ADA panen cengkeh di Sulawesi Utara. Para petani di daerah itu
dewasa ini dianggap sedang berduit. Sehabis panen ini, mereka
biasanya tergoda untuk membeli barang mewah, termasuk kulkas dan
stereo, malah mungkin pesawat TV berwarna. Para petugas PT
Danareksa mulai minggu lalu mencoba menyetop godaan itu.
Bekerjasama dengan Pemda dan Bank Pembangunan Daerah setempat,
Danareksa mengajak kaum tani supaya membeli sertifikatnya. Usaha
ini disebut Operasi Pintu-ke-Pintu yang berarti rumah penduduk
didatanginya.
Sudah 6 bulan lebih sertifikat Danareksa diedarkan. Dari 150.000
saham asli PT Semen Cibinong yang dibelinya, Danareksa
mengeluarkan 148.000 sertifikat, di antaranya masih 50.000 lebih
yang belum terjual. Sisa sebesar itu telah tidak merugikan
Danareksa sebagai perusahaan (milik pemerintah). Bahkan
Danareksa menjadi beruntung besar-rp 72 juta lebih--dari sisa
yang tidak terjual itu berhubung adanya dividen PT Semen
Cibinong. Dividen itu (TEMPO, 14 Januari) yang dibayar sejak
akhir Januari adalah Rp 666 per saham atau Rp 674 per sertifikat
yang harga nominalnya Rp 10.000.
Tidak diragukan lagi bahwa dividen Cibinong itu sudah cukup
menarik, malah mungkin akan lebih besar lagi jumlahnya pada
pengeluaran dividen berikutnya -- diduga Agustus. Penjualan
pabrik semen itu jauh meningkat dengan bertambahnya kapasitas
produksinya menjadi 1,2 juta ton per tahun sejak akhir tahun
lalu. Maka prospeknya akan cerah, apalagi ada pula keputusan
pemerintah supaya proyek Asahan memakai semen buatan domestik.
Piknik
Tapi kenapa sertifikat Danareksa tidak laku? Jawabannya antara
lain karena Danareksa, sesuai dengan tugas dari pemerintah,
membatasi pemilikan 100 lembar per orang, supaya sertifikatnya
merata sampai ke tangan masyarakat. Sebaliknya, minat masyarakat
pada saham dan Pasar Modal masih perlu banyak dibina. Pembinaan
tersebut dirasakan kurang sekali. Namun sudah pernah Danareksa
mengirim tim penerangan ke berbagai daerah. Tapi seorang pejabat
yang mengetahui berkomentar "itu seperti piknik saja." Kini
diadakannya pula Operasi Pintu-ke-Pintu di Sulawesi Utara yang,
menurut rencananya, akan diteruskan di Ambon. Kelihatan bahwa
sasaran penjualan Danareksa ialah daerah, bukan cuma Jakarta
yang sudah jelas merupakan pembeli terbesar.
Pasar Modal--dengan PT Semen Cibinong saja yang memasyarakatkan
diri - sungguh masih kesepian. Transaksi saham Cibinong pun
belakangan ini melempem kembali dengan kurs mendekati Rp
10.600. Sebentar ia melonjakbulan lalu - menjelang dividen -- ke
Rp 1.000 tapi nampaknya Pasar itu sangat dikendalikan oleh
Danareksa guna mencari "kurs yang wajar" pada waktu tertentu.
Jika keadaan "sepi" itu sampai berlarut, kata satu pialang, maka
besar kemungkinan bahwa masyarakat akan melupakannya yang
berakibat perusahaan-perusahaan pun akan berleha-leha untuk
tidak go public. Dewasa ini setidaknya sudah tiga perusahaan
yang resmi melamar dan mengharapkan Danareksa sebagai
co-underwriter (salah satu penjamin). Tapi Danareksa rupanya
sangat berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, mungkin pengaruh
sertifikatnya yang masih belurn terjual. Berkata Dir-Ut J.A.
Sereh kepada Yunus Kasim dari TEMPO: "Pihak luar memandang kami
(Danareksa) bekerja lambat. Itu betul.
Tapi ini sama Sid dengan orang yang mau kawin. Ia melamar dulu.
Pinangan ini bisa cepat, dan bisa pula tunggu dulu satu tahun
baru kawin. Sebagai penjamin, Danareksa tentu harus menyelidiki
benar keadaan calon."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini