Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Misteri telepon genggam

Eddy tansil diberitakan mengandalkan telepon genggam untuk mentransfer uang sebesar Rp 250 milyar. pelacakan kekayaannya akan dilakukan di dalam dan luar negeri.

26 Maret 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMEWAHAN di kamar tahanan sudah jadi biasa, tergantung siapa yang dijebloskan ke dalamnya. Kulkas, teve, video, bahkan komputer, sudah tidak mengejutkan, bila saja yang mendekam di kamar itu pengusaha atau tokoh mafia, misalnya. Tapi Eddy Tansil (ET) mengandalkan satu kemewahan lain, yakni telepon genggam. Berita seputar ET dan telepon genggam itu dimuat harian Suara Pembaruan, Rabu pekan lalu. Dan diberitakan, melalui telepon sakunya itulah ET berhasil mentransfer dana yang disimpannya di sebuah bank sebesar Rp 250 miliar. Siapa sumber berita sensasi itu, tak disebutkan. Sumber TEMPO di Kejaksaan Agung memang membenarkan tentang lolosnya telepon genggam ke tangan ET. Penyelundupan itu, "Bisa dilakukan oleh istrinya, atau oleh orang lain," ungkap sumber tersebut. Yang agaknya pasti, telepon itu bisa masuk ke kamar ET, berkat fulus sejuta rupiah yang, kabarnya, diberikan kepada seorang penjaga. Syahdan, kejaksaan baru mengetahui adanya alat komunikasi itu pada malam Lebaran lalu. Katakanlah, cerita tentang telepon selundupan itu benar adanya. Tapi benarkah ET, tersangka utama kasus pembobolan Bapindo, telah berhasil memindahkan Rp 250 miliar? Itulah teka- teki yang perlu segera dipecahkan oleh Kejaksaan Agung. Sumber TEMPO menyatakan juga bahwa pelacakan kekayaan ET akan dilakukan di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, selain rekening milik Eddy atau Golden Key Group yang akan ditelusuri, juga rekening orang-orang yang dekat dengannya. Termasuk istri serta enam saudara kandung ET. Indikasi itu tampak dari sebuah surat yang dilayangkan Menteri Keuangan pekan lalu. Di surat itu, Menkeu telah memberikan mandat kepada lima orang jaksa untuk memeriksa rekening beberapa orang yang dekat dengan ET. Di antaranya rekening pemilik department store Grup Ramayana, yang konon ikut dimiliki orang dekat ET. Bahwa Eddy Tansil akhirnya menyeret banyak tersangka lain, bisa dimaklumi. Ayah empat anak ini (dua anak bersekolah di Singapura) tidak bermain sendiri. Selain beberapa pejabat tinggi dan pengusaha, ia juga melibatkan sanak saudaranya. Di Golden Key Group (GKG), ET mengangkat Indriyana, istrinya, sebagai direktur keuangan. Indriyana yang berparas lumayan dan tamatan SMA ini memiliki kekuasaan yang tak kalah besar dibandingkan dengan sang suami. Untuk beberapa jabatan kunci, ia telah mengangkat beberapa saudara dekatnya. Jabatan bendahara diberikan kepada salah seorang adiknya. Beberapa saudaranya yang lain, terhitung adik dan ipar, juga duduk di pos-pos strategis. Tapi, "Pelacakan akan kami lakukan sampai ke sana, tunggu saja," kata seorang jaksa. Dari cara kerjanya terkesan, aparat lembaga ini tak mau setengah-setengah. Kabarnya, hingga kini telah diperiksa puluhan saksi, yang sebagian besar berpotensi untuk menjadi tersangka. Kerja keras itu dilakukan, mungkin, karena Pemerintah belum sukses menarik kembali uang negara yang tersangkut di tangan ET. Menurut sebuah sumber, Kejaksaan baru berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 700 miliar. Tapi, ada juga yang bilang hasil sitaan hanya Rp 600 miliar. Sementara itu, kabar terakhir dari kantor Departemen Keuangan menyebutkan bahwa sebenarnya kerugian Bapindo akibat skandal ini adalah sebesar Rp 1,7 triliun. Berarti Rp 400 miliar lebih tinggi dari yang diberitakan selama ini. Tak mengherankan bila Kejaksaan Agung menyiapkan sebuah tim untuk melacak harta Eddy Tansil di luar negeri. Konon, selain di beberapa perusahaannya yang bermarkas di Hong Kong (di antaranya Golden Step Development), ET juga memiliki perusahaan lain di berbagai negara. Rekening banknya juga menyebar. Kabarnya, di sebuah bank di Prancis, ET punya simpanan 100 juta dolar AS. "Yang menyangkut bank asing ini memang cukup sulit dan prosedurnya berbelit," kata seorang penyidik. Bandingkan saja dengan rekening (bekas) Presiden Marcos di Swiss. Sampai kini pemerintah Filipina belum berhasil mencairkan simpanan Marcos -- yang dianggap sebagai uang milik rakyat Filipina -- padahal berbagai upaya sudah dicoba. Tak mengherankan jika dikatakan "sulit dan berbelit". Walaupun agak repot dan tidak terlalu menjanjikan, dalam kasus Eddy Tansil, Pemerintah rupanya tak cepat menyerah. Selain tim yang dibentuk Kejaksaan Agung, Pemerintah juga kini tengah mempertimbangkan sebuah usulan -- yang tak jelas dari mana datangnya -- yang menyarankan agar menyewa sebuah perusahaan detektif khusus untuk menangani soal-soal bisnis. Sebuah kantor investigator yang, kabarnya, telah dihubungi adalah Croll yang bermarkas di New York. Konon, detektif dari kantor ini memiliki reputasi yang tak perlu diragukan lagi. Mereka bisa melacak perjalanan uang bersih maupun kotor yang dimiliki oleh seorang pengusaha, bahkan milik mafia sekalipun. Ya, moga-mogalah.Budi Kusumah dan Ahmed K. Soeriawidjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum