HADEKAZU Tanaka hari-hari belakangan ini mesti bekerja ekstrakeras. Konsultan yang diperbantukan Japan International Corporation Agency (JICA) ke BKPM itu sedang berkutat menangani arus investasi Jepang yang menderas masuk ke Indonesia. "Soalnya, di BKPM hanya saya yang bisa ngomong Jepang, he... he...," tutur orang Tokyo yang cakap berbahasa Inggris dan Indonesia ini. Sejak pemerintah aktif mengucurkan serangkaian deregulasi, cuma dalam tempo 9 bulan investasi Jepang di Indonesia melonjak dari US$ 163 juta (Desember 1988) menjadi US$ 76 juta (September 1989). Hampir dua kali lipat. Dengan demikian, posisi Jepang sebagai investor asing pertama di Indonesia masih belum tergeser. "Secara kumulatif, investasi Jepang tetap yang terbesar. Sekitar 32%," ucap Wakil Ketua BKPM Rasidi. Bahkan investasi Jepang di Indonesia, yang mencapai US$ 9,8 milyar (kumulatif sejak 1951), masih jauh meninggalkan Singapura (US$ 3,8 milyar), apalagi Muangthai (US$ 1,9 miIyar). Memang, tahun lalu terlihat ada gerakan investasi Jepang yang menggebu ke Muangthai. Malah meningkat dari cuma US$ 250 juta (1987) ke US$ 859 juta (1988). Namun, karena prasarana dan sarana yang tersedia di Negara (ajah Putih itu tak memadai, Jepang terpaksa menekan rem investasinya. Lantas, perusahaan Jepang yang menengah dan kecil berpaling lagi ke Indonesia. Tahun lalu sudah ada rombongan pengusaha Jepang yang ingin melakukan investasi langsung di sini. Dan pekan lalu, rombongan lainnya menyusul, langsung dipimpin oleh Susumu Matsuoka, Direktur Eksekutif JETRO (Organisasi Perdagangan Luar Negeri Jepang). "Kami datang ke sini khususnya karena nilai minimal investasi sudah diturunkan," kata Matsuoka kepada pers di Hotel Mandarin, Jakarta. Bulan Mei lampau BKPM telah membolehkan investasi asing dengan modal US$ 200 ribu, padahal sebelumnya minimal harus US$ 1 juta. Rombongan yang dibawa Matsuoka bersama The Shoko Chukin Bank -- semacam induk bank koperasi perdagangan dan industri -- mewakili 25 pengusaha yang mewakili macam-macam industri dan perdagangan. Ada yang menjalankan perdagangan partai besar barang-barang penunjang hobi, pabrik plastik, produsen alat-alat kedokteran, industri karet, pemrosesan besi tua, kontraktor pabrik mobil, mebel kayu, pertambangan kapur, dan sebagainya. Ketua BKPM Sanyoto Sastrowardoyo tak menyembunyikan kegembiraannya. "Perhatian mereka lebih besar ke Indonesia daripada ke negara-negara lain," ujarnya tersenyum. Namun, dalam hasil penelitian terakhir koran bisnis Jepang terkemuka Nikkei, Indonesia baru merupakan sasaran investasi Jepang yang ketiga, setelah Muangthai dan RRC. BA dan Tommy Tamtomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini