Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK sampai dua menit Iwan Djuniardi menyalin seluruh data kartu tanda penduduk elektronik ke sebuah smart card baru. Hanya berbekal reader berbentuk electronic data capture (EDC), Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Direktorat Jenderal Pajak ini mengunduh dan memindahkan data identitas ke kartu berlogo Kartin1.
Meski terbilang singkat, pengunduhan data ke Kartin1 itu tak sederhana. Tempo menyaksikan aktivasi Kartin1 melewati tahap verifikasi dan perekaman sidik jari pemilik identitas. Kartu Kartin1 juga sudah dilengkapi fitur pengaman tambahan menggunakan personal identification number (PIN). "Nanti penggunaannya bisa dengan alat gesek EDC atau near field communication pada telepon pintar," kata Iwan saat ditemui di kantornya, Rabu pekan lalu.
Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan platform Kartin1 pada Jumat dua pekan lalu. Akronim dari card in one yang dilafalkan sebagai Kartini tersebut merupakan inovasi institusi pajak mengintegrasikan identitas dan kartu yang selama ini digunakan masyarakat menjadi satu kartu multifungsi. "Kartin1 itu ibarat dompet," ujar Iwan. "Punya beberapa identitas, tapi dompet itu diritsleting, disimpan di brankas, kemudian diberi PIN, dan digembok."
Dalam peluncuran pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan terciptanya Kartin1 merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak menyatukan identitas pribadi wajib pajak dengan afiliasinya. Sejumlah data yang diintegrasikan di antaranya data nomor pokok wajib pajak (NPWP), kependudukan, imigrasi, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), hingga perbankan. Jumlah pemilik NPWP di Indonesia saat ini baru 32 juta orang. Menurut Sri Mulyani, proses integrasi ini akan dilakukan bertahap.
Menteri Sri Mulyani menambahkan, pembuatan platform Kartin1 efisien karena tidak menyedot anggaran jumbo. "Jangan khawatir butuh Rp 5 triliun, tidak seperti e-KTP," katanya. Pernyataan mantan pejabat Bank Dunia ini merujuk pada pengadaan KTP elektronik yang bernilai Rp 5,9 triliun dan disebut merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Dikembangkan sejak pertengahan tahun lalu, Iwan mengatakan, pembuatan Kartin1 tak melibatkan dana besar. Tim transformasi teknologi Direktorat Jenderal Pajak bukan membuat kartu, melainkan mengembangkan satu platform jaringan global. Aplet ini yang kemudian memungkinkan dipasang ke beragam kartu yang dimiliki masyarakat. "Itulah kenapa saya bilang ini bukan kartu, melainkan platform," ujarnya. Menurut dia, siapa pun bisa memakainya karena bisa dipasang ke kartu mana saja.
Iwan memastikan kehadiran Kartin1 sama sekali bukan untuk meniadakan fungsi pencatatan identitas di KTP elektronik. Justru, menurut dia, penggunaan platform Kartin1 mesti menggunakan KTP elektronik sebagai sumber data identitas awal sebelum menggandeng institusi lain. Untuk saat ini, selain data nomor induk kependudukan dan nomor pokok wajib pajak, Kartin1 akan digunakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto menyatakan komitmennya mengintegrasikan data ke Kartin1. Menurut dia, upaya integrasi ini memberi banyak manfaat. Apalagi platform serupa lazim diterapkan di dunia internasional, yaitu menggabungkan data jaminan sosial dengan perpajakan.
Agus berharap Kartin1 dapat memberi manfaat maksimal meningkatkan keamanan dan kemudahan akses layanan BPJS Ketenagakerjaan sebagai bentuk peningkatan fasilitas serta kenyamanan nasabah. "Kami juga sudah mengadakan skema pemasaran, seperti diskon khusus berbelanja di beberapa merchant, karena jumlahnya ribuan dan membutuhkan teknologi terbaru," ucapnya.
Saat ini ada 22,6 juta pemegang nomor BPJS Ketenagakerjaan yang status kepesertaannya masih aktif. Ia berencana implementasi platform Kartin1 akan dilakukan bertahap mulai tahun depan. "Sekarang sedang kami susun skenario tahapannya," kata Agus.
Ia berharap akan semakin banyak instansi dan lembaga yang bergabung dalam platform Kartin1, sehingga manfaat yang dirasakan masyarakat lebih optimal. "Saya harap kartu ini bukan hanya untuk kegiatan administrasi, tapi juga transaksi keuangan," ujarnya.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan kartu ini akan dimanfaatkan tak hanya untuk data nomor pokok wajib pajak, tapi juga terintegrasi dengan kartu anjungan tunai mandiri dan akses Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan. Menurut dia, kartu ini juga diharapkan bisa menjadi kartu sakti segala fungsi, yakni sebagai uang elektronik transaksi di toko dan jalan tol serta pembayaran administrasi kendaraan bermotor. "Kartin1 juga bisa digunakan untuk kartu kredit," kata Ken, akhir Maret lalu di Makassar. Ia berencana menggandeng Bank Mandiri untuk menjalankan program ini.
Setelah program pengampunan pajak berakhir, Direktorat Jenderal Pajak menggadang-gadang Kartin1 berfungsi untuk memprofilkan data wajib pajak. Menurut Iwan Djuniardi, platform ini bahkan semula disiapkan tak hanya buat menghimpun data identitas, tapi juga data transaksi para wajib pajak. Apalagi kartu kombo terbitan perbankan memiliki kapasitas sampai 80 kilobita (kb) sehingga memungkinkan dipasang platform Kartin1.
Persoalannya, menurut Iwan, ada resistansi baik dari regulator terkait dengan transaksi keuangan maupun masyarakat. "Masyarakat mungkin akan berpikir, Pajak ini mau apa dengan menghimpun data transaksi mereka," ujar Iwan. "Makanya sekarang kami himpun data identitas saja."
Hingga kini, Bank Indonesia belum memberi restu. Meski prototipe Kartin1 sudah diluncurkan pada Jumat dua pekan lalu, bank sentral belum memutuskan perizinan khusus untuk Kartin1, terutama kemungkinan pemanfaatan platform untuk mengakses data transaksi pembayaran.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eni V. Panggabean mengatakan tim bank sentral masih mengkaji fungsi dan tujuan kartu tersebut. "Kalau cuma data, ya, silakan. Tapi, kalau sudah menyangkut alat pembayaran menggunakan kartu, tentu harus berizin dan mendapatkan persetujuan," kata Eni di Semarang, Jumat dua pekan lalu.
Menurut Eni, perizinan perangkat alat pembayaran dengan kartu membutuhkan kajian khusus. Pemohon juga harus melengkapi semua persyaratan dari Bank Indonesia. "Saya tak tahu persisnya apakah itu hanya data atau uang elektronik," ujarnya.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memberi jawaban serupa. Menurut dia, sulit mengaplikasikan Kartin1 untuk semua wajib pajak. Sebab, proses perizinan, terutama menjadikan platform tersebut sebagai uang elektronik, membutuhkan kajian panjang dan keterlibatan beragam pihak. "Perlu waktu untuk merespons persetujuan atau tidak dari kami," kata Agus Martowardojo seusai rapat koordinasi pangan di Semarang, Jumat dua pekan lalu.
Ia justru merekomendasikan agar perangkat tersebut digunakan di lingkup Kementerian Keuangan atau Direktorat Jenderal Pajak lebih dulu. "Sebetulnya perbankan ingin menawarkan produk uang elektronik kepada pegawai Ditjen Pajak, bukan menawarkan kepada wajib pajak," ujarnya.
Meski sempat disebut sebagai salah satu institusi yang akan menggunakan platform Kartin1, Bank Mandiri belum bisa memberi kepastian. Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartiko Wirjoatmodjo mengatakan timnya masih membahas perizinan dan infrastruktur layanan ini kepada Bank Indonesia. Sebab, dalam jangka panjang, kartu tersebut akan mengurangi transaksi tunai perbankan. "Fungsi Kartin1 dari sisi pembayaran ini harus jelas nantinya apa saja," kata Kartiko.
Ayu Prima Sandi, Vindry Florentin (jakarta), Putri Adityowati (semarang), Didit Hariyadi (makassar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo