MIKHAIL Gorbachev?saat menjabat Presiden Rusia?pernah ditertawakan kaum pria di negeri itu. Gara-garanya, Gorbachev mengeluarkan sebuah kebijakan yang tidak populer: kampanye antialkohol. Padahal, sejak zaman Tsar, pria Rusia sudah akrab dengan minuman memabukkan itu. Konon, kampanye Gorbachev itu turut merusak citranya di mata pria Rusia. Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, tentunya tidak akan sesial Gorbachev. Sebab, pria Indonesia tidak akan menertawakan kebijakan baru sang Menteri soal minuman beralkohol, yang menurut Luhut sendiri akan segera diteken.
Luhut memang tidak akan ditertawakan. Tapi, dari kebijakannya, ia akan menuai protes dari sejumlah distributor minuman keras. Ini penyebabnya. Dalam beleid yang terdiri dari 9 bab dan 46 pasal itu, ada tamu baru yang hingga kini namanya masih tersimpan di saku Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Dalam rute perjalanan minuman keras?dilampirkan dalam beleid baru?tamu tak dikenal itu terselip di antara PT Dharma Niaga (importir minuman) dan sejumlah distributor yang akan memasarkan minuman keras. Tamu baru itu berfungsi sebagai perantara. Sementara sebelumnya produk langsung disalurkan dari Dhama Niaga ke sejumlah distributor, dengan beleid baru itu produk harus ngendon dulu di gudang perusahaan tak dikenal tadi, dan baru dikirimkan ke perusahaan distributor.
Belum lagi kebijakan diteken, protes sudah bergaung. Adalah Asosiasi Toko Bebas Bea Indonesia (ATBBI), yang selama ini menerima pasokan dari Dharma Niaga, yang pertama kali melancarkan protesnya. Dalam siaran persnya, Jumat pekan lalu, asosiasi dengan 22 anggota ini mempersoalkan kehadiran perusahan baru itu. "Perusahaan baru itu memperpanjang perjalanan produk, yang tentunya menambah biaya," kata Karsono, Ketua ATBBI. Dari segi perencanaan, perusahaan baru itu juga menambah ruwet perencanaan distribusi. Sebab, sebagian minuman yang dibeli oleh distributor anggota ATBBI akan dire-ekspor ke luar negeri. Menurut Karsono, jadwal re-ekspor ini susah dipastikan karena produk harus mengendap dulu di gudang perusahaan misterius tadi. Akibatnya, anggota ATBBI harus siap bongkar-pasang rencana distribusinya kapan saja. "Bukankah ini menambah pekerjaan," tutur Reimer Simorangkir, Sekretaris ATBBI.
Sebelumnya, Asosiasi berniat memperpendek jalur dagangnya dan meminta kepada Departemen Perindustrian dan Perdagangan hak mengimpor untuk keperluan anggota asosiasinya. Permohonan sudah diajukan November 2000 lalu. Belum lagi permohonan itu dijawab, PT Dharma Niaga memangil pengurus ATBBI, 29 Januari lalu. Dalam pertemuan itu, Dharma Niaga memaparkan rute baru tadi. Anehnya, saat pertemuan itu, pihak Dharma Niaga tidak menyebutkan nama sang pendatang baru. Bukan karena ingin merahasiakannya, tetapi Dharma Niaga pun belum mengetahui nama perusahaan itu. "Hingga sekarang kami tidak tahu nama perusahaan yang nantinya menjadi perantara itu," kata Karsono. Karena tak jelas siapa pemiliknya, rumor pun beterbangan.
Sejumlah sumber TEMPO menuturkan, pemilik perusahaan misterius itu tak jauh-jauh dari kerabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan sendiri. "Perusahaan itu adalah milik Andi Wirawan, yang juga terlibat dalam usaha penjualan minuman keras," kata sumber TEMPO di Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Tapi, menurut sumber ini, Andi bekerja untuk Tommy Winata, pemilik Grup Artha Graha, yang juga cukup dekat dengan Menteri Luhut. Sumber ini bahkan berani memastikan bahwa Andi Wirawan bermain uang untuk memasukkan perusahaan baru itu.
Rumor ini memang tidak jelas kebenarannya. Andi Wirawan sendiri menolak semua tudingan ini. "Silakan ngomong apa saja, tetapi saya tidak terlibat dalam urusan itu," kata Andi Wirawan kepada TEMPO. Dirjen Bea Cukai, Permana Agung Darajattun, yang disebut-sebut disodori Rp 200 juta, setali tiga uang dengan Andi. Melalui Direktur Cukai, Nisfu Hasbullah, Permana Agung mengakui bahwa dirinya tidak pernah diajak dalam pembuatan beleid minuman keras itu. "Jadi, bagaimana saya bisa dilobi. Ikut saja tidak," ujar Nisfu, menirukan ucapan atasannya itu.
Menteri Luhut?saat ini berada di Amerika Serikat?juga membantah keras gosip yang menuding dirinya disodori uang suap Rp 300 juta. "Wah, saya enggak kenal tuh orang. Bagaimana dia bisa menyuap saya," kata Luhut. Menurut Luhut, keputusan baru soal impor minuman keras itu bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak minuman beralkohol. "Niat saya baik, meningkatkan pendapatan negara dari Rp 5 miliar menjadi Rp 60 miliar," ujar Luhut. Sayangnya, Luhut tidak menjelaskan bagaimana caranya?dengan beleid barunya?pajak Rp 5 miliar bisa membubung ke angka Rp 60 miliar per tahun.
Yang jelas, para distributor minuman keras memang mesti mengeluarkan duit lebih banyak. Cuma, tampaknya duit tak semua mengalir ke pemerintah. Menurut Karsono, dalam pertemuan ATBBI dengan Dharma Niaga, disinyalir perusahaan misterius itu akan menempel sejumlah stiker pada botol minuman keras. Dan untuk setiap stiker, para distributor harus membayarnya. Hak memungut uang semacam ini pada 1995 juga pernah diberikan kepada Arbamas?perusahaan milik Ari Sigit dan Emir Baramuli?tapi gagal diberlakukan karena protes para distributor minuman keras.
Sekarang, belum jelas apakah protes para distributor minuman keras kali ini bisa mengalahkan si perusahaan misterius. Yang jelas, pengedar minuman keras sekarang ini tak hanya harus berhadapan dengan model-model perusahaan misterius semacam itu. Di samping itu, mereka harus menghadapi aksi sejumlah "polisi moral" yang kerap merazia toko-toko minuman keras.
Wens Manggut dan Rommy Fibri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini