Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manufaktur
Cina Garap Krakatau Steel
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk menggandeng perusahaan Cina, MCC Ceri, untuk membangun pabrik pengolahan baja berkapasitas 1,5 juta ton per tahun senilai Rp 5,29 triliun. Penandatanganan kontrak dilakukan pada akhir Juli lalu. "Kami harap pendanaan tuntas paling telat Desember nanti," kata Presiden Direktur Krakatau Steel Fazwar Bujang di Cilegon, Banten, Rabu pekan lalu.
Pabrik baru yang akan mengolah bijih besi menjadi slab baja ini akan menempati lahan seluas 60 hektare. "Ditargetkan beroperasi pada 2014," ujar Fazwar.
Deputi Direktur Proyek Strategis Krakatau Steel Andi Soko Setiabudi mengatakan pendanaan proyek berasal dari pinjaman pemerintah Cina. Jumlahnya maksimal 80 persen dari nilai investasi.
Sebelumnya, Krakatau Steel telah menggandeng Pohang Iron and Steel Company (Posco) asal Korea Selatan. Mereka membentuk usaha patungan PT Krakatau Posco untuk membangun integrated steel mill berkapasitas 3 juta ton per tahun. Komposisi sahamnya, Krakatau Steel 30 persen dan Posco 70 persen. Krakatau Steel juga merangkul PT Aneka Tambang untuk membangun pabrik pengolah besi di Kalimantan.
Perbankan
Bank Mandiri Tertarik Mutiara
PT Bank Mandiri Tbk tertarik mengambil alih PT Bank Mutiara Tbk. "Kami sedang mengkaji peluang akuisisi itu," kata Direktur Utama Mandiri Zulkifli Zaini di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Seandainya rencana pembelian Bank Mutiara disetujui, menurut Zulkifli, Bank Mandiri berharap bisa menggunakan obligasi rekapitalisasi sebagai alat pembayarannya. Dana obligasi rekapitulasi milik Mandiri masih cukup besar, senilai Rp 79 triliun.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sebagai pemilik 99,9 persen saham Bank Mutiara, akan mengumumkan penjualan awal bulan ini. LPS berharap bisa menjual bank yang dulu bernama Century ini seharga Rp 6,7 triliun, sesuai dengan besaran dana bailout (talangan) pemerintah tiga tahun lalu. Ketua Dewan Komisioner LPS Heru Budiargo mengatakan mahal atau murah bukan persoalan pokok dalam penjualan Bank Mutiara. "Sesuai dengan Undang-Undang LPS, Mutiara paling lambat harus dijual dalam lima tahun, dengan Rp 6,7 triliun," ujarnya.
Perminyakan
Pertamina Mengklaim Tekor
PT Pertamina (Persero) mengklaim mengalami kerugian akibat bertambahnya kuota bahan bakar minyak bersubsidi. Jatah BBM yang harus disalurkan Pertamina bertambah dari 38,59 juta kiloliter menjadi 40,49 juta kiloliter, tapi pemerintah tak menaikkan margin alpha (biaya beban distribusi). "Kuota makin naik, kami merugi," ujar juru bicara Pertamina Mochamad Harun di Jakarta, Senin pekan lalu.
Pertamina meminta kenaikan alpha menjadi Rp 618,68 per liter. Namun usul itu ditolak pemerintah. Margin alpha BBM bersubsidi tak berubah, tetap Rp 595,46 per liter pada tahun ini. Pertamina mengusulkan kenaikan alpha karena dalam dua tahun terakhir tekor saat mendistribusikan BBM. Pada 2009, Pertamina merugi Rp 4,9 triliun dengan alpha Rp 429. Tahun lalu rugi Rp 2,5 triliun dengan alpha Rp 566,9 per liter. "Tahun ini kami perkirakan kerugian Rp 2 triliun," ujar Harun.
Namun, menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi Evita Legowo, kerugian Pertamina tidak akan mencapai Rp 2 triliun. "Ruginya Rp 800-900 miliar," ujarnya. Potensi kerugian Rp 2 triliun, kata Evita, lantaran Pertamina masih menggunakan asumsi acuan minyak mentah Indonesia US$ 80 dengan kurs Rp 9.250 per dolar Amerika Serikat. Padahal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011 telah diubah. Asumsi harga minyak mentahnya US$ 95 per barel, dengan kurs Rp 8.700 per dolar.
Infrastruktur
Megaproyek Pelindo II
PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) akan membangun dua megaproyek tahun ini. Proyek pertama, pembangunan terminal peti kemas di Kalibaru, Tanjung Priok, Jakarta Utara; dan proyek kedua, pembangunan pelabuhan di Sorong, Papua. "Pembangunan akan segera dimulai setelah ada keputusan Kementerian Perhubungan," kata Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino di Jakarta, Selasa pekan lalu.
Terminal peti kemas Kalibaru senilai US$ 1,28 miliar (sekitar Rp 11 triliun) akan dibangun di kawasan seluas 75 hektare, dengan panjang dermaga 1.200 meter dan kapasitas maksimum 1,9 juta twenty foot equivalent unit (TEUs). Setelah terminal rampung, kapasitas bongkar Pelabuhan Tanjung Priok bisa naik hingga enam juta TEUs.
Adapun proyek di Sorong akan dibangun di West Pacific Port. Nilai investasinya sekitar Rp 1 triliun. Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar, pembangunan proyek di Sorong untuk mendukung pengembangan kawasan wilayah timur.
Beberapa investor berminat bekerja sama dengan Pelindo II. Mereka antara lain PT Pelayaran Tempuran Emas, PT Samudera Indonesia, PT Meratus Line, dan PT Salam Pacific Indonesia Line, serta Bank Mandiri khusus pembiayaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo