Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Orang lama & baru di bawah widjojo

Koordinasi bidang ekuin pada kabinet pembangunan iii melakat pada widjojo nitisastro. pada beberapa departemen yang dibawahinya terdapat serangkaian perubahan. profil para menteri. (eb)

8 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KORDINASI di antara Menteri selama ini menjadi persoalan. Khusus untuk bidang Ekuin (Ekonomi-Keuangan-lndustri), Menteri Widjojo Nitisastro sudah berpengalaman menangani soal kordinasi itu, walaupun tidak disebut sebagai Kordinator. Tapi kini dalam Kabinet Pembangunan III bobot Kordinator melekat pada Widjojo. Sesudah dilantik kembali oleh Presiden Soeharto minggu lalu, Menteri Kordinator Ekuin ini yang merangkap Ketua Bappenas pada hakekatnya akan melanjutkan gaya dan caranya mengatur kerjasama di bidangnya. Tapi tak akan selalu sama bagi Widjojo. Karena keanggotaan timnya sedikit berobah, sedang struktur Ekuin itu sendiri pun akan disesuaikan. Yang sama sekali tak berobah bagi Widjojo ialah Departemen Keuangan dengan Menteri Ali Wardhana dan Bank Indonesia dengan Gubernur Rachmat Saleh. Ini sangat menarik perhatian. Jauh hari sebelum Presiden mengumumkan susunan kabinetnya yang baru, desas-desus sudah santer betul tentang kemungkinan kedua pos penting itu berpindah tangan. Bahwa desas-desus itu ternyata tidak terbukti, kelanjutan kordinasi Widjojo agaknya bisa tetap diandalkan. Jadi, apakah yang berobah? Widjojo, ketika ditanya, hanya menjawab dengan senyum. Seperti biasa, dia kelihatan optimis. Tapi berikut ini serangkaian perobahan yang menyangkut beberapa departemen yang dibawahinya: Depertan: Muka baru dari Universitas Gajah Mada telah diangkat menjadi Menteri Pertanian, menggantikan Thoyib Hadiwijaya, 61 tahun. Sesudah menjadi Menteri sejak 1962, Thovib pun merasa sudah waktunya untuk exit. Dengan Pelita I dan II, Depertan diakui telah membuat prestasi. Namun semua prestasinya menjadi tersandung gara-gara Indonesia masih harus mengimpor beras dalam jumlah yang makin bertambah setiap tahun. Tahun anggaran 1977/1978 umpamanya, sedikitnya 2,4 juta ton diimpor. Ini membuat banyak mata orang tertuju pada Thoyib, bekas guru besar Institut Pertanian Bogor. Tapi produksi beras tahun lalu yang mencapai 15,9 juta ton, menurut Thoyib, sesungguhnya sudah meningkat 37% dari sebelum Pelita I. Kenaikan produksi beras itu jelas masih rendah dari yang diharapkan. Salah siapa? Hama wereng, kemarau dan banjir disebut pemerintah sebagai perintang. "Tidak adil jika kegagalan ini hanya ditimpakan pada Thoyib," komentar satu teknokrat yang dekat dengan Widjojo. Sudarsono Hadisaputro, 56 tahun, juga ahli pertanian seperti Thoyib, sebagai Menteri baru akan mewarisi persoalan produksi beras ini. Prof. Sudarsono terkenal sebagai pencipta BUUD/KUD. Sebelum meninggalkan Gama menuju Jakarta, dia sudah mengingatkan dalam suatu interpiu bahwa swasemhada beras tak akan mungkin sampai 1985. Dalam hal ini ia sependapat dengan Dr. Leon Mears, ahli asing yang dipekerjakan pada Bulog. Ia menasehatkan agar swasembada ini hendaknya jangan di-target-kan pada akhir Pelita III kelak. Persoalan, katanya, adalah bagaimana memperluas areal pertanian di luar Jawa. Sudah diketahui bahwa usaha meningkatkan produksi pangan tidak bisa tergantung pada Depertan saja Tapi Sudarsono pasti diharapkan tiba di Ekuin dengan mata dan gagasan segar. Sementara itu Thoyib rupanya belum bermaksud untuk beristirahat penuh dalam masa pensiunnya. "Apabila selama ini saya belum berhasil mengusahakan swasembada beras, mudah-mudahan dalam soal cengkeh saya bisa mencapainya,' katanya. Penanaman cengkeh memang menjadi keahlian khususnya. Tapi Thoyib belum mau bercerita bagaimana dia akan terjun ke produksi cengkeh ini. Depertan: Dengan pemerintah Orde Baru, Moh.Sadli, 56 tahun, guru besar FE-UI, sudah berturut-turut menjadi Ketua Panitia Penanaman Modal (kini BKPM, Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pertambangan. "Sudah cukup lama jadi Ratu, " katanya. (Ratu yang dimaksudnya adalah selalu menerima hadiah selagi berkuasa alias ora tuku --tidak membeli). Dan namanya tersingkir dari daftar kabinet baru. Subroto, 49 tahun, rekannya di FE-UI, menggantikannya sebagai Menteri Pertambangan. Ini yang kedua kalinya Subroto bekas Menteri Nakertranskop, mengambil tempat Sadli di Kabinet. Selama 5 tahun terakhir ini di Depertam, Sadli menghadapi banyak gejolak, termasuk 4 kali kenaikan harga minyak di dunia dan krisis Pertamina. Ia seringkali ditugaskan keliling untuk menghubungi para produsen dan eksportir minyak yang tergabung dalam OPEC. Bahkan ia pernah menjadi ketua OPEC. Kelincahannya berkomunikasi tak pernah disangsikan. Dia dikenal terbuka, yang adakalanya mungkin tak menyedapkan bagi sebagian orang Indonesia. Kini Sadli ingin bisa mengajar penuh di UI. Sejumlah proyek besar di bidang pertambangan --nikel di Pulau Gag, batubara (Shell) di Sumatera Selatan dan aluminium (Alcoa) di Kalimantan dan bauksit di Bintan--tertunda selama 5 tahun ini sebagai akibat resesi ekonomi dunia. Ketika menyerahkan jabatan Menteri kepada Subroto, hal ini dikemukakan Sadli. Tapi katanya pula, proyek-proyek potensil itu mungkin akan bisa terwujud selama 5 tahun mendatang. "Indonesia harus memiliki harapan bahwa resesi dunia akan susut dan konjungtur ekonomi akan naik kembali". Sesudah krisis Pertamina, Depertam zaman Sadli mungkin sangat diuji dalam menghadapi para kontraktor minyak asing mengenai usaha pemerintah untuk memperoleh tambahan penghasilan. Ini berakibat eksplorasi minyak menjadi kendor, hingga akhirnya pemerintah merundingkan soal perangsang (lihat Minyak Bumi). Dan ini telah merupakan krisis tersendiri tapi tak perlu diwariskan lagi pada Subroto. Persoalan dengan para kontraktor asing, jika masih ada, mungkin tak berat lagi. Namun Subroto, karena baru datang dari medan yang berbeda, belum tentu bisa berlayar di laut tenang. Apalagi, seperti Sadli meramalkannya, kesulitan Indonesia bukan saja terletak pada bagaimana mencari, tapi juga menjual minyak. Sedang departemennya kini bukan hanya mengurus soal pertambangan, melainkan juga energi tenaga) PLN kini masuk ke bagiannya. Tantangan yang dihadapinya ialah bagaimana mengembangkan sumber energi di luar minyak semaksimal mungkin, sesuai GBHN yang ditetapkan SU-MPR 1978. Sewaktu menjabat Menteri Nakertranskop, Subroto mengatakan ia menangani usaha-usaha kecil dan menemui rakyat pedesaan. Dalam jabatan baru, ia menghadapi perusahaan-perusahaan besar dan para insinyur. Walaupun ada perobahan, katanya pula, "saya selalu terbuka bagi pers." Deperpu: PU kini tanpa TL. Sesudah sekian lama di bawah Menteri Sutami, Purnonomosidi Hadjisarosa merasa kikuk diangkat menjadi Menteri Pekerjaan Umum. "Terus terang, saya gemetar," katanya mengingat kembali ketika Presiden menyampaikan tugas baru kepadanya. Purnomo menyampaikan harapannya supaya Sutami, walaupun dalam keadaan sakit, tetap dijadikan Menteri PU. Tapi Presiden, menurut Purnomo, menilai Sutami seorang yang bertanggungjawab yang mungkin akan merupakan beban mental baginya bila diberi tugas Menteri. "Lagi pula bila orang tidak sehat masih diberi pekerjaan, nanti dikira Presiden udak mmpunyai rasa kemanusiaan". Berusia 43, Purnomo yang mengaku "murid Pak Tami", mendapat gelar insinyur(1960) dan doktor (1963) dari Fakultas fuer Bergbau und Huettenwesen der Ber mie Clautsthal, Jerman Barat. Terakhir di bawah Sutami ia menjabat Dirjen Bina Marga. Di departemennya mungkin tak akan terjadi mutasi yang mengejutkan. Tapi kalau ada pejabat PU yang tak merobah sikap meski sudah ditegor, katanya, "ya tentu saja dicari orang lain." Seperti Sutami dulu, Menteri baru ini pun bermaksud sering turun ke lapangan. "Sehebat-hebatnya teknik informasi," katanya, "masih perlu diketahui apa yang tidak tertulis. Umpamanya, tentang keinginan rakyat setempat. Mungkin orang di suatu daerah tidak senang terhadap suatu proyek tapi tidak mau mengucapkannya. Ini bisa diketahui bila diadakan peninjauan ke lapangan." Tentang copotnya PLN dari departemennya, Purnomo tidak. melihat tugasnya akan ringan. "Mungkin akhirnya akan sama beratnya, mengingat masalah pemukiman sekarang makin diperhatikan pemerintah. Begitu pula masalah transmigrasi yang sedikit banyak menyangkut Departemen PU." Depnakertrans Harun Alrasyid Zain, 51 tahun, sesudah berhenti menjadi Gubernur Sumatera Barat, mempelajari soal transmigrasi. Selama 6 bulan terakhir dia, misalnya, diam-diam pergi ke Sitiung, tempat kaum transmigran dari Wonogiri. Ia pergi pula meneliti ke Jawa Tengah. "Wah, saya belajar lagi," katanya pada orang di Padang yang sering dikunjunginya meski sudah bermukim di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ketika di Padang itu (24 Maret), dia menerima pemberitahuan telepon tentang pengangkatan sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans. "Saya termenung," kata Harun Zain mengenang kembali minggu lalu."Saya tidak tahu apa pertimbangan Presiden." Tapi jelas Harun ini mempunyai modal: 14 tahun mengabdi di daerah, termasuk 11 tahun jadi Gubernur, dan pernah banyak bekerjasama dengan orang PU seperti Purnomosidi, serta berpengalaman dalam proyek Sitiung. Dalam tugas baru ini, dia akan banyak berurusan dengan berbagai departemen lainnya. "Harus diperhatikan tenggang-menenggang sesama rekan Menteri lainnya," begitu pendekatannya kini. Dulu, sebagai gubernur dia merasa "sebagai Raja Kecil." Tantangan baginya ialah, seperti dinyatakan pemerintah pada DPR awal tahun ini, adanya rencana untuk mentransmigrasikan sekitar 30.000 kepala keluarga (kk) dalam anggaran 1978/ 1979. Kemudian daerah penempatan harus dipersiapkan pula untuk menampung 75-80.000 kk pada tahun pertama Pelita III. Angka ini diharapkan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Tenaga kerja? Pengangguran? Soal ini makin meminta penanganan serius pula. "Ini cukup pelik," kata Menteri baru. "Saya belum mau banyak ngomong. " Dep. Perindustrian: Kalangan bisnis umumnya menyambut baik pengangkatan Abdul Rauf Suhud, 58, sebagai Menteri Perindustrian baru. Dalam aman M. Jusuf, kini Menteri Hankam, pertumbuhan industri sudah terbukti cepat. "Lebih cepat dari target,kata Jusuf sewaktu acara tim bang-terima dengan Suhud. "Dalam beberapa hal malah sudah empat tahun lebih cepat." Dengan lain perkataan, Suhud dipandang mewarisi bidang yang sudah sip. Suhud menjawab bahwa justru pada tahun-tahun mendatang ini bidang industri akan menghadapi situasi yang lebih sulit. Di satu pihak, missinya ialah supaya tetap mengembangkan bidang industri dengan teknologi tinggi. Sedang di lain pihak, ada tuntutan zaman supaya si kecil juga harus dihidupkan. "Jadi, bagaimana mencapai suatu harmoni antara yang besar dan yang kecil," kata Suhud. Dia memang bukan orang baru di bidang ini. Kaum investor asing yang masuk sejak 1967 pasti mengenalnya, minimal mendengar namanya, karena peranannya dalam Tim Teknis PMA, di bawah ketua Prof. Sadli. Kemudian ia menjabat Wakil Ketua BKPM, juga Ketua Otorita Proyek Asahan. Kontaknya dengan kalangan bisnis Jepang, yang berkepentingan dengan proyek Asahan, memang baik. "Suhudsan ini teknokrat yang matang," kata Y. Wada, kepala perwakilan C. Itoh & Co. Ltd di Jakarta. Direktur Jetro, Kiyoshi Mimura, berkata pula: "Dia sangat baik menjelaskan policy pembangunan imlustri Indonesia." Suhud kebetulan ramah dan luwes bergaul. Dalam tim Widjojo, dialah yang tertua, sekalipun yang terbaru. Deperhub: Emil Salim dipergunjingkan orang di luar bahwa dia dalam memimpin Deperhub telah mengalami kesulitan dengan para Dirjen yang ABRI. Cerita begitu telah dibantahnya. Menurut Emil, terbukti bidang perhubungan makin bertumbuh. Dan Deperhub mencatat kemajuannya yang pesat dalam Memorandum Serah Terima Menteri Perhubungan yang dijilid rapi. Dari semua sektor perhubungan, kata Emil, hanya dua yang tidak mencapai sasaran Repelita II, yaitu pembangunan kantor-kantor pos pembantu dan giro serta bidang angkutan sungai, danau dan ferry. Tapi "ketinggalan itu masih dapat dikejar" dalam tahun terakhir Pelita II ini. Tanggal 1 April, buku memorandum itu mengiringi timbang-terima jabatan dari Emil ke Rusmin Nurjadin, bekas dibes RI di London dan terakhir di Washington. Emil tampaknya tak lagi berada di tengah tim Widjojo, tapi tetap berada di kabinet sebagai Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan. Marsekal Rusmin, 48 tahun, menjadi KSAU sebelum dikirim ke luar negeri sebagai dubes selama 8 tahun. Dia mengikuti sidang-sidang IGGI yang tahunan membicarakan bantuan untuk Indonesia. Gagah seperti umumnya perwira tinggi AURI, pcmbawaannya simpatik. Dia mengatakan tertarik pada anjuran orang yang digantikannya supaya kaderisasi diperhatikan. Kaderisasi dulu mendapat prioritas rendah, katanya.Selain itu, dia mengatakan ingin meningkatkan jasa-jasa perhubungan. Apakah akan ada mutasi? Rusmin tegas menjawab: "Itu wajar. Perlu ada penyegaran. " Deperdagkop: Menteri Radius Prawiro berada tetap di tempat, malah tugasnya diperluas. Koperasi dimasukkan ke Dep. Perdagangan yang dipimpinnya. Ini merupakan keenam kalinya Koperasi berpindah tempat, menurut Dirjen Ibnu Sudjono. Kali ini ia memisahkan diri dari Depnakertranskop yang sekarang jadi Depnakertrans. Tujuannya, kata Radius, supaya didapat "keseimbangan dan keserasian" antara perkembangan di bidang koperasi, perdagangan dan perindustrian. Selangkah lebih maju. Masih kabur, tentu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus