Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Investor asing bakal mencari celah untuk masuk ke bisnis perhotelan domestik.
Para investor tampak mulai menunjukkan ketertarikannya.
Selain perhotelan, investasi properti sektor retail diproyeksikan terus menggeliat.
JAKARTA – Bisnis properti sektor perhotelan diprediksi masih memiliki potensi untuk menarik investasi dari pemodal lokal, regional, dan internasional. Head of Capital Markets & Investment Services Colliers International Indonesia, Steve Atherton, mengatakan baik investor maupun pengembang bersiap untuk merencanakan pembangunan, menyusul pembukaan kembali ekonomi dan industri pariwisata setelah situasi pandemi Covid-19 terkendali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Untuk jenis hospitality yang akan booming di antaranya yang berbentuk vila dan resort di wilayah-wilayah favorit turis, seperti Bali dan Lombok,” ucap Steve, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Steve, investor asing bakal mencari celah untuk masuk ke bisnis perhotelan domestik dengan menggandeng mitra lokal yang telah ada di wilayah tersebut. “Mereka akan menjajaki kerja sama dengan partner yang sudah memiliki aset properti dan lahan untuk mulai membangun dan menyiapkan pengelolaannya.”
Head of Hospitality Services Colliers International Indonesia, Satria Wei, menambahkan, tren industri pariwisata setelah kondisi Covid-19 membaik akan terus bergeliat atau disebut revenge tourism. Kondisi tersebut berupa peningkatan permintaan untuk bepergian. Permintaan itu sebelumnya tidak dapat tersalurkan akibat pengetatan mobilitas dan aktivitas oleh pemerintah sebagai upaya pengendalian Covid-19.
“Kebutuhan prioritas turis lokal dan internasional telah bergeser dari segi harga sebagai pertimbangan utama sebelum masa pandemi menjadi kesehatan dan keamanan,” ucap Satria. Sertifikasi standar kebersihan dan kesehatan atau CHSE, yang terdiri atas cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan), dan environment sustainability (kelestarian lingkungan), menjadi prioritas.
Menurut Satria, pelonggaran kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) saat ini tidak sepenuhnya dimaknai sebagai kebebasan, melainkan kesempatan bagi industri pariwisata untuk memenuhi semua indikator kesiapan menuju potensi kebangkitan industri di masa mendatang. Industri pariwisata juga dinilai telah memasuki fase baru.
Para investor tampak mulai menunjukkan ketertarikan pada bisnis properti sektor perhotelan domestik. Terlebih dengan adanya kebijakan pengurangan insentif pajak yang diterbitkan pemerintah untuk investasi industri pariwisata. “Namun pelaku industri dan stakeholder lainnya perlu melakukan persiapan dasar yang dapat memastikan investasi yang ditanamkan memberikan hasil yang baik,” kata Satria.
Suasana Ashta District 8 yang baru dibuka akhir 2020 di Sudirman Central Business District (SCBD), Senayan, Jakarta, 1 Oktober 2021. TEMPO/Nita Dian
Satria menuturkan dukungan semua stakeholder, dari pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha, supplier, hingga penyedia kebutuhan tenaga kerja dibutuhkan untuk merealisasi hal tersebut. Di sisi lain, keputusan investasi yang lebih awal dengan memprioritaskan potensi kebutuhan konsumen diyakini akan lebih baik dilakukan. “Jadi, investasi yang ditanamkan bukan hanya karena latah, melainkan menjadi leader investment yang menciptakan pasar konsumen baru.”
Bukan hanya sektor perhotelan yang bersiap bangkit, investasi properti sektor retail juga diproyeksikan terus bergeliat seiring dengan kembalinya kepercayaan diri dan keriuhan aktivitas konsumsi masyarakat. Head of Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, mengungkapkan pelaku bisnis pusat belanja diyakini akan terus melakukan inovasi dan pengembangan untuk meningkatkan daya tarik di mata konsumen.
“Mal-mal kelas atas yang dikelola dengan sangat profesional dan senantiasa mengikuti dinamika industri retail tingkat huniannya terbukti meningkat meski pandemi, bahkan bisa sampai 90 persen,” ujar Ferry.
Tingkat hunian retail di Jakarta hingga kuartal III 2021 secara rerata terpantau turun 0,8 persen dibanding pada kuartal sebelumnya, yaitu menjadi 71,2 persen. Sedangkan tingkat hunian retail di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi turun 1,6 persen menjadi 70,2 persen.
Ferry mengatakan preferensi yang tengah digandrungi konsumen saat ini adalah konsep ruang terbuka di area pusat belanja. Namun hanya sedikit properti retail yang bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut karena keterbatasan lahan. “Mungkin yang bisa memanfaatkan adalah yang memiliki space di lantai paling atas atau yang memiliki sisa lahan di sampingnya.”
Preferensi berikutnya adalah tren pusat belanja mengakomodasi tenant dan merchant online untuk membuka showroom secara offline. Tren tersebut diprediksi terus bergeliat sebagai bentuk integrasi dan kolaborasi retail offline dengan merchant online.
Strategi tersebut diamini oleh emiten properti dan pengelola superblok perbelanjaan ITC, PT Duta Pertiwi Tbk. Direktur Utama Duta Pertiwi, Teky Mailoa, mengatakan, alih-alih memandang keberadaan merchant online sebagai ancaman, perseroan memilih untuk menggandeng dan berkolaborasi, sehingga pembeli dapat melihat secara langsung barang yang dijual oleh para pedagang yang memiliki toko di ITC. “Dengan adanya toko fisik, pembeli bisa langsung datang mengecek sendiri,” ujar Teky.
Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat, menuturkan, hingga 2023, diperkirakan ada enam mal yang segera beroperasi di Jakarta. Keenam mal tersebut adalah AEON Mall Southgate Tanjung Barat, Thamrin Nine Mixed Used, MTC Tanah Abang, Holland Village Mall, Menara Jakarta Shopping Mall, serta Daan Mogot City. “Kehadiran pasokan retail baru ini diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan pasar yang menginginkan pengalaman dengan konsep berbeda,” katanya.
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo