SESUDAH masa suram selama 1975, kini beberapa komoditi ekspor
utama Indonesia mengalami perbaikan harga. Baik karet, timah,
kopi atau kayu harganya terus naik sejak beberapa bulan
terakhir. Tendesi ini nampaknya akan berlangsung terus sekalipun
tidak lagi setajam semula. Karet, yang nilai ekspornya tahun
lalu merosot 25%Yo,harganya kini naik sampai 6% selama dua bulan
terakhir ini. Sementara sumber menyebut merosotnya nilai
poundsterling sebagai sebab utama kenaikan harga karet para
pedagang yang berspekulasi bahwa mata uang Inggeris tersebut
akan tambah memburuk buru-buru melemparnya ke pasaran dengan
menubruk komoditi apa saja termasuk karet
Tapi sebenarnya sebab utama naiknya harga karet memang karena
makin pulihnya ekonomi negara-negara maju yang industrinya maju
mulai bangkit kembali menambah permintaan akan bahan mentah.
Khusus bagi Indonesia minat Jepang akhir-akhir ini terhadap
karet alam perlu mendapat perhatian .Sekalipun di Jepang harga
karet alam mencapai 5% lebih tinggi dari harga karet sintetis,
tapi konsumsi karet alam Jepang merupakan 40r0 dari kebutuhan
karet seluruhnya. Karena itu dapatlah dimengerti maksud Jepang
untuk mengadakan cadangan karet alamnya yang sewaktu-waktu bisa
ditarik, bila pengadaan terancam.
Jepang
Kejadian akhir-akhir ini memperkuat maksud itu. Muangthai,
selama ini merupakan sumber utama karet bagi Jepang. Tahun lalu
impor karet Jepang dari negeri ini merupakan 60% dari seluruh
impor karetnya. Tapi tidak stabilnya kehidupan politik di
Muangthai akhir-akhir ini meyakinkan Jepang bahwa ketergantungan
yang terlalu besar akan karet Muangthai kurang bisa
dipertanggungjawabkam Team Ahli Karet Jepang yang baru-baru ini
berkunjung ke negara-negara Asean mencerminkan kekhawatiran ini.
Dengan satu tindakan yang cepat & tepat, Indonesia mungkin bisa
mnggeser kedudukan Muangthai sebagai pensuplai utama karet alam
bagi Jepang. Kalau ini bisa tercapai, akan bertambahan pasaran
yang tak kecil.
Di samping karet, kayu juga mengalami perbaikan harga. Kalau
harga kayu gelondongan selama 1975 rata-rata hanya mencapai US$
38 meter kubik. Beberapa pengusaha kayu yang tadinya berhenti
kini aktif kembali.Tapi bukan tanpa masalah. Kalau tadinya hanya
dengan Hak Penguasahaan Hutan (HPH), seorang pengusaha telah
memperoleh kredit dari Bank, maka kini HPH tak dengan sendirinya
menjamin si pemilik mendapatkan kredit Bank.Pengalaman tahun
lalu menyadarkan Bank-bank, bahwa HPH tidak identik dengan
kekampuan si pengusaha hutan untuk membayar kembali
hutang-hutang mereka. Bank kini harus hati- hati dalam
memberikan kredit kepada pengusaha hutan mengingat apa yang
terjadi tahun yang silam.
Eksportir Kelabakan
Keprihatinan itu memang tidak terlalu berlebihan. Minggu lalu
sudah teriar berita dari Tokyo, bahwa importir-importir Jepang
akan menekan harga kayu gelondongan sampai $ 45 /m 3. Alasannya,
konsumsi pabrik-pabrik playwood sedang mengendor. Sementara
itu,dari 227 perusahaan kayu yang terdaftar, hanya 92 buah yang
bekerja secara normal. Sebanyak 41 perusahaan menurunkan
produksinya sampai separuh. dan sisanya sebanyak 117 tak
diketahui nasibnya .
Tapi yang paling dramatis dari semua itu adalah kopi yang
harganya terus menanjak beberapa bulan terakhir. Bulan Maret
yang lalu dalam waktu satu bulan, harga kopi naik 50%. Sebab
kenaikan harga ini adalah merosotnya produksi kopi Brazilia yang
sudah berlangsung beberapa lama. Biasanya produksi Brazilia
tnencapai 1,7 juta ton setahun, tapi akibat hama dan cuaca
buruk, tahun lalu Brazilia hanya mampu memprodusir 600 ribu ton.
Atau hanya 35% saja dari produksi normalnya. Situasi ini
diperburuk lagi dengan berkecamuknya perang di Angola, satu
negara produsen utama kopi lainnya.
Akibatnya, konsumen kopi di seluruh dunia berebut membeli kopi
yang mendorong harga naik. Sekalipun Indonesia hanya memprodusir
3% produksi dunia, kenaikan harga kopi itu membawa angin baik.
Kalau Indonesia biasanya hanya mengekspor 120 ribu ton kopi,
maka kini pemerintah mengusahakan agar ekspor kopi bisa mencapai
160 ribu atau 90% dari seluruh produksi. Yang lebih penting
tentunyaadalah mengusahakan agar kenaikan harga kopi di luar
negeri ini bisa dinikmati petani kopi dan bukan tengkulak atau
eksportir saja. Syukurlah kalai betul berita yang sampai dari
pedalaman Sumatera Selatan menyebutkan bahwa petani kopi sudah
mengetahui situasi sebenarnya dan bahkan mereka sanggup
mendiktekan harganya kepada eksportir kopi yang datang dari luar
Karena ulah" petani ini banyak eksportir yang kelabakan.Kontrak
penjualan sudah ditandatangani dengan pembeli di luar negeri
berdasarkan harga lama. Tapi petani kopi tak mau lagi menjualnya
pada tingkat harga itu. Hanya yang dikhawatirkan adalah
dipetiknya buah kopi yang masih muda hanya untuk mengejar harga
yang sedang naik. Kalau sampai terjadi bisa celaka: mutu kopi
ekspor merosot dan lagi-lagi reputasi Indonesia menjadi tarohan.
Tak ada jalan bagi pemerintah selain menanti bulun Juli saat
panen kopi mencapai puncaknya,untuk menyadarkan petani kopi agar
tak buru-buru memetik buah kopinya begitu saja.
Bagaimana pun juga, kenaikan harga komoditi ekspor utama ini
merupakan angin baik bagi Indonesia sesudah jenuh dengan krisis
Pertamina. Ditambah janji Caltex untuk menyetor US$ I lagi dari
setiap barrel minyak yang dijualnya ke kas negara, yang mungkin
akan disusul oleh maskapai minyak lainnya, maka ekspor Indonesia
tahun ini punya kans besar untuk bangkit kembali sesudah
terpukul tahun lalu. Angka-angka ekspor selama kwartal pertama
1976 sudah menunjukkan tendensi ke situ. Ekspor seluruhnya
selama periode itu mencapai US$ 1591 juta, atu kenaikan sebesar
21% dari kwartal yang sama tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini