Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA pucuk surat diterima beruntun oleh Bank Mandiri, Senin dan Selasa pekan lalu. Isinya pahit: Putera Sampoerna menolak melanjutkan negosiasi transaksi pembelian saham dan utang PT Kiani Kertas.
Direksi Mandiri sebetulnya sempat meminta Putera kembali mempertimbangkan keputusannya pada 16 Januari lalu itu. Namun sang taipan rupanya kadung patah arang. Lewat surat yang dikirimkan esok harinya, Putera menyatakan, ”Transaksi tidak dapat dilanjutkan lagi,” kata dua direktur Mandiri, Abdul Rachman dan Omar S. Anwar, dalam suratnya ke Bursa Efek Jakarta, Rabu pekan lalu.
Buat Mandiri, keputusan Putera jelas pukulan berat. Sebab, konsekuensinya, penyelesaian tagihan piutang macet Bank Mandiri senilai hampir Rp 2 triliun di perusahaan kertas eks milik Mohammad ”Bob” Hasan itu pun terancam kembali terkatung-katung.
Padahal, menurut ketentuan bank sentral, tagihan macet yang dibelinya dari BPPN pada Agustus 2002 itu harus sudah diselesaikannya tahun depan. Pada akhir tahun itu pula, bank terbesar milik pemerintah ini sudah harus bisa menurunkan rasio kredit seret (non-performing loan) netonya—yang per akhir September lalu masih 23,4 persen atau sekitar Rp 25 triliun—menjadi tinggal 5 persen.
Ihwal mutung-nya Putera, Abdul Rachman menjelaskan, berawal dari adanya keberatan Mandiri atas konsep perjanjian jual-beli utang bersyarat (conditional debt sale and purchase agreement) yang disodorkan Sampoerna Strategic, perusahaan milik Putera.
Perjanjian itu sesungguhnya baru akan ditandatangani pada 31 Januari mendatang. Namun PT Danareksa, selaku wakil Sampoerna, meminta agar penandatanganan bisa dipercepat menjadi 17 Januari.
Rencana pembuatan perjanjian itu merupakan tindak lanjut kesepakatan sebelumnya, pada 2 Januari, yang ditandatangani tiga pihak: Mandiri, Prabowo Subianto sebagai pemilik Kiani—lewat PT Fayola Investment—dan Sampoerna yang diwakili Danareksa. Ketika itu Sampoerna setuju melunasi utang Bank Mandiri US$ 201 juta dan membeli seluruh saham Kiani dari Prabowo seharga US$ 200 juta.
Persoalan muncul ketika Mandiri tak sepakat dengan draf perjanjian itu. Isinya dinilai mengandung sejumlah syarat yang tidak dapat diterima dan tidak melindungi kepentingan Mandiri, baik sebagai perusahaan maupun kreditor Kiani.
Atas pertimbangan itulah, Mandiri pada 16 Januari mengajukan konsep revisi kepada Danareksa, untuk didiskusikan dengan Sampoerna. Namun, kata Abdul Rachman, ”Danareksa dan Sampoerna menganggapnya sebagai counter-offer yang tidak dapat diterima secara komersial.” Sampoerna langsung menghentikan diskusi transaksi.
Menurut sumber Tempo, persoalan ini berpangkal pada berbagai persyaratan Mandiri ke Sampoerna Strategic, yang sangat tidak realistis. Dalam konsep revisi yang disodorkan Mandiri disebutkan, perusahaan berlogo singa ini diminta membayar uang muka tunai US$ 100 juta ke kas Mandiri begitu kesepakatan jual-beli diteken.
Sampoerna juga diminta menyetorkan pembayaran dalam bentuk standby L/C US$ 101 juta. Padahal, Putera telah menaruh dana US$ 300 juta di rekening penampungan Bank Mandiri.
Persyaratan lainnya yang bikin berang Putera adalah hak Mandiri membatalkan perjanjian secara sepihak, jika Mandiri mendapat bayaran lebih dulu dari kreditor atau pihak lain. ”Ini kan sama saja membuka peluang masuk pihak lain,” katanya. ”Dengan sederet persyaratan itu, tak mengherankan kalau Putera murka.”
Mendengar kabar tak sedap ini, Menteri Negara BUMN, Sugiharto, bergerak cepat. Direksi Mandiri dipanggil, dimintai penjelasan. Pertemuan dengan Putera langsung digelar di kantornya, Kamis pagi pekan lalu. Turut hadir Lin Che Wei, Presiden Direktur Danareksa.
Akan halnya isi pertemuan, ”Itu urusan saya, no comment,” kata Putera, ringkas. Sekretaris Perusahaan Mandiri, Ekoputro Adijayanto, pun menolak berkomentar. ”Penjelasan ke BEJ yang paling final,” ujarnya.
Sugiharto juga tampak berhati-hati. Namun ia menggarisbawahi, peluang Sampoerna mengakuisisi Kiani masih terbuka. ”Saya tidak menilai negosiasi ini mati,” katanya. ”Saya minta Putera bersabar.”
Metta Dharmasaputra, Angelus Tito
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo