Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah resmi menyuntik dana sebesar Rp 16,6 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Perum Bulog. Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta. Jumat, 31 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menjelaskan, uang sebesar itu akan digunakan perusahaan pelat merah itu untuk menyerap beras sebanyak 3 juta ton hingga April 2025. Terlebih pemerintah telah mencabut aturan rafaksi sehingga gabah dengan kondisi apapun wajib dibeli Bulog seharga Rp 6.500 per kilogram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tadi kami bahas panjang mengenai Bulog. Keuangannya sudah tidak ada masalah. Uang Bulog ada Rp 23 triliun sudah siap. Sekarang sudah disepakati Rp 16,6 triliun lagi dari Menteri Keuangan. Jadi sudah ada Rp 39 triliun,” ujar Zulhas seusai rakortas.
Tapi Bulog tak bisa sendirian dalam menyerap beras dengan target ambisius itu. Zulhas mengatakan, Bulog memerlukan dukungan dari semua pihak, termasuk Menteri Dalam Negeri, gubernur, bupati, camat hingga ke tingkat kepala desa. Alasannya, pengelolaan sawah sampai ke tingkat desa.
“Tidak ada alasan Bulog untuk tidak dapat membeli dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah,” ujar Zulhas
Sedangkan Direktur Utama Bulog Wahyu Suparyono mengatakan, suntikan dana itu merupakan investasi pemerintah. Selaku operator, Bulog akan menerima uang itu secara langsung. Tapi ia masih harus menunggu prosedur administratif ihwal penyuntikan dana itu.
“Tunggu dulu nanti mau dibahas dulu,” ujarnya di tempat yang sama.
Bulog sebelumnya menyatakan memerlukan anggaran paling sedikit Rp 57 triliun untuk menjalankan penugasan pemerintah menyerap beras hingga April 2025 untuk cadangan beras pemerintah (CBP). Karena target naik dari 2 juta menjadi 3 juta ton setara beras, perusahaan pelat merah ini meminta bantuan pendanaan dari pemerintah.
Direktur Keuangan Bulog Iryanto Hutagaol mengatakan, perusahaan pelat merah ini kini masih memiliki stok sebanyak 1,7 juta ton di gudang. Dengan target awal serapan beras sebanyak 2 juta ton, stok akhir tahun diproyeksikan sebanyak 1,2 juta ton. Artinya, Bulog akan mengelola beras sebanyak 3,7 juta ton sepanjang tahun.
"Tapi dengan kabar kami diminta menyerap 3 juta ton, artinya kami akan mengelola 4,7 juta ton. Kalau kami hitung harga Rp 12 ribu per kilogram, artinya 4,7 juta dikali Rp 12 ribu, kurang lebih Rp 57 triliun harus kami sediakan," ujar Iryanto di Kantor Bulog, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025.
Anggaran ini masih ditambah dengan biaya pengolahan sebesar 10 persen dari total kebutuhan. Biaya pengolahan ini, Iryanto mengatakan, selalu diperlukan setiap tahun. Kendati besar, ia berujar total pendanaan Bulog masih tidak sebesar usaha-usaha yang besar, yakni kurang lebih Rp 60 triliun untuk mengolah beras 4,7 juta ton.
Bulog selama ini dibantu oleh perbankan dalam mendanai operasionalnya. Tapi dengan adanya tambahan penugasan, Iryanto mengatakan Bulog saat ini sedang berbicara dengan pemerintah untuk meminta bantuan pendanaan yang terstruktur. "Kalau struktur kami dibantu oleh pemerintah, nanti pemerintah sebagian memberikan APBN-nya langsung kepada kami," tuturnya.
Pilihan Editor: Dampak Penghematan Belanja Pemerintah ke Bisnis Hotel