Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Meraih Yang 1%, Kok Sulit

Pasaran majalah anak-anak masih luas, sebagian sedang lesu dan masih muncul majalah baru. tapi meraih 1% dari golongan pembaca anak-anak saja sulit.

12 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN hati-hati masuklah seorang anak ke dalam sebuah gua. Gelap sekali di dalam gua ini. Setelah beberapa lama keluarlah anak itu. Ia tampak gembira sekali. Mengapa? Suau majalah baru khusus untuk anak-anak, Bimba, memuat hal di atas. Ia bertanya dan mengundang para pembacanya supaya menjawabnya dengan cara bercerita. Bersama majalah ini, jumlah berkala anak-anak sudah mencapai 11, termasuk satu dalam bentuk koran, yang kini terbit di Indonesia Rupanya masih ada saja penerbit yang berpendapat bahwa selama ini jumlahnya belum banyak. Mungkin pula masih ada penerbit yang melihat jumlahnya masih bisa ditambah, mengingat pasarannya luas sekali. Lesu Penduduk Indonesia yang berusia 5-9 tahun pada tahun 1980 diperkirakan berjumlah 18,5 juta, dan yang 10-14 tahun sekitar 17,8 juta lagi. Kesebelas penerbitan tadi umumnya mencoba menarik golongan pembaca yang dari 5 sampai 14 tahun -- lebih 36 juta jumlahnya. "Kalau bisa meraih 1% saja dari jumlah itu, sudah bukan main," kata sastrawan Toha Mohtar, Penanggungjawab Kawan-kawan, yang Agustus nanti berumur 10 tahun. Ternyata dari kesbelas tadi masih belum ada yang mampu meraih 1% itu. Sebagian besar masih mencapai oplah di bawah 25.000. "Pasaran majalah anak-anak kini sedang lesu," ujar Ny Tuti Tuti Sundari, yang memimpin Kucica. Oplah majalah ini kini tak sampai 1.000, turun dari 22.500 tahun lalu. Kawanku yang disajikan untuk golongan pembaca 9-14 tahun pernah mencapai oplah puncak 48.000 dua tahun lalu. Kini oplahnya, menurut Toha, menurun sampai 40%. Tentang kenapa bisa terjadi beLitu, ia hanya bisa merabaraba. "Mungkin ada hubungannya dengan semakin meningkatnya harga barang kebutuhan hidup, hingga dana keluarga yang tadinya tersedia untuk majalah anak-anak kini tersedot untuk keperluan lain," katanya. Para pengasuh majalah anak-anak tampak menghadapi persoalan untuk mempertankan kelompok pembacanya. Ini dialami oleh Kucca, yang semula (1976) disajikan untuk anak SD. Karena mengira banyak pembacanya sudah naik ke SMP, pengasuhnya mencoba mengubah pola penyajiannya, menyesuaikan diri ke tingkat SMP. Ternyataoplahnya yang jatuh itu masih tak mau naik lagi. "Semestinya penerbit majalah anakanak rela melepaskan pembaca yang meningkat usianya, sementara mencoba merekrut kelompok pembaca baru," ujar Harjadi S. Hartowardojo. Sastrawan ini pernah berpengalaman dalam mengasuh majalah anak-anak tahun 1950-an, di zaman permulaan Kuncung, yang kini tertua dari semuanya. Tapi sebagian penerbit kelihatan main coba-coba tentang apa yang pantas dan layak disajikan untuk anak-anak. Misalnya, Cerdas (oplah 15.000), koran anakanak yang punya sasaran pembaca anak kelas V SD sampai SMP. Penanggungjawabnya, Susilomurti, mengatakan korannya sengaja dibikin berbeda dari majalah anak-anak. Tapi ia meniru kebiasaan koran memuat ramalan nasib sepekan, sesuatu yang tak layak untuk bacaan anak-anak. Dalam merekrut kelompok pembaca baru agaknya Sahabat dan Aladin berhasil dalam waktu relatif singkat. Keduanya memuat cerita, dongeng dan komik yang bernapas Islam. Rekomendasi Sahabat ydng terbit bulanan kini punya oplah 25.000, naik dari 10.000 ketika mulai terbit September lalu. Peredarannya terbesar di madrasah ibtidaiyali (setingkat SD). Badruzzaman Busyairi, Pemimpin Redaksinya, mengatakan ia sendiri "terkejut" bahwa oplahnya bisa naik setiap bulan. Aladin yang terbit sejak Januari masih beroplah 10.000 tapi pengasuhnya Sumardi Harsyah, menyatakan keyakinannya bahwa majalahnya akan bisa segera mencapai peredaran 50.000. "Sayang, modal kami kecil sehingga belum bisa mencetak banyak," kata Sumardi yang semula hanya memakai modal "rekomendasi Departemen Agama." Ia berusaha mencapai sasaran pembacanya lewat guru agama di SD. Dari majalahnya, katanya lagi, para guru agama mendapat bahan untuk bercerita dalam kelas. Agaknya imba, yang terakhir muncul, sudah punya sasaran pembaca tersendiri pula. Yaitu anak-anak SD dari keluarga yang berlangganan Femina, majalah wanita, yang sudah selama 5 tahun punya lembaran anak-anak limba. Pemisahannya sebagai majalah tersendiri, menurut Widarti Gunawan, Pemimpin Redaksinya, ialah atas permintaan banyak pembaca Femina sendiri. Yang satu ini jelas yakin bahwa pasaran majalah anak-anak masih luas. Tapi mengapa sekeluarnya dari gua gelap tadi, si anak gembira sekali? Mungkin sukses setiap penerbit akan terganung pada jawabannya, yang bisa bermacam-macam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus