Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Brahmantya Satyamurti Poerwadi punya tugas tambahan. Sebagai Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, dia tidak hanya memantau laut, tapi juga mengamati Twitter. Dia harus mengikuti isu terbaru yang beredar di jagat maya, khususnya perkara reklamasi Teluk Benoa di Bali. “Dulu saya hanya follow Metallica atau grup band lainnya. Sekarang harus follow Gendo (Wayan ‘Gendo’ Suardana) juga,” kata Tyo—sapaan akrab Brahmantya—Rabu pekan lalu. “Tapi Gendo sudah follow saya juga.”
Tyo mengaku pernah bertemu dengan Gendo, anggota Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Gendo adalah salah satu Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI), gerakan penolak reklamasi Teluk Benoa. Pertemuan keduanya terjadi pada akhir 2016, ketika Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memperpanjang izin lokasi reklamasi Teluk Benoa untuk PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) milik tai-pan Tomy Winata. Tomy berencana menggelontorkan Rp 30 triliun—nilai estimasi 2014—untuk menyulap teluk itu menjadi sembilan pulau destinasi wisata baru.
Dua tahun berselang, Tyo berurusan lagi dengan Gendo. Gara-garanya: Susi menerbitkan izin lokasi baru buat TWBI pada 29 November 2018. Izin baru itu berlaku selama dua tahun. Tyo menerangkan, TWBI mengajukan permintaan izin lokasi pada 23 November 2018.
Tomy Winata
Tomy Winata berencana menggelontorkan Rp 30 triliun—nilai estimasi 2014—untuk menyulap teluk itu menjadi sembilan pulau destinasi wisata baru.
Menurut Gendo, kelompoknya baru tahu ada izin lokasi itu ketika Walhi Bali menghadiri asistensi penyusunan naskah akademik zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di kantor Menteri Susi, 19 Desember 2018. Dalam rancangan yang dibawa ke Jakarta tersebut, Teluk Benoa masuk kawasan konservasi maritim.
Seorang anggota staf Kementerian kaget atas usul itu karena Susi sudah menerbitkan izin lokasi reklamasi buat TWBI. Gendo mengungkapkan, Direktur Eksekutif Walhi Bali Made Juli Untung Pratama dan Deputi Internal Walhi Bali Suryadi Darmoko, yang hadir dalam pertemuan tersebut, terkejut mendengar pengakuan itu. “Kalau tidak ada pertemuan itu, mungkin kami tidak akan tahu ada izin lokasi reklamasi Teluk Benoa,” tutur Gendo, Jumat pekan lalu.
Izin lokasi yang baru itu membuyarkan perayaan kemenangan ForBALI pada 27 Agustus 2018. Saat itu, kata Gendo, For-BALI bersukacita karena sampai masa berlaku izin lokasi berakhir pada 25 Agustus 2018, TWBI tak kunjung mengantongi izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Padahal itu adalah izin perpanjangan setelah perusahaan mengantongi izin pertama pada 2014. “Konsekuensi logisnya, otomatis pembahasan analisis mengenai dampak lingkungan berhenti,” ujarnya.
Gendo bukannya tidak sadar bahwa TWBI atau investor lain masih bisa meminta izin lokasi yang baru. Apalagi Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawa-san Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita) masih berlaku. Peraturan yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menganulir status konservasi Teluk Benoa yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011. “Sepanjang Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 masih berlaku, Teluk Benoa akan tetap terancam direklamasi oleh siapa pun,” ucap Gendo.
Tyo mengakui Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 adalah pangkal perizinan reklamasi Teluk Benoa. Menurut Tyo, Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya melaksanakan fungsi administratif ketika menerbitkan izin lokasi. “Siapa pun, bukan hanya TWBI, bisa mengajukan izin lokasi di Teluk Benoa,” katanya.
Izin lokasi adalah modal bagi investor untuk mengurus izin lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Setelah investor mengantongi izin lingkungan—berupa analisis mengenai dampak lingkungan (amdal)—barulah Kementerian Kelautan menerbitkan izin -reklamasi.
Untuk setiap izin lokasi baru, pemrakarsa harus merogoh duit Rp 18,6 juta per hektare. TWBI mengeluarkan Rp 13 miliar karena akan mereklamasi teluk seluas 700 hektare. Setoran itu masuk penerimaan negara bukan pajak.
Bukti TWBI telah menyetorkan penerimaan negara itu diklaim perusahaan sebagai komitmen mereka. Menurut Direktur TWBI Hendy Lukman, proyek ambisius Teluk Benoa bukan barang baru. TWBI juga bukan peminat tunggal dan pertama. “Ini barang sudah lama sekali,” ucapnya di Jakarta, Selasa pekan lalu.
TWBI mulai membangun fondasi rencananya pada 2012. Perusahaan telah mendapat rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung pada 28 Desember 2012. Rekomendasi serupa datang dari DPRD Provinsi Bali pada 20 Desember 2012. Rekomendasi inilah yang menjadi dasar Gubernur Bali Made Mangku Pastika—waktu itu masih disokong Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sebelum melompat ke Demokrat pada 2014—menerbitkan Surat Keputusan Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa. Surat itu memicu gelombang protes. Pastika kemudian merevisinya menjadi izin studi kelayakan rencana pemanfaatan, pengembangan, dan pengelolaan wilayah perairan Teluk Benoa pada 16 Agustus 2013.
Mengais Rezeki sampai ke Teluk
TWBI selanjutnya menyusun dokumen analisis dampak lingkungan pada 2014. Revisi dokumen rampung pada 4 Mei 2016, tapi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengembalikannya pada 10 Juni 2016. Kementerian meminta perusahaan membereskan masalah penolakan proyek. Sejak itulah pembahasan izin lingkungan reklamasi mandek.
Seorang pejabat pemerintah mengungkapkan, Gubernur Bali saat itu, Made Mangku Pastika, bolak-balik menanyakan nasib izin lingkungan perusahaan yang pembahasannya tengah mandek. Pada 1 Agustus 2016, Pastika menyurati Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya meminta kepastian amdal. “Menurut hemat kami, proses reklamasi Teluk Benoa sudah cukup panjang dan telah mengakomodasi semua peraturan dan pada prinsipnya kami menyetujui,” kata Pastika dalam surat tersebut.
Pastika bersurat lagi pada 15 Agustus 2016. Isinya serupa. Siti bergeming. Pastika kembali bersurat pada September 2016, tapi kali ini isinya lebih tajam. “Dia menjamin keamanan proyek tersebut dari gelombang protes,” tutur pejabat itu.
Dua tahun berlalu, surat Pastika datang lagi. Tapi, dalam surat kepada Presiden Joko Widodo tertanggal 20 Agustus 2018 itu, atau sembilan hari sebelum pensiunan jenderal polisi tersebut lengser dari kursi gubernur, Pastika meminta pemerintah membatalkan semua izin reklamasi Teluk Benoa. Surat ditembuskan kepada sejumlah menteri. Pastika menyatakan rencana pemanfaatan Teluk Benoa telah menjadi kontroversi dan polemik berkepanjangan sehingga dapat mengganggu stabilitas sosial serta iklim investasi. Sejumlah pertanyaan sudah disampaikan kepada Pastika melalui ajudannya. Tapi, hingga akhir pekan lalu, Pastika belum merespons permintaan konfirmasi Tempo.
Unjuk rasa menolak reklamasi Teluk Benoa di jalan tol Bali Mandara, Februari 2016. /Johannes P. Christo
Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan Kementerian Lingkungan Hidup Ary Sudijanto menuturkan, rekayasa dan mitigasi lingkungan yang disusun TWBI sebetulnya sudah beres. Bahkan, dengan pembuatan pulau-pulau—sembilan pulau—dan pengerukan alur laut antarpulau, daya tampung air Teluk Benoa bisa berlipat-lipat dibanding saat ini.
Ary juga menyebutkan reklamasi tidak akan menyentuh bakau di sepanjang bibir teluk. Risiko abrasi praktis minim. “Cuma, masih terbentur di aspek sosial dan budaya,” ucap Ary, Kamis pekan lalu. Aspek sosial berupa eskalasi penolakan dan faktor budaya berupa sabda Parisada Hindu Dharma Indonesia, yang menyebut Teluk Benoa sebagai kawasan suci.
TWBI menilai alasan sosial itu sebagai hal yang sangat abstrak dan dinamis. Menurut Direktur Utama TWBI Heru Budi Wasesa, perusahaan telah menyerap semua aspirasi dari para penolak dalam dokumen amdal. “Dokumen amdal itu bentuk perjanjian kami dengan masyarakat dan negara,” katanya, Selasa pekan lalu. “Kalau masih kurang, ya, mari kita bikin komitmen.”
Jejak Reklamasi di Pulau Dewata
1990
PT Bali Resort Megapolis mengajukan permohonan izin reklamasi Teluk Benoa.
1994
PT Bali Benoa Marina memperoleh izin Gubernur Bali untuk mereklamasi Teluk Benoa. Perusahaan milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto ini berencana membangun sirkuit balap mobil, lintasan kuda pacu, dua padang golf 18 lubang, real estate, hotel, dan Disneyland.
2006
PT Jaya Pacific Propertindo mendapat dukungan dari lima desa adat sekitar teluk untuk melakukan reklamasi.
2011
- PT Ulun Penyu mengantongi surat rekomendasi dari Bupati Badung tertanggal 27 Oktober 2011 untuk mereklamasi area teluk seluas 250 hektare.
- 27 Juli 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Perairan Teluk Benoa dimasukkan sebagai kawasan konservasi.
2012
- PT Bali Benoa Marina berganti nama menjadi PT Bali Benoa Resort, lalu kembali mengajukan permohonan izin kepada Pemerintah Provinsi Bali.
- PT Benoa Bali Indonesia mendapat rekomendasi dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Badung.
- PT Bangun Segitiga Mas mendapat izin prinsip dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali dan surat dukungan dari dua desa adat sekitar teluk.
- PT Bali Benoa Bay Development Corporation mengajukan permohonan izin reklamasi.
- PT Tirta Wahana Bali Internasional milik Tomy Winata mulai mengurus izin reklamasi.
- April: perusahaan memulai survei lokasi atas izin Bupati Badung. Perusahaan juga menggandeng Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana.
- Desember: perusahaan mengantongi rekomendasi dari Ketua DPRD Bali A.A. Ngurah Oka Ratmadi. Rekomendasi ditujukan kepada Gubernur Bali Made Mangku Pastika.
- 26 Desember 2012: Gubernur Bali Made Mangku Pastika menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Bali tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali seluas 838 hektare yang diprakarsai Tirta Wahana.
2013
- Gelombang penolakan reklamasi Teluk Benoa, yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI), mulai membesar. Dua pentolannya adalah Wayan “Gendo” Suardana, pegiat di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia; serta I Gede Ari Astina alias Jerinx, penggebuk drum Superman Is Dead.
- 25 Juni: Tomy Winata mendatangkan pemain sepak bola dunia, Cristiano Ronaldo, untuk ikut menanam bakau di Telaga Waja, pesisir Teluk Benoa, bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
- 12 Agustus: DPRD Bali menyurati Gubernur Bali agar mencabut surat keputusan 26 Desember 2012.
- 16 Agustus: Gubernur Made Mangku Pastika mencabut surat keputusan 26 Desember 2012 dan menggantinya dengan Surat Keputusan Gubernur Bali tentang Izin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan, dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa.
- 23 Desember: Made Mangku Pastika menyurati Menteri Koordinator Perekonomian selaku Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. Made meminta Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 direvisi supaya fungsi zona lindung di kawasan Sarbagita, khususnya Teluk Benoa, diubah menjadi kawasan pemanfaatan umum agar bisa direklamasi.
2014
- 13 Januari: rapat koordinasi terbatas—dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian—menyetujui perubahan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011.
- 22 Januari: ForBALI berunjuk rasa menolak reklamasi di depan Istana Negara, Jakarta.
- 1 Maret: Wayan Tirtayasa, aktivis Jaringan Aksi Tolak Reklamasi (Jalak) Sidakarya, ditangkap Kepolisian Daerah Bali. Ia dijerat dengan Pasal 336 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pengancaman. Tiga pegiat Jalak Sidakarya lain menyerahkan diri kepada Polda Bali. Penangkapan tersebut memicu eskalasi protes.
- 28 Maret: Polda Bali membebaskan empat aktivis Jalak Sidakarya.
- 30 Mei: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merevisi Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 dan mencabut status perairan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi. Perairan Teluk Benoa bisa dimanfaatkan, antara lain, untuk reklamasi.
- 25 Agustus: Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengeluarkan izin lokasi reklamasi kepada Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Izin berlaku dua tahun hingga 25 Agustus 2016.
- 6 Oktober: TWBI mengajukan kerangka acuan analisis dampak lingkungan hidup (andal) kepada Kementerian Lingkungan Hidup.
2015
2 Desember: Direktur Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyetujui kerangka acuan andal TWBI.
2016
- 25 Januari: sidang komisi pertama di Jakarta membahas andal TWBI.
- 29 Januari: sidang komisi kedua di Bali. Semua elemen, pendukung dan penolak, hadir di Gedung Wiswa Sabha Utama, kantor Gubernur Bali.
- 10 Februari dan 15 Maret: asistensi dan perbaikan dokumen andal.
- 10 Juni: Kementerian Lingkungan Hidup mengembalikan dokumen andal dan rencana pengelolaan lingkungan hidup-rencana pemantauan lingkungan hidup (RKL-RPL) karena derasnya penolakan dan keberadaan Teluk Benoa sebagai kawasan suci. Pemerintah berencana mengembalikan posisi Pulau Pudut, yang masuk rencana reklamasi, sebagai tempat ibadah umat Hindu.
- 1 Agustus: Gubernur Made Mangku Pastika menyurati Kementerian Lingkungan Hidup untuk meminta kepastian nasib andal TWBI.
- 15 Agustus: Gubernur Made Mangku Pastika kembali meminta kepastian nasib andal TWBI.
- 26 Agustus: TWBI mendapat perpanjangan izin lokasi reklamasi. Perpanjangan berlaku hingga 26 Agustus 2018.
- September: Gubernur Made Mangku Pastika kembali menyurati Kementerian Lingkungan Hidup. Isinya perihal jaminan keamanan bagi reklamasi Teluk Benoa.
2017
Pada 31 Maret, TWBI menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, yang mengembalikan andal dan RKL-RPL pada 10 Juni 2016. TWBI meminta Siti segera memutuskan nasib andal reklamasi Teluk Benoa.
2018
- 20 Agustus: Gubernur Made Mangku Pastika menyurati Presiden Joko Widodo untuk menghentikan proses perizinan reklamasi Teluk Benoa.
- 23 November: TWBI mengajukan permohonan izin lokasi baru reklamasi karena perpanjangan izin lokasi sebelumnya sudah berakhir.
- 29 November: Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan izin lokasi buat TWBI yang berlaku dua tahun.
- 21 Desember: Gubernur Bali Wayan Koster menyurati Presiden Jokowi meminta poses perizinan reklamasi Teluk Benoa disetop. Koster meminta Presiden mencabut Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 dan meminta Menteri Siti tidak mengeluarkan izin lingkungan buat TWBI.
KHAIRUL ANAM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo