MUNGKIN belum banyak importir produk industri kimia - pupuk urea, semen, ban skuter, dan kertas - yang mengurus izin niaga seperti diwajibkan SK (Surat Keputusan) Menteri Perdagangan yang terbit akhir tahun lalu. Mereka yang belum sempat mengurus izin itu boleh lega, karena keputusan Desember lalu itu dicabut kembali oleh menteri yang sama, awal bulan ini. Para pengusaha penyewaan kaset video (video rental), juga pedagang elektronik, mobil, dan motor - yang dalam beberapa tahun terakhir muncul sebagai pedagang kredit ala orang Tasikmalaya tak perlu pula menyetor modal Rp 10 juta. Sebab, keputusan tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa, Sewa Beli/Jual Beli dengan Angsuran tahun 1980 itu ikut dicabut Menteri Perdagangan Rachmat Saleh. Selain itu, masih ada 14 perizinan lain yang turut dicabut. Sejak pekan lalu, tidak diperlukan lagi izin pengesahan sebagai penyalur garam, distributor semen, distributor minyak pelumas, pedagang barang pindahan, dan pengakuan sebagai pedagang antarpulau. Juga tak perlu lagi izin penunjukan sebagai pedagang garam antarpulau, pengangkutan kayu bulat antarpulau, dan izin antarpulau memperdagangkan lada putih bukan kualitas ekspor. Dari perizinan-perizinan yang dicabut itu, ada delapan jenis yang bertahun 1979 dan 1980, yang merupakan keputusan Menteri Perdagangan & Koperasi Radius Prawiro (kini menteri keuangan). "Dulu, saya sering menerima saran dari staf, supaya perizinan ditambah, sehingga permintaan izin menjadi lebih sering. Dalih yang diajukan adalah untuk pengendalian dan pengawasan terhadap dunia usaha," tutur Menteri Keuangan Radius Prawiro di depan DPR, beberapa pekan silam. Sampai Juni 1983, jumlah perizinan di Departemen Perdagangan, menurut sebuah sumber, mencapai 99. "Peranan dunia usaha hendak ditingkatkan dalam Repelita IV, maka perlu diciptakan iklim usaha yang baik dan kepastian berusaha," demikian dasar pertimbangan Rachmat Saleh dalam SK 4 April itu. Karena itu, secara berangsur, jumlah izin akan diperkecil dan disederhanakan. Selama ini, memang banyak izin yng dibuat pemerintah justru merepotkan para pengusaha. Formulir harus diisi dengan melalui kelurahan sampai ke tingkat departemen. Pengisiannya sering kali memerlukan pula rekomendasi dari departemen lain. Pertanyaan di formulir juga ada yang tumpang tindih. Prosedurnya harus melewati birokrasi yang panjan, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya "pungli" dan "sumbangan sukarela" untuk memperlancar pengurusan. Kalangan pejabat sendiri ternyata bingung menghadapi tumpukan-tumpukan formuhr permohonan itu, meski pegawai untuk mengurus segala macam izin itu terus membesar. Toh, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) masih perlu dimiliki para pengusaha. Sedangkan para eksportir masih memerlukan Angka Pengenal Ekspor (APE). Menteri Rachmat Saleh menjanjikan bahwa proses untuk memperoleh kedua izin itu akan lebih mudah. SIUP, misalnya, akan berlaku selamanya - tak perlu lagi diperbarui setiap lima tahun seperti halnya Izin Usaha. "Tentu saja, SIUP bisa dicabut kalau ada pelanggaran ketetapan," kata Rachmat Saleh, seusai Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekuin, Rabu pekan lalu. Sedangkan APE katanya, hanya akan diberikan kepada pengusaha yang benar-benar bonafide, karena ekspor menyangkut transaksi dengan negara lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini