Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal mengatakan pembentukan tim itu menindaklanjuti rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. “Tim ini terdiri atas perwakilan KPK, Mabes Polri, serta tokoh masyarakat dan pakar,” kata Iqbal, Jumat pekan lalu.
Surat tugas Kepala Polri menunjukkan anggota tim gabungan sebanyak 65 orang, terdiri atas 52 personel kepolisian, 7 pakar, dan 6 anggota staf KPK. Pakar yang masuk tim antara lain mantan Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji; Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti; dan mantan anggota Komnas HAM, Nur Kholis. Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menjadi penanggung jawab tim yang bekerja selama enam bulan untuk mengungkap kasus penyiraman air keras ke wajah Novel, yang terjadi pada 11 April 2017, ini.
Pada Desember lalu, Komnas HAM merekomendasikan penyelesaian kasus penyerangan Novel kepada tiga pihak, yaitu Kepala Polri, KPK, dan presiden. Komnas mendesak polisi membentuk tim gabungan dan meminta presiden memastikan Kepala Polri membentuk tim pencari fakta. Sedangkan KPK diminta mengambil langkah hukum karena penyerangan itu diduga sebagai perintangan penyidikan yang dilakukan Novel.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, organisasi pegiat hak asasi, Haris Azhar, menilai pembentukan tim yang didominasi polisi ini tak menghasilkan apa-apa. Sebab, 22 bulan sejak penyerangan terhadap Novel, penyelidikan oleh kepolisian jalan di tempat. Haris juga menuding pembentukan tim ini terkesan politis karena mendekati debat pertama pemilihan presiden, yang digelar Kamis pekan ini. “Saya khawatir pembentukan tim ini hanya untuk menyediakan jawaban buat Jokowi saat debat pilpres,” ujar Haris.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pimpinan lembaganya telah menerbitkan surat tugas pegawai yang masuk daftar tim. “KPK berharap itu berujung pada penemuan pelaku,” katanya.
Bawaslu Loloskan Oesman Sapta
BADAN Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyatakan Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Oesman Sapta Odang berhak menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah. Syaratnya, Oesman mundur dari kepengurusan partai jika terpilih sebagai anggota DPD. “Kalau dia tidak mundur, KPU tak perlu menetapkan Oesman sebagai calon terpilih,” kata Ketua Bawaslu Abhan, Rabu pekan lalu.
Oesman menggugat ke Bawaslu karena KPU tetap ngotot mencoret namanya sebagai calon senator. KPU mencoret Oesman karena Mahkamah Konstitusi melarang pengurus partai menjadi anggota DPD. Oesman menggugat keputusan KPU ke Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Dua lembaga itu menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi tak berlaku pada Pemilihan Umum 2019.
Kuasa hukum Oesman, Herman Qadir, menilai Bawaslu seharusnya langsung meloloskan kliennya tanpa syarat. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan lembaganya belum mengambil sikap atas keputusan Bawaslu.
Massa Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menggelar aksi damai. Dok TEMPO/Dian Triyuli Handoko
Mahasiswa Islam Dukung Khilafah
PUSAT Studi Islam dan Transformasi Sosial (CISForm) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Daerah Istimewa Yogyakarta, menggelar survei terhadap dosen dan mahasiswa program studi pendidikan agama Islam soal paparan radikalisme. Hasilnya, 10 persen mahasiswa menilai Pancasila tak sesuai dengan nilai-nilai Islam dan 36,5 persen mendukung sistem khilafah.
Ketua CISForm Muhammad Wildan mengatakan hasil survei juga menunjukkan 27,4 persen mahasiswa berpandangan kekerasan diperbolehkan dalam membela agama. “Ini mengkhawatirkan dan menjadi peringatan adanya radikalisme,” kata Wildan, Kamis pekan lalu.
Survei ini melibatkan 981 mahasiswa dan 169 dosen di 19 perguruan tinggi keagamaan Islam pada Juni-Desember 2018. Dosen UIN Sunan Kalijaga, Abdur Rozaki, mengatakan hasil penelitian itu menunjukkan radikalisme dan islamisme sudah merambah ke kampus keagamaan.
Edward Soeryadjaya Divonis 12 Tahun 6 Bulan
MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis pengusaha Edward Soeryadjaya 12 tahun 6 bulan penjara dalam perkara korupsi pengelolaan dana pensiun PT Pertamina. Ketua majelis hakim Suharso juga mewajibkan Edward membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 25,6 miliar. “Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” kata Suharso, Kamis pekan lalu.
Kasus ini bermula dari pembelian 2 miliar lembar saham PT Sugih Energy oleh Presiden Direktur Dana Pensiun PT Pertamina Muhammad Helmi Kamal Lubis—sudah divonis 7 tahun. Saham mayoritas Sugih Energy dipegang oleh Ortus Holding Ltd, dan Edward adalah direkturnya. Edward dituding mengatur jual-beli saham tanpa melakukan kajian dan merugikan negara Rp 599 miliar.
Pengacara Edward, Bambang Hartono, mengatakan akan mengajukan permohonan banding. “Hakim menyatakan Helmi sebagai pelaku utama. Seharusnya hukuman Edward di bawah Helmi.”
Polisi menggiring BBP (kanan), tersangka kasus berita hoax saat Rilis berita hoax 7 kontainer surat suara tercoblos. ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama.
Tersangka Hoaks Surat Suara Ditahan
MARKAS Besar Kepolisian RI menetapkan Bagus Bawana Putra sebagai tersangka kasus penyebaran hoaks soal tujuh kontainer surat suara dari Cina yang sudah dicoblos di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Bagus, yang diduga membuat konten dan pendengung atau buzzer, ditangkap di Sragen, Jawa Tengah, Senin pekan lalu. “Diduga dia berencana kabur setelah menyebarkan informasi tersebut,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, Rabu pekan lalu.
Kabar tujuh kontainer surat suara dari Cina yang tercoblos menghangat setelah politikus Partai Demokrat, Andi Arief, meminta Komisi Pemilihan Umum memeriksa kabar tersebut. KPU, yang mengecek ke Tanjung Priok, kemudian melapor ke polisi. Bagus tersangka keempat yang ditahan. Dia disebut-sebut sebagai Ketua Dewan Koalisi Relawan Nasional Prabowo Subianto.
Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ferry Mursyidan Baldan, membantah kabar bahwa Bagus adalah relawan mereka. “Kami tidak kenal dia,” ujar Ferry.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo