Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

MOMEN

26 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perbankan
Bunga Kredit Turun

Sejumlah bank menurunkan suku bunga kredit 0,5-1 persen. PT Bank Mandiri memberlakukan kebijakan ini sejak Selasa pekan lalu, demikian juga PT Bank Negara Indonesia. Penurunan ini mengikuti langkah Bank Indonesia yang memangkas suku bunga acuan (BI Rate) 50 basis point menjadi 8,75 persen pada awal tahun.

Sekretaris perusahaan Bank Mandiri Sukoriyanto Saputro mengatakan besaran angka penurunan diputuskan setelah menghitung suku bunga kredit secara keseluruhan. Selain itu, juga mempertimbangkan percepatan pertumbuhan sektor riil. "Agar terus bergerak," kata Sukoriyanto.

Direktur Utama BNI Gatot M. Suwondo sepakat dengan alasan tersebut. Bila memungkinkan, suku bunga kredit BNI yang saat ini 13 hingga 17 persen bisa kembali turun.

Namun, menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Wiwie Kurnia, pemangkasan sampai 1 persen dinilai tidak signifikan untuk mendorong daya beli masyarakat. "Paling tidak, bunga harus kembali pada posisi sebelum krisis, 10 hingga 12 persen," kata Wiwie.

Untung Rp 1,2 Triliun dari BBM

PEMERINTAH mengantongi keuntungan sekitar Rp 1,2 triliun dari bahan bakar minyak. Untung ini berasal dari selisih antara harga premium dan solar di pasar dunia yang lebih murah ketimbang harga jual eceran di dalam negeri. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Evita Legowo mengatakan duit tersebut telah dimasukkan dalam pembukuan negara di Departemen Keuangan.

Menurut Evita, saat ini pemerintah tidak lagi mensubsidi bensin premium dan solar. Namun, bila harga minyak dunia kembali naik, tidak tertutup kemungkinan kebijakan subsidi diterapkan kembali. Rencananya, pada 2010 premium dan solar akan benar-benar dilepas mengikuti harga pasar. "Kalau minyak tanah masih sulit dilepas karena harga keekonomiannya masih jauh."

Anggota Komisi Energi dan Sumber Daya Mineral Dewan Perwakilan Rakyat, Tjatur Sapto Edi, punya hitung-hitungan sendiri. Bila alpha (margin pengolahan dan distribusi) maksimum 15 persen, pemerintah bisa mengantongi keuntungan Rp 1,09 triliun. Jika alpha delapan persen, keuntungan Rp 1,4 triliun. "Penjualan BBM bersubsidi seharusnya tidak memberi keuntungan bagi pemerintah," kata dia.Menurut dia, saat ini harga jual premium bersubsidi mestinya Rp 3.361 per liter, belum termasuk pajak 15 persen. Asumsinya, harga rata-rata minyak di pasar spot Singapura bulan lalu mencapai 97,7 sen per galon, dengan kurs Rp 11.000 per dolar Amerika, dan alpha 15 persen. Pada prakteknya, pemerintah menetapkan harga Rp 4.500 per liter.

Kisruh Ladag Gas Natuna

SIAPA penggarap ladang gas di Blok Natuna D-Alpha kembali dipersoalkan. Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan kontrak lama yang dipegang ExxonMobil sudah berakhir. Oleh karena itu, perusahaan minyak dan gas asal Amerika ini tidak lagi berhak mengembangkan lapangan di Kepulauan Riau tersebut. "Siapa pun Presiden Amerika, tidak akan mengubah penilaian. ExxonMobil boleh masuk, tapi posisinya sama dengan perusahaan yang lain," kata Kalla, Selasa pekan lalu.

ExxonMobil berkeras masih mempunyai hak menggarap lapangan gas dengan cadangan hingga 46 juta kaki kubik itu dengan mengacu pada basic agreement yang diteken pada 1995. Perjanjian itu menyebutkan bahwa kontraktor dapat diperpanjang dua kali dua tahun setelah 10 tahun masa pengembangan. ExxonMobil menganggap semua ketentuan telah dipenuhi sehingga kontrak dianggap baru berakhir pada 9 Januari lalu. "Jadi, kontrak lama Natuna D-Alpha masih berlaku," kata juru bicara ExxonMobil, Maman Budiman.

Sebaliknya, pemerintah berkukuh kontrak telah habis pada 2005 dan tidak ada perpanjangan. Alasannya, sampai batas akhir masa kontrak, tak ada persyaratan yang dipenuhi ExxonMobil.

Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Sony Keraf mengatakan pemerintah sudah selayaknya mengambil alih blok tadi setelah kontrak kerja sama berakhir. "Pemerintah tidak perlu menanggapi manuver mereka. Natuna memang milik kita. Maka, segeralah ambil," kata Sony.

Penyimpangan Dana Asing Rp 438,15 Miliar

BADAN Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menemukan penyimpangan penggunaan dana pinjaman dan hibah dari luar negeri Rp 438,15 miliar. Sebagian di antaranya, sekitar Rp 330,41 miliar, sudah ditindaklanjuti.

Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian Binsar H. Simanjuntak, dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat pekan lalu, mengatakan temuan itu merupakan hasil audit pada 2008 terhadap realisasi 80 proyek tahun 2007 senilai Rp 17,05 triliun. Pinjaman dan hibah yang diaudit berasal dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, Bank Pembangunan Islam, Japan Bank for International Cooperation (JBIC), United Nations Development Programme, pemerintah Korea, dan pemerintah Kuwait.

Pada 2007 Indonesia memperoleh komitmen utang luar negeri US$ 16,67 miliar, terdiri atas 149 pinjaman proyek dan 11 pinjaman program. Nyatanya, yang terpakai hanya 50,06 persen atau US$ 8,34 miliar.

Audit hanya dilakukan terhadap 46,14 persen atau US$ 3,84 miliar, dari total penarikan pinjaman luar negeri per 31 Desember 2007 sebesar US$ 8,34 miliar. "Kami tidak dalam posisi mengambil inisiatif melakukan audit, tergantung mandat dan penunjukan," kata Binsar. Sebab itu, tidak semua proyek bantuan asing diaudit oleh badan pengawas ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus