Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perang 001 Vs 108

Perang bisnis antara Indosat dan Telkom bakal berlangsung seru. Yang paling siap bertarung dapat memetik untung.

13 Agustus 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka 108, tak syak lagi, adalah nomor telepon paling populer di Indonesia. Maklum, sudah bertahun-tahun tiga angka sakti milik Telkom ini menjadi tumpuan harapan masyarakat untuk memperoleh informasi tentang nomor telepon lokal.

Namun, dalam waktu dua tahun mendatang, popularitas 108 bisa terancam. Penyelenggara telepon internasional, Indosat, telah berancang-ancang untuk masuk ke bisnis telepon lokal dan sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), yang selama ini dimonopoli oleh Telkom.

Lepasnya rantai monopoli Telkom ini berkat keputusan pemerintah untuk mempercepat laju liberalisasi telekomunikasi di Tanah Air. Berdasarkan ketetapan yang bakal disahkan pada awal September nanti, Telkom mesti merelakan Indosat, yang terkenal dengan fasilitas layanan bernomor telepon 001, masuk ke lahan bisnisnya dua tahun mendatang. Sebagai imbalan, Telkom juga boleh ikut meramaikan bisnis sambungan telepon internasional (SLI), yang selama ini didominasi Indosat.

Alasan penghapusan monopoli ini, menurut Direktur Jenderal Telekomunikasi Sasmito Dirjo, agar Indosat dan Telkom belajar berkompetisi—sesuatu yang paralel dengan tuntutan International Monetary Fund (IMF) tentang penghapusan hak monopoli badan usaha milik negara (BUMN). Model kompetisi langsung di antara mereka ini akan mendorong terjadinya efisiensi di tubuh kedua perusahan milik negara itu. Ujungnya, tentu harga yang lebih murah dan pelayanan lebih baik untuk konsumen.

Dalam kerangka efisiensi, misalnya, si 108 mesti berkutat keras untuk meningkatkan layanan terbaik kepada pemakai telepon lokal dan sambungan antarkota (SLJJ). Ragam layanan yang kini gencar ditawarkan, seperti nada sela (call waiting), lacak (call forwarding), hingga trimitra (third party, yang memungkinkan tiga pengguna berbicara berbarengan), mesti dipoles lagi agar lebih menarik konsumen.

Pelajaran lain yang muncul melalui iklim kompetisi ketat semacam ini adalah derasnya tuntutan untuk melahirkan sejumlah inovasi baru, jika Indosat dan Telkom ingin bertahan. Di sinilah peluang bisnis multimedia, penyediaan jasa telepon seluler, atau akses internet nirkabel (wireless Internet) menarik untuk dilirik karena menjanjikan derasnya gemerincing rupiah di masa depan.

Masalahnya kini adalah sejauh mana kedua perusahaan milik negara itu siap terjun ke dalam medan perang baru tersebut. Ambil contoh Telkom. BUMN yang membukukan keuntungan Rp 2,1 triliun tahun lalu itu tak perlu repot-repot amat untuk masuk ke pasar SLI karena telah memiliki pelanggan, jaringan, dan infrastruktur yang baik. Analis dari ING Baring, Laksono Widodo, malah memperkirakan Telkom tinggal membangun semacam pintu gerbang (gateway) jika ingin masuk ke layanan telepon internasional yang didominasi oleh Indosat.

Lain halnya Indosat, yang bakal ngos-ngosan jika nekat menjadi penguasa tunggal pasar telepon lokal. Maklum, untuk menggusur Telkom, yang memiliki penguasaan jaringan dan infrastruktur di 26 provinsi, Indosat ibaratnya membutuhkan seorang Bandung Bondowoso. Tokoh dalam legenda yang mampu membangun seribu candi dalam semalam itu diperlukan Indosat untuk menggelar kabel, perangkat komunikasi, sekaligus mencari pelanggan baru di seluruh pelosok Tanah Air dalam waktu dua tahun. Pekerjaan mahaberat.

Melihat tembok tebal yang menghadang ini, tak usah heran bila Direktur Pengembangan Usaha Indosat, Budi Prasetyo, memilih untuk tidak terlalu adu otot dalam bisnis jaringan telepon domestik melawan Telkom. "Kita tidak bisa bermain seperti pemain lama. Untuk itu, kami memilih teknologi yang mendukung protokol internet karena lebih efisien dari sisi jaringannya," Budi menambahkan.

Walhasil, perang di bisnis internet dan multimedia ini bakal berlangsung seru. Di pasar internet, dewasa ini Indosat telah memiliki 46 ribu pelanggan yang menggunakan fasilitas IndosatNet-nya. Sementara itu, Telkom sejak jauh-jauh hari telah mengantisipasi pasar ini dengan menawarkan konsep internet instan (layanan internet yang menjadi satu dengan saluran telepon) kepada para pemakai telepon lokal.

Medan perang berikutnya, yang tak kalah serunya, apalagi kalau bukan pasar telepon seluler. Untuk mengejar pesaingnya, Indosat siap membenamkan investasi hingga US$ 200 juta pada tahun ini. Si operator 001 juga tengah asyik mengelus-elus enam perusahaan internasional, Alcatel, Ericsson, Lucent, Motorola, Nokia, dan Siemens, yang telah antre untuk menjadi mitranya dalam bisnis telepon bergerak.

Siapa pemenang perangnya? Sabar. Pertempuran antara si 001 dan 108 belum berlangsung. Namun, satu hal yang pasti, biasanya sih semakin gencar kompetisi yang berlangsung, makin beruntunglah si konsumen. Beginilah "indahnya" pasar tanpa monopoli.

Widjajanto, Agus Hidayat, I.G.G. M. Adi dan Hendriko L. Wiremmer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus