Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan klarifikasi soal penggantian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor menegaskan dengan adanya validasi itu, tidak semua pemilik NIK harus membayar pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi gini, di awal gunanya NIK itu nomor untuk melaporkan pajak, jadi kalau orang punya NIK apakah otomatis pasti bayar pajak? Saya bisa jawab tidak, jadi belum tentu,” ujar dia di akun YouTube Direktorat Jenderal Pajak pada Kamis, 9 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alasannya, kata Neilmaldrin, karena masyarakat yang membayar pajak atau wajib pajak itu memiliki syarat-syarat tersendiri. Di antaranya adalah dewasa secara umur sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan mempunyai penghasilan yang menjadi objek pajak.
“Kalau dia punya NIK, dia dewasa, dan punya penghasilan, itu pun penghasilannya misalnya di bawah PTKP (penghasilan tidak kena pajak), itu ya tidak bayar pajak. Jadi NIK belum tentu harus bayar pajak, jadi keliru yang diberitakan,” ucap Neilmaldrin.
Direktur Jenderal Pajak atau Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo sebelumnya melaporkan hingga Ahad, 8 Januari 2023 sudah ada 53 juta NIK wajib pajak yang terintegrasi dengan NPWP. Aturan soal integrasi NIK dan NPWP termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
“Yang sudah connect itu 53 juta NIK wajib pajak yang terintegrasi dengan NPWP sampai Ahad, 8 Januari 2023 dari total 69 juta,” ujar Suryo dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, pada Selasa, 10 Januari 2023.
Menurut Suryo, NIK merupakan bagian dari sisi reformasi administrasi perpajakan dan dijadikan sebagai common identifier atau indentitas yang digunakan untuk menjalankan sistem administrasi perpajakan. Tujuannya, untuk menguhubungkan dengan sistem informasi lain sehingga mudah dipertukarkan dan lebih sederhana.
Dia mencontohkan layanan perbankan yang mensyaratkan seseorang memiliki NIK, yang digunakan cukup NIK, tidak perlu lagi NPWP. Contoh lainnya, misalnya ada seseorang yang ingin mengajukan kredit, dan perbankan mensyaratkan apakah orang itu melaporkan SPT atau tidak. “Disampaikan ke kami, nanti kami sampaikan dia menyampaikan SPT atau tidak,” kata Suryo.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.