tak masuk akal, seperti pada anggaran 2016, pemerintah seolah-olah setara dengan perusahaan kelas kambing yang laporan keuangannya tak pantas dipercaya. Tanpa ada perubahan mendasar di sini, wajar jika yield surat utang pemerintah sulit turun secara signifikan.

Saat ini sebetulnya ada momentum untuk penurunan yield itu. Sejak awal tahun, yield obligasi negara 10 tahun sudah terpangkas 74,2 basis point atau 0,74 persen karena rupiah cenderung menguat--buah dua faktor tadi--di tengah karut-marut pasar global.

Sayangnya, semangat pemerintah untuk punya anggaran besar dan terus menarik utang masih menggebu. Pemerintah pun tak segan memberi imbalan menggiurkan agar surat utangnya laku. Pekan ini, misalnya, pemerintah mulai menawarkan sukuk retail seri 008. Imbal hasilnya? "Perkiraannya antara 8,5 persen dan 9 persen," tutur seorang pialang. Bayangkan, pemerintah bersedia membayar hampir dua kali lipat lebih besar ketimbang bunga obligasi di Bank BCA yang hanya berkisar 5 persen.

Apakah BCA lebih bonafide daripada pemerintah RI? Jelas tidak. Inilah anomali yang entah bagaimana terus saja berlangsung tanpa koreksi. Investasi di pemerintah yang jauh lebih kecil risikonya justru memberi imbalan jauh lebih besar. Lalu bagaimana bisa pemerintah meminta perbankan menurunkan bunga jika dirinya sendiri malah mematok tinggi imbalan surat utangnya?

Sayangnya lagi, pasar itu kejam dan tak peduli nilai baik-buruk. Ukurannya cuma profit. Bagi investor cerdas, anomali yang merisaukan ini justru merupakan peluang. Jika benar perkiraan pialang tadi, imbalan 9 persen per tahun untuk investasi yang relatif bebas risiko sungguh menggiurkan. l

Yopie Hidayat (Kontributor Tempo)


KURS

Rp per US$
Pekan sebelumnya 13.622
13.369 Penutupan 11 Februari 2016

IHSG
Pekan sebelumnya 4.665
4.775 Penutupan 11 Februari 2016

INFLASI
Bulan sebelumnya 3,35%
4,14% Januari 2015 YoY

BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,25%

CADANGAN DEVISA

31 Desember 2015 US$ 105,93 miliar
US$ miliar 102,134 29 Januari 2016

Pertumbuhan PDB
2015 4,73%
5,3% Target 2015

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus