Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menyangga Pasokan di Tengah Kekeringan

Kekeringan melanda sejumlah wilayah sentra beras di Jawa. Ribuan hektare tanaman padi mengalami puso.

1 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menyangga Pasokan di Tengah Kekeringan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ASMURI memperlihatkan padinya yang sudah berumur satu setengah bulan lebih. Ia membuka beberapa bulir secara acak. "Kosong. Pertumbuhannya tidak sempurna," kata petani asal Desa Pegagan, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, itu saat menceritakan tanamannya yang sempat tidak mendapat air selama lebih dari tiga pekan. "Air baru mengalir kembali seminggu lalu," ujar pria 55 tahun itu kepada Tempo, Selasa pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada musim tanam gadu kali ini, petak sawahnya yang berada di ujung saluran irigasi nyaris tak kebagian air. Ia lalu menunjuk petak sawah lain di dekatnya yang permukaan tanahnya sampai retak. Kalau sudah begitu, kata dia, dialiri air sebanyak apa pun percuma karena akarnya sudah mengering. "Tanaman tidak akan bisa diselamatkan," Asmuri mengeluh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Musim kemarau yang berkepanjangan dan gagal panen di sejumlah daerah inilah yang menjadi pertimbangan Kementerian Perdagangan untuk memperpanjang izin impor beras secara bertahap hingga akhir 2018. Polemik impor beras ini kembali mengemuka sepanjang dua pekan terakhir. Kementerian Pertanian mengeluarkan siaran pers yang menyebutkan impor beras telah meresahkan petani. Tapi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan tidak ada penambahan volume impor.

Menurut Enggar, impor tetap sesuai dengan keputusan rapat koordinasi, yakni realisasinya bertahap, untuk mengendalikan harga. Pertimbangannya adalah demi menjaga jumlah permintaan dan pasokan. "Suplai berkurang dan kami melihat kecenderungan harga meningkat," ujarnya, pekan lalu. Itu sebabnya dalam rapat koordinasi terbatas di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Senin pekan lalu, Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) juga diminta segera menyalurkan beras melalui operasi pasar.

Tambahan impor sebanyak 1 juta ton oleh Perum Bulog telah diputuskan melalui rapat koordinasi terbatas di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian pada April lalu. Walhasil, total kuota impor tahun ini mencapai 2 juta ton. Kebijakan itu sekaligus bertujuan mengantisipasi dampak kekeringan pada produksi beras yang mulai meluas.

Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, tanaman padi di sejumlah desa mengalami puso sejak Juli lalu. Menurut Ketua Kelompok Kontak Tani-Nelayan Andalan Kecamatan Kandanghaur, Waryono, area yang mengalami puso itu antara lain berada di Desa Karangmulya, Wirakanan, Wirapanjunan, Karanganyar, Parean Girang, Bulak, dan Ilir. Totalnya mencapai 2.285 hektare. "Tidak ada pasokan air di saluran irigasi. Hujan pun tak turun," kata Waryono.

Rapat koordinasi tata kelola air di Markas Komando Daerah Militer Indramayu, awal Juli lalu, menyepakati air dari Bendung Rentang, Majalengka, dialirkan ke daerah yang terancam kekeringan. Tapi langkah itu tak mampu menyelamatkan tanaman padi di sejumlah desa di Kandanghaur.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan puncak musim kemarau tahun ini terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan pada Agustus-Oktober. Lembaga ini memonitor hari tanpa hujan yang dihitung sejak 20 Agustus. Hasilnya, sebagian besar wilayah selatan Indonesia telah 31-60 hari tanpa hujan dengan kategori sangat panjang. Beberapa wilayah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur bahkan mengalami kekeringan ekstrem, yakni lebih dari 60 hari tanpa hujan.

Tapi, pekan lalu, Kementerian Pertanian menyatakan sawah yang mengalami puso sangat kecil dibanding luas tanam sehingga tidak akan mengganggu produksi nasional. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, area persawahan yang dilanda kekeringan hingga pertengahan Agustus 2018 seluas 127.101 hektare, sementara yang puso 25.405 hektare.

Puncak kekeringan terjadi pada Mei-Juli, melanda 87.827 hektare sawah dan menyebabkan area puso 22.153 hektare. Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur tercatat paling terkena dampak kekeringan. Kementerian Pertanian mencatat puso di Jawa hanya 1,42 persen dan di luar Jawa 0,19 persen. Secara nasional, lahan sawah yang terkena puso hanya 0,69 persen.

Meski begitu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menambahkan, keputusan impor ditetapkan antara lain karena pada saat itu stok di gudang Bulog kurang dari 1 juta ton. Jumlah itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.

Direktur Pengadaan Bulog Bachtiar mengatakan stok beras sempat berada di posisi 811 ribu ton karena sebagian telah disalurkan untuk operasi pasar dan program beras sejahtera (rastra). Sejak Januari hingga Agustus 2018, Bulog telah mengeluarkan 368 ribu ton beras untuk operasi pasar. Adapun beras rastra yang perlu disediakan untuk beberapa bulan pada akhir tahun ini sebesar 260 ribu ton.

Bachtiar menjelaskan, pengadaan beras dari luar negeri belum mencapai 2 juta ton, seperti kuota impor yang diberikan pemerintah. Beras pengiriman terakhir, sekitar 800 ribu ton, telah tiba di pelabuhan dan menunggu proses masuk ke gudang. Bulog telah meminta izin Kementerian Perdagangan untuk memperpanjang waktu pemasukan karena kedatangan barang molor dari rencana.

Dengan tambahan beras dari luar negeri tersebut, Bachtiar melanjutkan, stok Bulog akan mencapai 2,7 juta ton. Selain melakukan impor, perusahaan penyangga bahan pokok milik negara ini menyerap beras dari dalam negeri.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi menyebutkan stok di Bulog sebesar itu meliputi cadangan beras pemerintah sebanyak 2,1 juta ton dan stok komersial sekitar 500 ribu ton. Cadangan milik pemerintah dinilai telah melampaui batas aman 1,5 juta ton. Adapun stok komersial adalah yang bisa dijual Bulog.

l l l

DIREKTUR Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi berkeliling ke sejumlah sentra beras di Sulawesi Selatan, dua pekan lalu. Ia antara lain datang ke Sidenreng Rappang alias Sidrap dan Lapadde di Parepare. Berbeda dengan sejumlah sawah di Jawa yang mengalami kekeringan, daerah-daerah lumbung padi di Celebes itu sedang panen raya. Arief berniat memborong sebagian beras untuk mengamankan pasokan Jakarta dan sekitarnya. Food Station Tjipinang Jaya adalah perusahaan daerah milik pemerintah DKI Jakarta. "Mereka sedang oversupply sekarang, mungkin bisa membantu Jakarta," tutur Arief, Rabu pekan lalu.

Food Station meneken kontrak dengan Bulog Sulawesi Selatan untuk mengirim beras ke Jakarta seharga Rp 9.400 per kilogram. Untuk tahap I, sekitar 5.000 ton bahan pangan utama tersebut akan dikirim pada pekan ini. "Selanjutnya akan ada tahap II dan tahap-tahap berikutnya," ucap Arief. Perusahaan juga membeli stok beras dari pedagang. Targetnya, Jakarta mendapat pasokan 30-40 ribu ton tahun ini. Bukan kali ini saja lumbung padi Sulawesi Selatan menyuplai Jakarta. Tahun lalu, Food Station mendatangkan beras dari daerah itu sebanyak 20 ribu ton.

Sejauh ini, menurut Arief, Food Station memang belum kesulitan mencari pasokan beras dari sentra di Jawa. Tapi ia waspada. "Kami prepare for the worst," katanya. "Dengan kondisi Agustus seperti ini, September dan seterusnya mesti hati-hati." Apalagi ada faktor alam seperti prakiraan BMKG yang akan mempengaruhi produksi.

Persoalan lain adalah harga yang bergerak naik. Arief menyebutkan harga saat ini 4 persen lebih mahal ketimbang bulan lalu. Penyebabnya bermacam-macam. Salah satunya peningkatan harga gabah. Faktor lain yang turut membentuk harga adalah banyak pelaku yang menyimpan gabah dan rendemen yang kurang baik.

Dengan harga gabah yang ditentukan pemerintah Rp 3.700 per kilogram, Bulog sulit mendapatkan barang. Perusahaan harus bersaing dengan pengusaha atau penggilingan yang membeli dengan harga di atas harga Bulog. Di Jawa Barat, misalnya, harga gabah ada yang mencapai Rp 5.000 per kilogram.

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Indonesia Soetarto Alimoeso menjelaskan, harga gabah hasil panen kedua selalu lebih mahal. Sebab, kualitasnya lebih baik karena penyinaran lebih banyak. Pada panen pertama, saat padi diproduksi pada musim hujan, sering ada penyakit dan hama. Penyinaran pun kurang sempurna.

Pada panen periode ini, petani cenderung menyimpan gabah untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Adapun pedagang cenderung menyimpan beras yang berkualitas lebih baik. Kualitas beras hasil panen pertama kurang sehingga sering tidak untuk disimpan. "Kalau gabah hasil panen kedua diproduksi sebagai beras medium, harganya tidak nutut karena gabahnya saja sudah Rp 5.000 per kilogram," ujar Soetarto.

Toh, tingginya harga gabah tak bisa dinikmati oleh semua petani. Suroso, petani asal Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, misalnya, sampai banting harga menawarkan sepetak tanaman padinya Rp 3 juta, dari biasanya Rp 5,5 juta. Suroso gagal panen, Juni lalu, gara-gara serangan hama beluk atau penggerek batang padi. Dari empat petak sawah yang digarapnya, seluas 2.000 meter persegi, hanya satu yang dapat dipanen. Itu pun hasilnya tidak memuaskan.

Sawah Suroso juga dilanda kekeringan. Ia bahkan harus membuat sumur bor sedalam 12 meter di pematang yang berimpitan dengan parit yang kering-kerontang. Ia memompa air tanah menggunakan diesel untuk mengairi sawahnya.

Trucuk dikenal sebagai salah satu daerah di Klaten yang rawan kekeringan selama musim kemarau. Karena itu, seusai panen raya padi pada Juni lalu, kebanyakan petani beralih menanam jagung atau kedelai, yang tidak terlalu membutuhkan banyak air.

Adapun Asmuri, petani Kapetakan, Cirebon, memutuskan membabat tanaman padinya yang tak kebagian air irigasi. Pekan lalu, ia membawa karung putih besar dan sabit. "Mau saya sabit untuk pakan ternak," ucapnya.

Retno Sulistyowati, Putri Adityowati, Ivansyah (Cirebon), Dinda Leo Listy (Klaten)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus