Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan penghimpunan dana dari Securities Crowdfunding (SCF) dalam rentang waktu lima tahun ini masih minim. Pasca diluncurkan pada tahun 2018 lalu yang semula dalam bentuk Equity Crowdfunding (ECF), nilai total dana yang terhimpun dari alternatif pendanaan bagi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) itu tercatat baru sekitar Rp 1,1 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun dari sisi jumlah pelaku UMKM yang memanfaatkan SCF itu tercatat sebanyak 518 UMKM. Kepala Departemen Perizinan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lutfi Zain Fuady mengemukakan hal itu dalam acara Seminar bertajuk Securities Crowdfunding (SCF) sebagai Alternatif Pendanaan bagi UMKM yang digelar di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Senin, 6 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Memang masih sedikit. Dana yang terhimpun dari SCF yang di awal dalam bentuk Equity Crowdfunding ini baru Rp 1,1 triliun. Sedangkan dari jumlah UMKM yang memanfaatkan baru 518 UMKM," ujar Lutfi usai pembukaan acara.
Ia menjelaskan saat masih berupa ECF, penyuntikan dana hanya diperuntukkan bagi perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas atau PT.
"Kelemahannya, tidak semua pelaku UMKM itu bentuknya PT. Banyak yangg koperasi atau CV. Akibatnya, mereka tidak bisa memanfaatkan. Ada entry barrier 50 juta dan sebagainya, sehingga (ECF) kami ubah menjadi SCF sehingga yang bisa memanfaatkan lebih luas. Tidak hanya UMKM yang bentuknya PT, bisa koperasi, CV, atau perorangan bisa memanfaatkan," ucap dia.
Lutfi menyebut melalui SCF ini UMKM dimungkinkan mendapat pendanaan hingga senilai Rp 10 miliar. Untuk target investor, Luthfi menyebut untuk ‘angel investor’. Angel investor yang dia maksud memiliki kecenderungan mencari investasi yang berpotensi memberikan keuntungan besar dalam jangka panjang.
“Angle investor ini memang yang memiliki minat kuat untuk mengembangkan UMKM, jadi dia injek (menyuntik) dana dan dia tidak segera keluar (menarik dana). Dia tunggu keluarnya, tunggu bagus betul, dengan cara menjual,” kata dia.
Selanjutnya: Lebih lanjut Luthfi menjelaskan, SCF diatur....
Lebih lanjut Luthfi menjelaskan, SCF diatur hanya bisa dijual dalam jangka satu tahun dua kali. Selain itu perdagangannya juga dibatasi hanya dalam platform agar bisa bertahan lebih lama.
Adapun UMKM yang bisa mengajukan pendanaan pada model SCF beragam seperti bisnis makanan dan minuman, fesyen, kontraktor, otomotif, teknologi, travel, dan lainnya. Meski begitu, ia mengatakan tetap ada seleksi untuk memastikan UMKM yang mengajukan pendanaan memiliki laporan keuangan tahunan, portofolio, sampai perencanaan bisnis yang jelas. Pengecekan dilakukan oleh penyedia platform SCF.
"Tujuannya untuk melihat apakah UMKM yang akan didanai dalam kondisi sehat. Sedang mengerjakan proyek atau tidak itu harus dicek,” kata Luthfi.
Menurut Luthfi, pemerintah berperan untuk memberikan jaminan bahwa UMKM yang mengajukan pendanaan melalui skema SCF sedang menjalankan proyek. “Kalau ada jaminan dari pemerintah lebih bagus, karena investornya akan lebih yakin dan lebih tenang karena memang ada proyeknya,” kata dia.
Sebab, menurutnya, pemerintah daerah tentunya memiliki catatan sejumlah UMKM yang memiliki sepak terjang yang baik. Utamanya bagi UMKM yang memiliki pengalaman mengerjakan proyek dalam waktu yang lama.
“Setiap tahun dapat repeat order, dan bagus hasilnya mungkin Pemda akan ngasih jaminan itu, tapi kalau baru satu kali atau dua kali mungkin masih belum,” kata Luthfi.
Sementara itu, dalam seminar tersebut dihadirkan tiga panelis yang menjelaskan materi seputar kebermanfaatan SCF bagi pendanaan UMKM. Ketiga panelis itu adalah Co-Founder Crowd Dana James Wiryadi; Direktur Utama Mandiri Manajemen Investasi Aliyahdin Saugi; serta Kepala Pusat Unggulan Iptek (PUI) Fintech and Banking UNS sekaligus Kepala Program Studi (Kaprodi) Bisnis Digital UNS Putra Pamungkas.
Selanjutnya: Ketua Dewan Komisioner periode 2017-2022 OJK....
Ketua Dewan Komisioner periode 2017-2022 OJK, yang sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS Wimboh Santoso, menyampaikan UMKM merupakan sektor bisnis yang selalu mendapat perhatian dari berbagai periode kepemimpinan pemerintahan.
Pertumbuhan perekonomian pelaku UMKM yang telah baik tidak menjadikannya berhenti mendapat dukungan dari pemerintah. Kali ini, pemerintah memiliki program untuk memberikan dorongan bagi pelaku UMKM memasuki pasar modal.
“Selama ini UMKM pinjamannya dari bank, BPR, rentenir. Di sinilah akan kita coba kasih solusi pembiayaan melalui pasar modal,” kata Wimboh.
Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa, yang hadir mewakili Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, menilai SCF sebagai salah satu alternatif pendanaan yang menarik.
“Pemkot Solo mendukung penuh terhadap SCF ini. Pemerintah akan mengambil peran memfasilitasi penguatan berupa pemberian jaminan pada para UMKM. Tidak perlu dengan modal yang besar, tetapi perlu komitmen dari para UMKM untuk bekerja dengan baik,” tutur Teguh.
Rektor UNS Jamal Wiwoho dalam sambutannya mengatakan adanya krisis global yang terjadi membuat pembiayaan UMKM berbiaya rendah menjadi solusi rasional agar bisnis mereka tetap berjalan. Melalui pembiayaan rantai pasokan dengan dukungan teknologi dan bebas agunan menjadi salah satu opsi pembiayaan berbiaya rendah.
“Semoga SCF dapat menjadi jurus ampuh melawan mafia rentenir dan jalan sukses bagi UMKM dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia,” ucap Jamal.