Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERDAGANGAN
Aturan Pembatasan Waralaba Restoran
MENTERI Perdagangan Gita Wirjawan menerbitkan aturan pembatasan waralaba restoran dan kafe. Ketentuan baru itu akan melengkapi peraturan Menteri Perdagangan sebelumnya tentang waralaba untuk jenis usaha toko modern. "Langsung berlaku efektif setelah diteken," ujarnya di Jakarta, Senin pekan lalu.
Gita menjelaskan, dengan pembatasan itu, perusahaan waralaba tetap bisa mengendalikan outlet rumah makan atau rumah minum. Tapi, setelah gerai sendiri mencapai jumlah tertentu, mereka harus memberdayakan pelaku usaha kecil dan menengah untuk ikut memiliki. "Mereka dalam posisi mengontrol, tapi di bawah 100 persen," kata Gita.
Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia Amir Karamoy menilai aturan itu akan berdampak positif terhadap pengembangan UKM. Tapi, dia berpendapat, kepemilikan UKM di sebuah outlet harus lebih dari 50 persen agar tidak percuma.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan pembatasan waralaba itu memberi kesempatan pengusaha lokal. Selama ini ia prihatin melihat waralaba kafe dan restoran asing menggurita di berbagai daerah tanpa melibatkan pengusaha lokal.
PENERBANGAN
Di Balik Pailit Batavia Air
kurator menelusuri dugaan manajemen Batavia Air sengaja mempailitkan perusahaan. Turman Panggabean, kurator PT Metro Batavia, mengatakan para kurator telah lama mengingatkan direksi maskapai ini agar tak menyalahgunakan wewenang. "Apabila ditemukan penyalahgunaan wewenang, akan kami tuntut," katanya Senin pekan lalu.
Pada Selasa pekan lalu, Koran Tempo menurunkan laporan yang menelusuri hal ini. Sejumlah indikasi menunjukkan manajemen sengaja mempailitkan perusahaan. Indikasi itu tampak dari aset Batavia senilai Rp 1 miliar yang dipecah ke dalam rekening 20 bank. Indikasi lain, manajemen tak lagi memotong gaji awak kabin beberapa waktu sebelum putusan pailit. Padahal, sejak 2011, manajemen memotong upah (rata-rata Rp 1-1,5 juta per bulan) untuk tabungan yang nantinya dikembalikan. Nyatanya, hingga putusan pailit, dana tersebut tak kembali.
Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, mengatakan manajemen Batavia Air mengaku tak mampu membayar utang. Perusahaan merugi setelah gagal mengikuti tender program haji. Padahal mereka telah menyewa Airbus dari International Lease Finance Corporation US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012.
Turman mengatakan Batavia mencatat utang Rp 1,2 triliun, sedangkan asetnya cuma Rp 1 miliar. Kurator masih melacak aset, termasuk pesawat yang diperkirakan ada 14 unit. Beberapa unit masih layak terbang. Sebagian dalam perbaikan. Sepuluh pesawat berada di Bandara Soekarno-Hatta dan dua di Surabaya. Sisanya di Balikpapan dan Pontianak.
Turman menambahkan, hampir seratus persen pesawat dijaminkan ke bank. Bank berhak mengeksekusi pesawat bila manajemen tak mampu membayar utang. Sebaliknya, jika bank tidak mengeksekusi, pesawat akan diserahkan ke kurator dalam waktu dua bulan.
Mantan Direktur Komersial Batavia Air Sukirno Sukarna menolak berkomentar tentang dugaan manajemen sengaja mempailitkan Batavia. Ia juga tak bersedia menjelaskan ihwal pemecahan aset ke 20 rekening bank. "Saya malah baru tahu itu, jadi tidak bisa berkomentar." Sukirno mengatakan perusahaan beriktikad baik agar seluruh kewajiban terselesaikan. Salah satunya dengan menyediakan data aset dan kewajiban.
PERDAGANGAN
Impor Jeroan Sapi Dilarang
KEMENTERIAN Pertanian melarang impor jeroan sapi dan kerbau mulai tahun ini. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Syukur Iwantoro mengatakan sejak tahun lalu pemerintah telah membatasi impor jeroan berupa jantung dan hati. "Maksimal 10 persen dari total impor daging," katanya Selasa pekan lalu.
Senin pekan lalu, Komisi Pertanian DPR mendesak pemerintah menghentikan impor jeroan. Tujuannya melindungi produk sampingan, seperti kulit dan tulang. Untuk itu, Dewan meminta revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/9/2011 tentang rekomendasi persetujuan pemasukan karkas, daging, jeroan, dan olahannya.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia Marina Ratna, peraturan menteri itu membolehkan impor jeroan 10-15 persen dari kuota impor daging. Faktanya, tak sedikit pengusaha nakal yang mengimpor melebihi ketentuan. Anggota Komisi Pertanian DPR, Siswono Yudo Husodo, menambahkan, penyimpangan impor jeroan telah lama terjadi. Tingginya permintaan membuat importir memasukkan barang secara ilegal. Ia mendesak pemerintah mengendalikan impor gelap.
Guru besar Institut Pertanian Bogor, Hermanto Siregar, mengusulkan pemungutan bea masuk yang tinggi terhadap jeroan. "Bisa 50-60 persen, agar importir berpikir ulang untuk memasukkan jeroan," katanya. Sejak pasokan impor berkurang, harga jeroan meningkat dari Rp 15-17 ribu per kilogram menjadi Rp 40 ribu, untuk hati dan jantung Rp 54 ribu, di pasar tradisional.
DIVESTASI
Divestasi Eastkal Senilai Rp 500 Miliar
BAHANA TCW Investment Management merampungkan proses divestasi PT Pelabuhan Penajam Banua alias Eastkal kepada PT Astratel Nusantara, awal tahun ini, senilai Rp 500-550 miliar. Menurut Direktur Utama Bahana Edward P. Lubis, perusahaan menjual semua pelabuhan kepada anak usaha Astra tersebut. "Proses divestasi berlangsung sejak Desember 2012, dengan penandatanganan conditional sales purchase agreement dan perjanjian jual-beli serta penyelesaian transaksi pada Januari 2013," kata Edward di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Selain Astratel, ada satu perusahaan asal Hong Kong yang turut menawar. Bahana memilih Astratel karena tak hanya menawarkan investasi, tapi juga bisnis. Astratel memiliki usaha yang berada di sekitar pelabuhan, dari distribusi alat berat hingga perkebunan.
Awalnya Astratel menawarkan kerja sama dengan mekanisme rights issue. Akhirnya mereka tertarik mengakuisisi karena membutuhkan infrastruktur pelabuhan untuk menunjang bisnis. "Pekan lalu sudah beres-beres dan bayar semua kepada investor awal," kata Edward. Investor awal yang dimaksud adalah Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia yang berinvestasi Rp 200 miliar, dan Yayasan Telkom dengan nilai investasi Rp 125 miliar.
Kedua yayasan tersebut berinvestasi dalam bentuk reksa dana penyertaan terbatas Bahana Private Equity Pelabuhan yang dikelola oleh Bahana TCW. Instrumen investasi ini diterbitkan oleh Bahana pada 2008 sebagai jembatan untuk menghubungkan investasi pasar modal ke sektor riil, dengan membangun Pelabuhan Penajam Banua Tanaka yang dikenal dengan nama Eastkal.
MIGAS
Harga Elpiji Nonsubsidi Naik
PT Pertamina (Persero) akan menaikkan harga jual gas elpiji nonsubsidi dalam tabung 12 kilogram ke atas pada kuartal pertama tahun ini. Menurut Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, kebijakan ini harus diambil untuk mengurangi kerugian, minimal 10 persen. Seusai rapat dengan Komisi Energi DPR di Jakarta, Senin pekan lalu, Karen menjelaskan kerugian bisnis elpiji nonsubsidi mencapai US$ 541,95 juta (sekitar Rp 5,2 triliun) pada 2012, meningkat dibanding angka kerugian pada 2011 sebesar US$ 431 juta (sekitar Rp 4,16 triliun).
Pertamina telah mengajukan rencana kenaikan harga tersebut ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian BUMN. "Pak Dahlan setuju." Menteri BUMN Dahlan Iskan berpendapat, harga elpiji nonsubsidi bisa dinaikkan karena penggunanya bukan rakyat miskin.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya menambahkan, dengan asumsi kurs Rp 9.300 per dolar AS, perusahaan merugi sekitar Rp 5.000 per kilogram. Pada 2012, konsumsi elpiji nasional 4,7 juta metrik ton. Sebanyak 3,6 juta ton di antaranya elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Edy Hermantoro sebelumnya mengatakan keputusan menaikkan harga itu tergantung rapat terbatas antarmenteri ekonomi. Menurut dia, meski elpiji bukan produk subsidi, harganya harus ditetapkan pemerintah. "Ini amanat putusan Mahkamah Konstitusi," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo