KORDINASI di antara Menteri selama ini menjadi persoalan. Khusus
untuk bidang Ekuin (Ekonomi-Keuangan-lndustri), Menteri Widjojo
Nitisastro sudah berpengalaman menangani soal kordinasi itu,
walaupun tidak disebut sebagai Kordinator. Tapi kini dalam
Kabinet Pembangunan III bobot Kordinator melekat pada Widjojo.
Sesudah dilantik kembali oleh Presiden Soeharto minggu lalu,
Menteri Kordinator Ekuin ini yang merangkap Ketua Bappenas pada
hakekatnya akan melanjutkan gaya dan caranya mengatur kerjasama
di bidangnya. Tapi tak akan selalu sama bagi Widjojo. Karena
keanggotaan timnya sedikit berobah, sedang struktur Ekuin itu
sendiri pun akan disesuaikan.
Yang sama sekali tak berobah bagi Widjojo ialah Departemen
Keuangan dengan Menteri Ali Wardhana dan Bank Indonesia dengan
Gubernur Rachmat Saleh. Ini sangat menarik perhatian. Jauh hari
sebelum Presiden mengumumkan susunan kabinetnya yang baru,
desas-desus sudah santer betul tentang kemungkinan kedua pos
penting itu berpindah tangan. Bahwa desas-desus itu ternyata
tidak terbukti, kelanjutan kordinasi Widjojo agaknya bisa tetap
diandalkan.
Jadi, apakah yang berobah? Widjojo, ketika ditanya, hanya
menjawab dengan senyum. Seperti biasa, dia kelihatan optimis.
Tapi berikut ini serangkaian perobahan yang menyangkut beberapa
departemen yang dibawahinya:
Depertan:
Muka baru dari Universitas Gajah Mada telah diangkat menjadi
Menteri Pertanian, menggantikan Thoyib Hadiwijaya, 61 tahun.
Sesudah menjadi Menteri sejak 1962, Thovib pun merasa sudah
waktunya untuk exit.
Dengan Pelita I dan II, Depertan diakui telah membuat prestasi.
Namun semua prestasinya menjadi tersandung gara-gara Indonesia
masih harus mengimpor beras dalam jumlah yang makin bertambah
setiap tahun. Tahun anggaran 1977/1978 umpamanya, sedikitnya 2,4
juta ton diimpor. Ini membuat banyak mata orang tertuju pada
Thoyib, bekas guru besar Institut Pertanian Bogor. Tapi produksi
beras tahun lalu yang mencapai 15,9 juta ton, menurut Thoyib,
sesungguhnya sudah meningkat 37% dari sebelum Pelita I.
Kenaikan produksi beras itu jelas masih rendah dari yang
diharapkan. Salah siapa? Hama wereng, kemarau dan banjir disebut
pemerintah sebagai perintang. "Tidak adil jika kegagalan ini
hanya ditimpakan pada Thoyib," komentar satu teknokrat yang
dekat dengan Widjojo.
Sudarsono Hadisaputro, 56 tahun, juga ahli pertanian seperti
Thoyib, sebagai Menteri baru akan mewarisi persoalan produksi
beras ini. Prof. Sudarsono terkenal sebagai pencipta BUUD/KUD.
Sebelum meninggalkan Gama menuju Jakarta, dia sudah mengingatkan
dalam suatu interpiu bahwa swasemhada beras tak akan mungkin
sampai 1985. Dalam hal ini ia sependapat dengan Dr. Leon Mears,
ahli asing yang dipekerjakan pada Bulog. Ia menasehatkan agar
swasembada ini hendaknya jangan di-target-kan pada akhir Pelita
III kelak. Persoalan, katanya, adalah bagaimana memperluas areal
pertanian di luar Jawa.
Sudah diketahui bahwa usaha meningkatkan produksi pangan tidak
bisa tergantung pada Depertan saja Tapi Sudarsono pasti
diharapkan tiba di Ekuin dengan mata dan gagasan segar.
Sementara itu Thoyib rupanya belum bermaksud untuk beristirahat
penuh dalam masa pensiunnya. "Apabila selama ini saya belum
berhasil mengusahakan swasembada beras, mudah-mudahan dalam soal
cengkeh saya bisa mencapainya,' katanya. Penanaman cengkeh
memang menjadi keahlian khususnya. Tapi Thoyib belum mau
bercerita bagaimana dia akan terjun ke produksi cengkeh ini.
Depertan:
Dengan pemerintah Orde Baru, Moh.Sadli, 56 tahun, guru besar
FE-UI, sudah berturut-turut menjadi Ketua Panitia Penanaman
Modal (kini BKPM, Menteri Tenaga Kerja dan Menteri
Pertambangan. "Sudah cukup lama jadi Ratu, " katanya. (Ratu yang
dimaksudnya adalah selalu menerima hadiah selagi berkuasa alias
ora tuku --tidak membeli). Dan namanya tersingkir dari daftar
kabinet baru. Subroto, 49 tahun, rekannya di FE-UI,
menggantikannya sebagai Menteri Pertambangan. Ini yang kedua
kalinya Subroto bekas Menteri Nakertranskop, mengambil tempat
Sadli di Kabinet.
Selama 5 tahun terakhir ini di Depertam, Sadli menghadapi banyak
gejolak, termasuk 4 kali kenaikan harga minyak di dunia dan
krisis Pertamina. Ia seringkali ditugaskan keliling untuk
menghubungi para produsen dan eksportir minyak yang tergabung
dalam OPEC. Bahkan ia pernah menjadi ketua OPEC. Kelincahannya
berkomunikasi tak pernah disangsikan. Dia dikenal terbuka, yang
adakalanya mungkin tak menyedapkan bagi sebagian orang
Indonesia. Kini Sadli ingin bisa mengajar penuh di UI.
Sejumlah proyek besar di bidang pertambangan --nikel di Pulau
Gag, batubara (Shell) di Sumatera Selatan dan aluminium (Alcoa)
di Kalimantan dan bauksit di Bintan--tertunda selama 5 tahun ini
sebagai akibat resesi ekonomi dunia. Ketika menyerahkan jabatan
Menteri kepada Subroto, hal ini dikemukakan Sadli. Tapi katanya
pula, proyek-proyek potensil itu mungkin akan bisa terwujud
selama 5 tahun mendatang. "Indonesia harus memiliki harapan
bahwa resesi dunia akan susut dan konjungtur ekonomi akan naik
kembali".
Sesudah krisis Pertamina, Depertam zaman Sadli mungkin sangat
diuji dalam menghadapi para kontraktor minyak asing mengenai
usaha pemerintah untuk memperoleh tambahan penghasilan. Ini
berakibat eksplorasi minyak menjadi kendor, hingga akhirnya
pemerintah merundingkan soal perangsang (lihat Minyak Bumi). Dan
ini telah merupakan krisis tersendiri tapi tak perlu diwariskan
lagi pada Subroto. Persoalan dengan para kontraktor asing, jika
masih ada, mungkin tak berat lagi.
Namun Subroto, karena baru datang dari medan yang berbeda, belum
tentu bisa berlayar di laut tenang. Apalagi, seperti Sadli
meramalkannya, kesulitan Indonesia bukan saja terletak pada
bagaimana mencari, tapi juga menjual minyak. Sedang
departemennya kini bukan hanya mengurus soal pertambangan,
melainkan juga energi tenaga) PLN kini masuk ke bagiannya.
Tantangan yang dihadapinya ialah bagaimana mengembangkan sumber
energi di luar minyak semaksimal mungkin, sesuai GBHN yang
ditetapkan SU-MPR 1978.
Sewaktu menjabat Menteri Nakertranskop, Subroto mengatakan ia
menangani usaha-usaha kecil dan menemui rakyat pedesaan. Dalam
jabatan baru, ia menghadapi perusahaan-perusahaan besar dan
para insinyur. Walaupun ada perobahan, katanya pula, "saya
selalu terbuka bagi pers."
Deperpu:
PU kini tanpa TL. Sesudah sekian lama di bawah Menteri Sutami,
Purnonomosidi Hadjisarosa merasa kikuk diangkat menjadi Menteri
Pekerjaan Umum. "Terus terang, saya gemetar," katanya mengingat
kembali ketika Presiden menyampaikan tugas baru kepadanya.
Purnomo menyampaikan harapannya supaya Sutami, walaupun dalam
keadaan sakit, tetap dijadikan Menteri PU. Tapi Presiden,
menurut Purnomo, menilai Sutami seorang yang bertanggungjawab
yang mungkin akan merupakan beban mental baginya bila diberi
tugas Menteri. "Lagi pula bila orang tidak sehat masih diberi
pekerjaan, nanti dikira Presiden udak mmpunyai rasa
kemanusiaan".
Berusia 43, Purnomo yang mengaku "murid Pak Tami", mendapat
gelar insinyur(1960) dan doktor (1963) dari Fakultas fuer
Bergbau und Huettenwesen der Ber mie Clautsthal, Jerman Barat.
Terakhir di bawah Sutami ia menjabat Dirjen Bina Marga.
Di departemennya mungkin tak akan terjadi mutasi yang
mengejutkan. Tapi kalau ada pejabat PU yang tak merobah sikap
meski sudah ditegor, katanya, "ya tentu saja dicari orang lain."
Seperti Sutami dulu, Menteri baru ini pun bermaksud sering turun
ke lapangan. "Sehebat-hebatnya teknik informasi," katanya,
"masih perlu diketahui apa yang tidak tertulis. Umpamanya,
tentang keinginan rakyat setempat. Mungkin orang di suatu daerah
tidak senang terhadap suatu proyek tapi tidak mau
mengucapkannya. Ini bisa diketahui bila diadakan peninjauan ke
lapangan."
Tentang copotnya PLN dari departemennya, Purnomo tidak. melihat
tugasnya akan ringan. "Mungkin akhirnya akan sama beratnya,
mengingat masalah pemukiman sekarang makin diperhatikan
pemerintah. Begitu pula masalah transmigrasi yang sedikit banyak
menyangkut Departemen PU."
Depnakertrans
Harun Alrasyid Zain, 51 tahun, sesudah berhenti menjadi Gubernur
Sumatera Barat, mempelajari soal transmigrasi. Selama 6 bulan
terakhir dia, misalnya, diam-diam pergi ke Sitiung, tempat kaum
transmigran dari Wonogiri. Ia pergi pula meneliti ke Jawa
Tengah. "Wah, saya belajar lagi," katanya pada orang di Padang
yang sering dikunjunginya meski sudah bermukim di Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan.
Ketika di Padang itu (24 Maret), dia menerima pemberitahuan
telepon tentang pengangkatan sebagai Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Nakertrans. "Saya termenung," kata Harun Zain
mengenang kembali minggu lalu."Saya tidak tahu apa pertimbangan
Presiden."
Tapi jelas Harun ini mempunyai modal: 14 tahun mengabdi di
daerah, termasuk 11 tahun jadi Gubernur, dan pernah banyak
bekerjasama dengan orang PU seperti Purnomosidi, serta
berpengalaman dalam proyek Sitiung. Dalam tugas baru ini, dia
akan banyak berurusan dengan berbagai departemen lainnya. "Harus
diperhatikan tenggang-menenggang sesama rekan Menteri lainnya,"
begitu pendekatannya kini. Dulu, sebagai gubernur dia merasa
"sebagai Raja Kecil."
Tantangan baginya ialah, seperti dinyatakan pemerintah pada DPR
awal tahun ini, adanya rencana untuk mentransmigrasikan sekitar
30.000 kepala keluarga (kk) dalam anggaran 1978/ 1979. Kemudian
daerah penempatan harus dipersiapkan pula untuk menampung
75-80.000 kk pada tahun pertama Pelita III. Angka ini diharapkan
terus meningkat pada tahun-tahun mendatang.
Tenaga kerja? Pengangguran? Soal ini makin meminta penanganan
serius pula. "Ini cukup pelik," kata Menteri baru. "Saya belum
mau banyak ngomong. "
Dep. Perindustrian:
Kalangan bisnis umumnya menyambut baik pengangkatan Abdul Rauf
Suhud, 58, sebagai Menteri Perindustrian baru. Dalam aman M.
Jusuf, kini Menteri Hankam, pertumbuhan industri sudah terbukti
cepat. "Lebih cepat dari target,kata Jusuf sewaktu acara tim
bang-terima dengan Suhud. "Dalam beberapa hal malah sudah empat
tahun lebih cepat." Dengan lain perkataan, Suhud dipandang
mewarisi bidang yang sudah sip.
Suhud menjawab bahwa justru pada tahun-tahun mendatang ini
bidang industri akan menghadapi situasi yang lebih sulit. Di
satu pihak, missinya ialah supaya tetap mengembangkan bidang
industri dengan teknologi tinggi. Sedang di lain pihak, ada
tuntutan zaman supaya si kecil juga harus dihidupkan. "Jadi,
bagaimana mencapai suatu harmoni antara yang besar dan yang
kecil," kata Suhud.
Dia memang bukan orang baru di bidang ini. Kaum investor asing
yang masuk sejak 1967 pasti mengenalnya, minimal mendengar
namanya, karena peranannya dalam Tim Teknis PMA, di bawah ketua
Prof. Sadli. Kemudian ia menjabat Wakil Ketua BKPM, juga Ketua
Otorita Proyek Asahan.
Kontaknya dengan kalangan bisnis Jepang, yang berkepentingan
dengan proyek Asahan, memang baik. "Suhudsan ini teknokrat yang
matang," kata Y. Wada, kepala perwakilan C. Itoh & Co. Ltd di
Jakarta. Direktur Jetro, Kiyoshi Mimura, berkata pula: "Dia
sangat baik menjelaskan policy pembangunan imlustri Indonesia."
Suhud kebetulan ramah dan luwes bergaul. Dalam tim Widjojo,
dialah yang tertua, sekalipun yang terbaru.
Deperhub:
Emil Salim dipergunjingkan orang di luar bahwa dia dalam
memimpin Deperhub telah mengalami kesulitan dengan para Dirjen
yang ABRI. Cerita begitu telah dibantahnya. Menurut Emil,
terbukti bidang perhubungan makin bertumbuh. Dan Deperhub
mencatat kemajuannya yang pesat dalam Memorandum Serah Terima
Menteri Perhubungan yang dijilid rapi.
Dari semua sektor perhubungan, kata Emil, hanya dua yang tidak
mencapai sasaran Repelita II, yaitu pembangunan kantor-kantor
pos pembantu dan giro serta bidang angkutan sungai, danau dan
ferry. Tapi "ketinggalan itu masih dapat dikejar" dalam tahun
terakhir Pelita II ini.
Tanggal 1 April, buku memorandum itu mengiringi timbang-terima
jabatan dari Emil ke Rusmin Nurjadin, bekas dibes RI di London
dan terakhir di Washington. Emil tampaknya tak lagi berada di
tengah tim Widjojo, tapi tetap berada di kabinet sebagai Menteri
Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan.
Marsekal Rusmin, 48 tahun, menjadi KSAU sebelum dikirim ke luar
negeri sebagai dubes selama 8 tahun. Dia mengikuti sidang-sidang
IGGI yang tahunan membicarakan bantuan untuk Indonesia. Gagah
seperti umumnya perwira tinggi AURI, pcmbawaannya simpatik.
Dia mengatakan tertarik pada anjuran orang yang digantikannya
supaya kaderisasi diperhatikan. Kaderisasi dulu mendapat
prioritas rendah, katanya.Selain itu, dia mengatakan ingin
meningkatkan jasa-jasa perhubungan. Apakah akan ada mutasi?
Rusmin tegas menjawab: "Itu wajar. Perlu ada penyegaran. "
Deperdagkop:
Menteri Radius Prawiro berada tetap di tempat, malah tugasnya
diperluas. Koperasi dimasukkan ke Dep. Perdagangan yang
dipimpinnya. Ini merupakan keenam kalinya Koperasi berpindah
tempat, menurut Dirjen Ibnu Sudjono. Kali ini ia memisahkan diri
dari Depnakertranskop yang sekarang jadi Depnakertrans.
Tujuannya, kata Radius, supaya didapat "keseimbangan dan
keserasian" antara perkembangan di bidang koperasi, perdagangan
dan perindustrian. Selangkah lebih maju. Masih kabur, tentu
saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini