Kwik Kian Gie adalah sosok yang lugas. Tatkala masih di luar kekuasaan, ia dikenal sebagai pengamat ekonomi yang kritis. Ulasan dan komentar tajamnya menyangkut kebijakan ekonomi pemerintah waktu itu, berikut perilaku lancung beberapa konglomerat, sering dimuat di berbagai media. Setelah menjadi menteri, sikapnya ternyata tidak berubah. Ia tetap keras terhadap pengusaha kakap yang dituduhnya menjadi penyebab krisis ekonomi.
Dalam beberapa kesempatan, secara terbuka ia menyebut mereka sebagai "pengusaha hitam". Tak aneh, ia menjadi momok yang ditakuti para pengusaha konglomerat yang dulu ikut pesta-pora KKN pada zaman Orde Baru. Terlebih dengan posisinya sekarang sebagai Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin), Kwik dapat mengakses data-data keuangan perusahaan-perusahaan milik konglomerat itu berikut triliunan rupiah utang macetnya. "Bobroknya kondisi perusahaan mereka," ujar sumber TEMPO yang dekat dengan Kwik, "kini dapat ia ketahui secara langsung."
Dengan posisinya yang strategis itu, Kwik juga berusaha dengan segala cara memaksa mereka membayar utang. Hal itu, antara lain, tecermin dari upayanya merevisi kesepakatan penyelesaian utang para debitor kakap di BPPN. Terutama, setelah ia menemukan bukti-bukti bahwa kesepakatan itu berpotensi merugikan negara lantaran nilai aset yang dijaminkan para debitor ternyata lebih rendah ketimbang jumlah utang mereka.
Menghadapi ancaman serius itu, para konglomerat tentu tak berdiam diri. Mula-mula, secara halus, beberapa konglomerat berusaha melakukan pendekatan. "Namun, Kwik tak pernah mau meladeni mereka," ujar sumber tadi. Hingga akhirnya mereka mulai menempuh cara kasar, misalnya dengan mengembuskan kabar pemilikan Kwik atas sebuah usaha panti pijat. Hal ini bukannya tak diketahuinya. "Saya tahu bahwa saya tidak disukai kelompok pengusaha hitam itu," ujar Kwik suatu kali.
Malangnya, Kwik harus berjuang sendirian menghadapi mereka. Alih-alih melindungi, Presiden Abdurrahman justru sering membuat manuver yang menyudutkannya. Bahkan, ketika kabinet baru berumur empat bulan, Abdurrahman kabarnya sudah meminta Kwik dan tim ekonominya untuk mengundurkan diri. Setelah itu, secara berurutan ia membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dan Dewan Pengembangan Usaha Nasional (DPUN). Sebuah tindakan yang dianggap cermin ketidakpercayaan Presiden terhadap menteri-menteri ekonominya sendiri.
Toh, Kwik masih mencoba bertahan. Menurut sumber tadi, ia baru benar-benar merasa dikhianati ketika Gus Dur memintanya untuk memecat Dipo Alam. Alasannya, Dipo, yang menempati posisi asisten Menko Ekuin, dianggap orangnya bekas presiden Habibie. Permintaan tersebut, kabarnya, disampaikan Gus Dur hingga tiga kali. Namun, Kwik menolak dengan dalih tak mau menghadapi musuh dari dalam dan luar secara bersamaan. Eh, tiba-tiba Dipo justru diangkat oleh Gus Dur menjadi anggota Tim Asistensi Ekonomi, yang kerjanya mengawasi gerak Kwik dan tim ekonominya di kabinet.
Apakah langkah Presiden tersebut terkait dengan lobi para pengusaha yang memusuhi Kwik? Tidak jelas. Di mata ekonom Moh. Ikhsan, kinerja tim ekonomi Kwik sendiri tak terlalu cemerlang. Membaiknya indikator ekonomi, menurut dia, tidak seratus persen hasil kerja keras Kwik. "Angka-angka itu," ujarnya, "sebagian berasal dari kepercayaan yang tumbuh kembali pada akhir pemerintahan Habibie setelah orang tahu akan ada pergantian pemerintahan."
Kelemahan utama Kwik, menurut Ikhsan, adalah ketidakmampuan memadukan kebijakan. Hal ini, misalnya, tampak dari keterlambatan menyelesaikan letter of intent dengan IMF selama dua bulan. Seorang sumber TEMPO di pemerintahan malah menyebut Kwik, "Terlalu banyak omong tapi tak bisa kerja." Karena itu, Ikhsan menilai wajar bila Presiden berencana menggantinya setelah sidang tahunan MPR. Bila sekarang Kwik mendahului mundur, Ikhsan melihat sebagai upayanya untuk menjaga nama baik. "Lebih baik mundur ketimbang dipecat," ujarnya.
Namun, menurut sumber yang dekat dengan Kwik tadi, mundurnya Kwik sesungguhnya merupakan puncak kekecewaannya terhadap Gus Dur. Sebelum mundur, ujar sumber itu, Kwik pernah mengeluh makin meluasnya praktek KKN di lingkungan dekat Presiden. Juga karena munculnya saran dari Henry Kissinger dan Lee Kuan Yew, agar Presiden mengganti menteri-menteri ekonominya. Nasihat yang—menurut sumber tadi menirukan Kwik—"Tak lepas dari lobi pengusaha-pengusaha hitam." Apalagi dasar pertimbangan Henry Kissinger, kabarnya, lantaran Kwik dinilai tidak cocok berada dalam sistem, karena tidak bisa diajak kompromi.
Wakil Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung juga mengakui adanya tidakcocokan antara Kwik dan Presiden. "Terutama menyangkut kesepakatan penyelesaian utang debitor kakap di BPPN," ujarnya. Nah, bila sudah tak ada kecocokan, memang lebih baik berpisah. Pemerintahan Abdurrahman barangkali bukan tempat yang tepat buat Kwik. Untuk sementara ia bisa parkir di luar. Mungkin hingga kelak Megawati benar-benar bisa berperan sebagai pemimpin pemerintahan.
Nugroho Dewanto, Iwan Setiawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini