Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI memperketat penyaluran kredit berdenominasi valuta asing. Tujuannya untuk menjaga performa bisnis, di tengah tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akibat kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo mengatakan BNI secara konsisten menerapkan mitigasi risiko dalam ketidakpastian ekonomi global saat ini. “Salah satunya dengan stress test terhadap kondisi makro ekonomi agar tidak berdampak terhadap kualitas aset,” ucap Okki melalui keterangan resminya, Jumat, 11 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kredit valuta asing adalah pinjaman yang diberikan oleh bank dalam bentuk mata uang asing untuk modal kerja dan investasi aset tetap. Meski memperketat penyaluran kreditnya, kata Okki, debitur yang sebelumnya memiliki pendapatan dalam mata uang asing tak akan terdampak kebijakan ini.
“Penyaluran pinjaman valuta asing diprioritaskan kepada debitur dengan kemampuan natural hedge,” ucap Okki.
Terkait kondisi likuiditas, Okki memastikan bahwa posisi likuiditas dolar AS BNI saat ini sangat memadai. Data menunjukkan bahwa rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) dalam mata uang valuta asing BNI masing-masing berada di angka 151,72 persen dan 135,13 persen.
Selain itu, BNI juga menjaga posisi alat likuid dalam bentuk dolar Amerika Serikat pada tingkat yang melebihi ambang toleransi risiko internal. Hal ini menjadi bantalan untuk mengantisipasi gejolak yang mungkin muncul akibat volatilitas global akibat dinamika nilai tukar.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso sebelumnya mengatakan kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan pemerintah Amerika Serikat dan respons kebijakan retaliasi tarif impor oleh pemerintah Cina telah menimbulkan gejolak pasar keuangan global.
“Tekanan terhadap nilai tukar rupiah telah terjadi di pasar off-shore atau Non Deliverable Forward (NDF) di tengah libur panjang pasar domestik dalam rangka Idul Fitri 1446 H,” ujar Ramdan dalam keterangan resminya pada Senin, 7 April 2025.
Intervensi di pasar off-shore dilakukan Bank Indonesia secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan intervensi di pasar domestik sejak awal pembukaan pada 8 April 2025 dengan mengintervensi pasar valuta asing serta pembelian Surat Berharga Negara di pasar sekunder.
Langkah lainnya, Bank Indonesia juga mengoptimalisasi instrumen likuiditas rupiah untuk memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan domestik. “Serangkaian langkah-langkah Bank Indonesia ini ditujukan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah serta menjaga kepercayaan pelaku pasar dan investor terhadap Indonesia,” kata dia.
Adapun, nilai tukar rupiah sempat anjlok menembus angka Rp 17.000 per dolar Amerika Serikat di pasar asing atau NDF selama Lebaran. Kemudian pada perdagangan Jumat, 4 April 2025, rupiah sempat menyentuh level Rp 17.006 per dolar AS.
Ni Kadek Trisna Cintya Dewi, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.