Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Noktah Hitam Birokrat Pilihan

Dia pernah menjadi tokoh pemberantasan korupsi pilihan Tempo. Agung Kuswandono dinilai gagal mengelola anak buah.

27 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saudara yang relatif muda bisa dengan baik ketika bertugas di Soekarno-Hatta. Saya juga mengamati saat Saudara mena­ngani Tanjung Priok. Prestasi yang baik itu mesti dijaga." Pesan itu disampaikan Menteri Keuangan Agus Martowardojo ketika melantik Agung Kuswandono menjadi Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada 25 April 2011.

Saat itu Agung, yang masih berusia 44 tahun, menorehkan sebuah catatan baru sebagai direktur jenderal termuda dalam sejarah institusi kepabeanan tersebut. Ia dipilih karena prestasinya memang mencorong. Pria kelahiran Banyuwangi, 29 Maret 1967, ini juga dikenal berani. Ia membeslah barang-barang milik sejumlah orang ternama tanpa pandang bulu.

Kariernya mulai bersinar saat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipimpin Anwar Suprijadi, mantan Direktur Utama Perum Kereta Api. Pada Desember 2006, atas rekomendasi Anwar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menugasi Agung sebagai Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Soekarno-Hatta.

Lima bulan kemudian, Agung ditunjuk menjadi Kepala Kantor Pelayanan Utama Tipe A Tanjung Priok pada saat Kementerian Keuangan memulai reformasi birokrasi. Di lingkungan Bea dan Cukai, ia dijuluki sebagai anak emas Anwar. Keduanya merupakan keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.

Karier Agung yang menanjak cepat itu tak lepas dari aksinya membersihkan institusi ini dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ketika bertugas di Soekarno-Hatta, Agung menyegel 12 helikopter bekas milik PT Air Transport Services. Anak perusahaan Grup Bukaka ini belum menyertakan sertifikat kelayakan serta izin Bea dan Cukai.

Jusuf Kalla, pemilik Bukaka, yang saat itu menjadi wakil presiden, sempat marah. Tapi, lantaran jaminan kepabeanan Rp 9 miliar tak kunjung cair, heli yang akan digunakan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi itu tetap tak bisa keluar.

Ketika menjadi Kepala Kantor Pelayanan Utama Tanjung Priok, Agung dan jajarannya menyita peti kemas berisi 36 ribu pasang sepatu merek Yonex lantaran keluar dari kawasan berikat tanpa izin. Sepatu itu diproduksi PT Nagasakti Paramashoes Industry, milik Siti Hartati Murdaya, pengusaha ternama di Indonesia.

Agung pun pernah menggagalkan masuknya 395 ribu tabung gas impor tak berizin dari Cina. Dia juga pernah menyita tiga sedan supermewah, yakni Ferrari, Lamborghini, dan Rolls-Royce, berdokumen palsu senilai puluhan miliar rupiah.

Deretan prestasi itu mengantarkan Agung menjadi satu dari tujuh tokoh pemberantasan korupsi Tempo pada 2007. Dia terpilih bersama mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Amin Su­naryadi, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau Johny Setiawan Mundung, hakim Andi Samsan Nganro, dan Kepala Kepolisian Daerah Riau Brigadir Jenderal Sutjiptadi.

Namun nama Agung tiba-tiba masuk radar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Ia dikaitkan dengan Heru Sulastyono, Kepala Subdirektorat Ekspor Ditjen Bea dan Cukai. Heru dinonaktifkan setelah menjadi tersangka kasus suap. Agung disebut-sebut menerima transfer dari Sumadi Seng, salah satu importir kakap, yang namanya kerap dihubungkan dengan Heru.

Seorang pejabat Kementerian Keuangan menceritakan Agung dan Heru merupakan kawan seiring, baik dalam hubungan pertemanan maupun karier. Saat Agung memimpin Tanjung Priok, Heru mendampinginya sebagai Kepala Bidang Penin­dakan dan Penyidikan. "Mereka berdua ini dikenal classmate 91," katanya.

Agung membenarkan jika disebut memiliki hubungan yang baik dengan Heru. "Tapi tidak untuk pekerjaan," ujarnya. Meskipun keterlibatan Agung dalam kasus Heru masih samar-samar, tampaknya kariernya yang terang kini dibayangi awan hitam.

Amandra Mustika Megarani, Setri Yasra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus