Hari masih pagi. Gedung perkantoran di kawasan Sudirman sebagian besar masih tutup. Tapi telepon genggam Rosan Roeslani terus berdering. Olahraga pagi Presiden Direktur Rifan Financindo Advisori ini pun terganggu. Berkali-kali dia harus menjawab pertanyaan senada, "Apakah pembelian aset kredit sekitar Rp 150 miliar di BPPN itu karena 'pesanan' debitor lama dan ada kaitannya dengan pejabat di BPPN." Rosan menjawab, juga kepada TEMPO, ia membeli karena harganya supermurah. Katanya, BPPN melepas aset itu dengan diskon sampai 80 persen.
Tudingan menjadi makelar pemilik utang lama tak hanya ditujukan kepada Rosan. Ada kecurigaan, memborong aset secara terselubung juga dilakukan investor lain. Bayangkan, Asia Securities, dengan modal disetor Rp 50 miliar, mampu membeli seluruh utang Raja Garuda Mas dengan nilai sekitar Rp 620 miliar (lihat tabel). Maxima Perdana Finance tercatat memborong utang milik Gadjah Tunggal, milik Sjamsul Nursalim, yang mencapai Rp 330 miliar. Lalu ada Warner Mansion Fund, yang membeli utang Grup Sinar Mas senilai Rp 150 miliar.
Andreas Bunanta menduga keras mereka memang cuma makelar. Aksi mereka tak sejalan dengan prinsip investasi agar tak meletakkan telur di satu keranjang. Pertanyaan lainnya, bagaimana perusahaan bermodal puluhan miliar bisa membeli aset bernilai ratusan miliar rupiah.
Tudingan itu dibantah Rosan. Rifan Financindo memang tak termasuk pembeli secara borongan. "Kalau beli satu obligor, mungkin ada pesanan," katanya. Asia Securities dan Panca Global tak menjawab pertanyaan soal aksi borong mereka. Berbeda dengan analis Lin Che Wei, yang merasa hakulyakin, di belakang nama-nama itu beraksi para debitor lama. Atau bahkan, pemilik itulah sutradaranya?
Leanika Tanjung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini