MUHIBAH Presiden Soeharto ke Timur Tengah Oktober tahun lalu,
mulai terasa hikrnahnya. Di Mesir ekspor dari Indonesia seperti
kayu, teh dan sebentar lagi pupuk urea diharapkan akan mempunyai
pasaran yang lumayan. Pertengahan Januari lalu penga palan kayu
yang pertama kali itu sudah pula bertolak ke pelabuhan Port Said
di Mesir. Jumlah memang belum seberapa. 3.000 M3 kayu
gelondongan dan 3.000 M3 kayu gergajian. Pembeli di Mesir
menutup kontrak itu dengan harga $ 54 per M3 rata-rata untuk
kayu gelondongan dan $ 134 per M3 untuk kayu gergajian.
Harga ini lebih baik dari pada penjualan ke Jepang atau Eropa,
dan hagi eksportir di sini yang masih risau dengan pasaran kayu
di Jepang, adanya penjualan ke Mesir itu bisa merupakan hiburan
sedikit. Bagi Mesir kayu Indonesia juga menguntungkan karena
harganya lebih murah dari pada yang selama ini dibelinya dari
Rusia dan Afrika. Rusia yang hubungannya dengan Mesir sudah
tidak ramah lagi sudah segan menjua kayunya ke Mesir, dan baru
mau jual dengan harga yang lebih tinggi. Sedangkan kayu Afrika
makin mahal diseahkan tempat penebangannya makin jauh ke
pedalaman.
Orang Mesir yang gemar teh itu juga merupakan pasaran yang subur
bagi produk Indonesia. Tahun lalu Mesir menghabiskan US$18 juta
untuk teh Indonesia atau seperlima jumlah ekspor teh Indonesia.
Setahun sebelumnya ekspor teh ke Mesir hanya US$5 juta.
Jet-Eksekutif
Di samping itu Indonesia juga berusah untuk merebut pasaran
pupuk urea. Untuk tahap pertama akan diusahakannya mengekspor
100.000 ton pupuk urea ke Mesir dengan nilai US$ 15 juta,
sekalipun dalam usaha ini Indonesia harus menghadapi saingan
dari Korea Selatan yang tahun lalu mengeduk US$ 2 milyar dari
Mesir. Tapi usaha ini mestinya tak susah mengingat Indonesia
punya sumber gas alam sendiri di samping jarak geografis yang
lebih menguntungkan dibanding Korea Selatan.
Peminum teh lainnya, Suria rupanya juga sudah lama diincer
pedagang di sini. Orang Suriah menghabiskan 10.000 ton teh
setahunnya, yang sebagian besar dibelinya dari India dan
Srilangka.
Pengapalan pertama sebanyak 500 ton sudah dilakukan, tapi
Indonesia berharap bisa merebuf sekurangnya seperlima pasaran
teh di Suriah dari tangan Sri Langka dan India.
Nampaknya ini merupakan usaha yang sulit. Jarak geografis
Indonesia terhadap Suriah, misalnya, kurang menguntungkan
dibanding India dan Sri Langka, sedang kapal ke Timur Tengah
masih tetap memusingkan bagi eksportir Indonesia. Apalagi kapal
yang mengangkut barang Indonesia ke Suriah musti lewat terusan
Suez dan membongkar muatan di pelabuhan Port Said yang berarti
muatan. dari Indonesia musti pindah kapal sebelum sampai ke
Damaskus. Dan seperti pengalaman sebelumnya menunjukkan, kalau
terjadi angin buruk antara Sadat dan Hafez Assad, orang-orang di
Port Said tak ada yang mau muat barang Indonesia ke Suriah.
Agaknya eksportir Irdonesia juga tak bisa mengabaikan Oman,
negara kecil di Timur Tenah. Seog pejabat Kementerian
Perdagangan Oman, Mohamad A.R. Faqeer, pertengahan Nopember
kemarin datang ke Jakarta. Kepada Departemen Perdagangan di sini
Faqeer segera mengemukakan minat Oman terhadap jasa-jasa
kontraktor dan semen Indonesia: suatu hal yang tak sulit bagi
Indonesia untuk dipenuhi. Tapi yang bikin kelabakan adalah minat
Sayid Faqeer terhadap pesawat terbang yang dirakit PT Nurtanio
di Bandung untuk keperluan pengusaha-pengusaha Oman. Apakah
Dir-Ut Nurtanio Dr Habibie dan stafnya sanggup puia bikin jet
eksekutif ala Hawker-Sideley buat pengusaha Oman?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini