Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Minta Disuntik

PT Semen Nusantara, perusahaan patungan Jepang-Indonesia minta disuntik pemerintah. untuk mengatasi kerugian akibat beban utang valuta asing. Pesimistis untuk dikabulkan. (eb)

8 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA yang diperoleh PT Indocement dari pemerintah, pertengahan tahun silam, ternyata membuat beberapa perusahaan lain ingin pula menikmatinya. Kini, beberapa pabrik semen swasta "kecil" juga meminta penyertaan modal pemerintah. Hal itu diungkapkan Dirut PT Semen Nusantara Bernard Ibnuhardjojo, di DPR belum lama ini. Bernard menuturkan kepada TEMPO bahwa Nusantara sendiri sebenarnya tidak dalam keadaan payah. Pabriknya di Cilacap yang berkapasitas produksi 750.000 ton per tahun dan menduduki urutan "ketiga dari bawah" dalam daftar 10 pabrik semen di Indonesia, masih mampu berproduksi sekitar 90% lebih. Tapi Nusantara merasa dipojokkan oleh kebijaksanaan moneter pemerintah. Pabrik yang dibangun tahun 1977 dengan kredit valuta asing US$ 180 juta dari dua perusahaan Jepang, Onoda dan Mitsui, itu sama sekali tak diimbangi dengan usaha "pengamanan". Misalnya, dengan mencari valuta asing ataupun memanfaatkan fasilitas swap. Padahal, setahun setelah pabrik mulai beroperasi, sudah ada gelagat yang bisa menyedot habis keuntungannya. Pada November 1978, terjadi devaluasi, sehingga kurs dolar naik dari Rp 415 menjadi Rp 600. Hal itu masih bisa diatasi Nusantara dengan meminta kelonggaran angsuran utangnya kepada para kreditur. "Seharusnya kredit selesai 7 tahun. Tapi kami bisa minta diundur menjadi 10 tahun," tutur Bernard. Sementara itu, kurs ternyata diambangkan pemerintah, bahkan pernah lewat devaluasi lagi 1983, hingga mencapai ketinggian sekitar Rp 1.128 per dolar -- atau dua setengah kali lebih tinggi dari kurs 1977. "Otomatis, bunga kredit yang hanya 71/2 persen per tahun, sebenarnya lebih dari 18%," tutur Bernard. Bahwa tidak memanfaatkan fasilitas swap dari Bank Sentral, katanya, karena masih mempercayai pemberi kredit. Para pemilik saham perusahaan patungan ini adalah PT Gunung Ngadeg Jaya (Indonesia) dan Asano serta Mitsui (Jepang). Namun, kini, Nusantara sedang mencoba juga meminta fasilitas dari pemerintah, yakni suntikan modal dan kredit rupiah berbunga murah. "Dengan itu, sebenarnya, kami ingin mengingatkan pemerintah bahwa setiap tahun kami dirugikan dari kurs saja sebanyak Rp 4-Rp 5 milyar," tutur sang dirut, sambil tersenyum. Sejauh ini, perusahaan patungan modal asing itu memang dilarang menggunakan kredit dalam negeri. "Kalau diperbolehkan, kerugian bisa ditekan, dan bisa juga digunakan untuk membayar pajak yang lain," kata Bernard. Diakuinya, pendapatan semen bercap Borobudur itu masih baik: harga penjualan masih di atas biaya produksi. Karena itu, merasa tak perlu mengekspor. Menurut Bernard pasaran Asia sudah dikuasai Jepang dan Korea, yang berani melakukan banting harga. "Mereka berani menjual US$ 40 per ton mana kami berani?" ujarnya. Keinginan Nusantara, tampaknya, sulit dilayani. Sebab, bertepatan dengan usaha pemerintah mengetatkan kredit murah. Sedangkan dana yang disediakan untuk penyertaan modal juga dibatasi. PT Jasa Marga, pengelola jalan tol, yang merupakan pesero pemerintah sendiri, tahun lalu juga gagal mendapatkan tambahan penyertaan modal pemerintah untuk mengatasi kesulitan beban utang valuta asing. Kepada TEMPO, Menteri Keuangan Radius Prawiro mengatakan, "Telah mendengar kasus Semen Nusantara, tapi para pemegang sahamnya sedarig. membicarakan masalah ini. Saya tidak ingin mengambil langkah mendahului." Menurut Bernard, Nusantara memang berniat merundingkan kembali soal utang dengan para kreditur. Utang pabrik semen itu kini tinggal sekitar US$ 40 juta, dan diperhitungkan baru bisa dilunasi dalam tempo lima tahun lagi. "Kami meminta mundur lagi, dari 10 tahun menjadi 15 tahun," kata Bernard. MW Laporan Erlina (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus