Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kredit Investasi Padat Karya: Bisakah Mencegah PHK dan Pengangguran?

Pemerintah menyediakan stimulus baru untuk industri padat karya. Kredit investasi padat karya bukan solusi utama.

31 Desember 2024 | 12.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja menyelesaikan produksi kain di PT Trisula Textile Industries di Cimahi, Jawa Barat, Maret 2023. ANTARA/Raisan Al Farisi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah menjanjikan kredit investasi padat karya untuk pelaku usaha agar bisa berekspansi.

  • Pada 2009, pemerintah lewat Kementerian Perindustrian pernah menyalurkan bantuan pembelian mesin dengan anggaran sekitar Rp 300 miliar.

  • Kredit investasi padat karya bukan solusi memperbaiki industri padat karya yang kolaps.

RAPAT koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM pada Selasa, 24 Desember 2024, menyepakati stimulus baru untuk menolong industri padat karya. Pemerintah menjanjikan pembiayaan untuk pelaku usaha agar bisa berekspansi. Namanya kredit investasi padat karya.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, yang memimpin rapat tersebut, menyatakan stimulus ini khusus untuk membantu pelaku usaha di sektor padat karya merevitalisasi mesin mereka. Ia berharap kredit tersebut bisa mendongkrak produktivitas perusahaan dan mendorong efisiensi. "Skema kredit ini menawarkan sejumlah fitur menarik," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pinjaman yang digelontorkan berkisar Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar dengan bunga lebih rendah daripada kredit komersial. Jangka waktu pinjamannya bisa 5-8 tahun. Pemerintah menargetkan penyaluran pinjaman tahun depan sebesar Rp 20 triliun.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wirawasta, stimulus ini bukan yang pertama. Pada 2009, pemerintah lewat Kementerian Perindustrian, menyalurkan bantuan pembelian mesin dengan anggaran sekitar Rp 300 miliar. Program bernama "Revitalisasi dan Restrukturisasi Mesin Tekstil" itu berakhir pada 2016. Kementerian Perindustrian kembali membuat program serupa pada 2022 dengan anggaran sekitar Rp 20 miliar. 

Redma mengingat, keterbatasan anggaran membuat stimulus ini hanya untuk sektor pencelupan, percetakan, dan finishing. "Tahun lalu juga bujetnya tidak habis karena minim perusahaan yang membeli mesin," katanya kepada Tempo, Senin, 30 Desember 2024.

Redma memperkirakan program bantuan teranyar dari pemerintah sepi peminat. Sejak tahun lalu, pelaku usaha di industri hulu tekstil dan produk tekstil masih kesulitan menjual produk mereka. Pasarnya banjir oleh produk impor, khususnya yang ilegal. "Meski diberi keringanan kredit untuk membeli mesin, pengusaha tidak akan mengambil insentifnya selama mereka sulit menjual produknya."

Dia berharap pemerintah berfokus menyelesaikan akar masalah yang menimpa industri padat karya yang kolaps sehingga memicu naiknya angka pengangguran. Dalam konteks tekstil dan produk tekstil, isu importasi ilegal seharusnya menjadi perhatian utama. Menurut Redma, yang dibutuhkan adalah perlindungan terhadap pasar, khususnya dari barang impor ilegal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyatakan kredit investasi padat karya merupakan langkah positif jika suku bunganya kompetitif dan proses pengajuannya mudah. Dengan biaya investasi yang terjangkau, perusahaan bisa meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang berujung pada peningkatan daya saing produk. 

Tapi keberhasilannya akan sangat bergantung pada sejumlah faktor. Selain bunga rendah, perlu ada fleksibilitas tenor pembayaran hingga pendampingan teknis bagi pelaku usaha untuk memastikan kredit ini optimal meningkatkan produktivitas serta lapangan kerja. 

Shinta menambahkan, industri padat karya menghadapi tantangan besar akibat tingginya biaya operasional dan tekanan daya saing di pasar internasional. Asosiasi mengusulkan stimulus lain yang dampaknya akan lebih efektif. Salah satunya pengurangan pajak penghasilan badan untuk masa tertentu. "Ini guna memberikan ruang bagi perusahaan meningkatkan modal kerja dan berinvestasi," tuturnya. 

Apindo juga mengusulkan subsidi atau sebagian iuran BPJS Ketenagakerjaan ditanggung oleh pemerintah. Usulan lain adalah penundaan penerapan pajak pertambahan nilai sebesar 12 persen pada tahun depan agar tidak makin menekan daya beli masyarakat dan menambah beban bagi sektor formal. Terakhir, pelonggaran pajak daerah dan retribusi yang dapat diterapkan oleh pemerintah daerah untuk mendukung keberlanjutan usaha, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah di daerah.

Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu di pabrik sepatu PT Dwi Prima Sentosa (DPS) di Karang Tengah Pradon, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, 18 Januari 2024. ANTARA/M. Risyal Hidayat

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance Andry Satrio Nugroho menyatakan saat ini industri padat karya belum bisa berekspansi. Tekanan terhadap industri ini masih belum hilang, yaitu biaya produksi yang mahal serta pasar yang dibanjiri barang impor legal murah hingga barang impor ilegal. "Jadi, meski bantuan investasi ini baik, menurut saya, itu pelengkap saja. Akar masalahnya harus diselesaikan lebih dulu," ucapnya. 

Pemerintah perlu turun tangan untuk mengurangi ongkos produksi, misalnya dengan menyediakan energi dengan harga terjangkau. Selain itu, perlu ada perlindungan pasar dengan memperketat penegakan hukum terhadap barang ilegal hingga meningkatkan tarif bea masuk. Di tengah tekanan daya beli dari kenaikan sejumlah tarif pajak, masyarakat akan lebih melihat harga murah. Produk dalam negeri dengan kondisi pasar saat ini bakal kesulitan bersaing. 

Tempo berupaya meminta konfirmasi mengenai rincian skema penyaluran kredit investasi padat karya serta strategi pemerintah mengatasi masalah di industri padat karya kepada juru bicara Kementerian Koordinator Perekonomian, Haryo Limanseto. Namun, hingga berita ini ditulis, dia tak merespons.

Juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri, sebelumnya menyatakan stimulus kredit ini tetap penting untuk mengganti mesin yang tak lagi optimal. Ia membenarkan bahwa ada masalah dari sisi permintaan sehingga janji penerapan stimulus tersebut dilakukan bersamaan dengan pengamanan pasar. 

Menurut Febri, pihaknya telah mengusulkan agar kebijakan impor yang berlaku saat ini diubah. Harapannya, tak ada lagi pelonggaran impor sehingga pelaku usaha bisa bersaing. "Kalau banjir impor sudah berkurang, akan muncul permintaan," katanya.

Sementara itu, sektor perbankan menyatakan dukungan terhadap rencana pemerintah memberikan insentif kredit investasi. Vice President Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano menyatakan penyaluran kredit ke sektor padat karya dapat mendorong perekonomian kerakyatan yang dicanangkan pemerintah. Bank Mandiri menyalurkan kredit ke sektor padat karya, seperti sektor pengolahan, termasuk tekstil, sebesar Rp 178,32 triliun per September 2024. "Angkanya tumbuh 18,6 persen secara tahunan," ujarnya.

Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication PT Bank Central Asia Tbk Hera F. Haryn menyatakan pihaknya terbuka terhadap berbagai kesempatan untuk menyalurkan kredit, termasuk ke sektor padat karya. "Selama memiliki prospek dan tingkat risiko yang dapat terkelola dengan baik," ucapnya. Per September 2024, kredit korporasi BCA tercatat tumbuh 15,9 persen secara tahunan menjadi Rp 395,9 triliun di beragam sektor, baik padat modal maupun padat karya.

Han Revanda berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus