SETELAH hampir tiga setengah tahun memimpin perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Mark Baird, kelahiran Selandia Baru, akan pensiun dan kembali ke negaranya. Ia dikenal sebagai sosok yang lugas dan tangkas menjawab berbagai pertanyaan, termasuk isu korupsi dan kebocoran dana pinjaman. Mark Baird juga tak pernah menutup-nutupi bahwa ada korupsi pada proyek bank atau ada proyek yang tidak mencapai target. September ini, Mark Baird resmi digantikan Andrew Steer. Kepada wartawan TEMPO Yuli Ismartono dan I G.G. Maha Adi, ia mengutarakan pendapat dan penilaiannya mengenai program Bank Dunia di Indonesia, termasuk isu korupsi dan reformasi sistem peradilan yang menurut dia lamban.
--------------------------------------------------------------------------------
Bagaimana pelaksanaan program Bank Dunia di Indonesia selama tiga tahun terakhir ini?
Pada 1999, kami punya 75 proyek, dan sekarang tinggal 48. Memang banyak proyek yang harus kami tunda atau kami hentikan karena berbagai sebab. Nilainya US$ 1,7 miliar. Tiga setengah tahun lalu inflasi sangat tinggi, suku bunga juga tinggi, tapi sekarang pelan-pelan turun dan mulai stabil. Program yang kami anggap sukses adalah program di sektor community base development, antara lain Kecamatan Development Program, yang menjangkau hampir 16 ribu desa di seluruh Indonesia, dengan program pengentasan kemiskinan dan peningkatan pendapatan.
Kenapa jumlah pinjaman untuk Indonesia menurun?
Sesuai dengan permintaan Indonesia, jumlahnya menurun karena alasan defisit yang besar. Saya pikir itu tindakan yang benar.
Apa benar dana Bank Dunia yang dipinjamkan ke Indonesia bocor lebih dari 30 persen?
Itu angka dari Profesor Sumitro (almarhum), berdasarkan perhitungan capital output ratio, dengan melihat nilai investasi dan pertumbuhan, dan dari perhitungan itu ada kehilangan hingga 30 persen. Saya pikir angka itu menyangkut anggaran pemerintah, bukan khusus pinjaman dari Bank Dunia. Kami sendiri tahu bahwa angka kebocoran memang tinggi pada proyek-proyek Bank Dunia.
Menurut Bank Dunia, program pengentasan kemiskinan Indonesia adalah yang terbaik di dunia. Apa itu sesuai dengan kenyataan sekarang?
Kedengarannya kontroversial, tapi memang begitu. Di bawah rezim Soeharto, perang melawan kemiskinan mendapatkan prioritas yang tinggi. Sekarang tidak ada kesinambungan program sehingga banyak yang jatuh kembali ke garis kemiskinan. Saya tidak mengabaikan fakta ini, tapi harus juga diakui bahwa di luar Jawa, lapangan kerja meningkat pesat dan penduduk miskin berkurang drastis.
Apa hasil program antikorupsi Bank Dunia?
Kami bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk pers dan LSM, untuk menyelidiki korupsi di beberapa kontrak yang memakai dana Bank Dunia dan menaruhnya di website. Toh, korupsi masih ada saja. Harus ditemukan cara agar setiap orang memperoleh pendapatan yang sesuai, sembari membenahi sistem peradilan, karena itulah yang paling efektif untuk memberantas korupsi. Terus terang, kemajuannya di Indonesia lamban.
Kenapa?
Karena setiap pihak, ya pengadilan, polisi, jaksa, berpikir sektoral. Indonesia masih memerlukan kerangka kerja dan pemetaan yang jelas dari program ini. Dan perlu ada perubahan dari dalam pada setiap institusi itu.
Apakah korupsi termasuk masalah umum yang dihadapi Bank Dunia?
Oh ya, di mana pun ada korupsi dan kami sendiri berharap bisa menekan korupsi. Isu besarnya bukanlah menghapus korupsi, melainkan bagaimana membuat tiap orang patuh pada peraturan, sehingga akuntabilitasnya tinggi.
Menurut Anda, desentralisasi akan menumbuhkan korupsi baru?
Desentralisasi adalah langkah yang amat dramatis. Yang mengkhawatirkan ada dua. Pertama, mereka (daerah) akan membuat peraturan yang menakutkan investasi. Dan kedua, daerah yang miskin tak bisa menjalankan program pengentasan kemiskinan. Pemerintah pusat mestinya bisa berperan sebagai pengawas bagi apa yang dilakukan daerah, dan mengalokasikan sumber daya untuk daerah miskin. Ada argumen bahwa kalau Jakarta terlalu dominan, keinginan daerah untuk merdeka akan menguat. Jadi, berikan saja kekuasaan kepada daerah dengan pengawasan dari pusat.
Bank Dunia selalu menyarankan liberalisasi di segala sektor. Apakah itu yang terbaik untuk Indonesia?
Kami tidak mendukung liberalisasi di segala sektor. Kami memang berpendapat sudah bukan masanya lagi menutup pasar secara berlebihan. Tapi, dalam kasus beras, misalnya, pemerintah Indonesia harus melindungi petani dan perlindungan ini bisa menaikkan kembali pendapatan sebagian masyarakat. Saran kami, berlakukan pajak impor yang tak terlalu tinggi, jangan menghambat kebijakan nontarif, tidak ada perbedaan di provinsi atau kabupaten, dan bebaskan pasar bagi produk pertanian.
Apakah benar minat investor asing masuk ke Indonesia turun?
Investor asing memang khawatir karena ketidakpastian hukum dan prosesnya di pengadilan. Karena itu, reformasi sistem peradilan tetap menjadi prioritas Bank Dunia.
Ada keinginan agar Indonesia segera lepas dari IMF.
Pendapat Anda?
Kondisi ideal memang begitu. Pertanyaannya adalah kapan kondisi itu akan tercapai dan kapan pemerintah Indonesia punya kredibilitas untuk melakukannya. Tapi saya pikir terlalu prematur untuk menghentikan kerja sama dengan IMF saat ini. Tentu akan ada saatnya nanti untuk tidak hanya mengandalkan Bank Dunia atau IMF, tapi lembaga lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini