Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menyuntik Si Tua

PT. Caltex Pacific Indonesia (CPI) membuat rencana investasi sebesar US$ 78 juta untuk merehabilitir sumur-sumur tua di Riau. Lapangan minyak minas di Riau yang mendapat prioritas utama. (eb)

8 April 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINAS, lapangan minyak di Riau, belakangan ini seakan-akan menderita demam. PT Caltex Pacific Indonesia (CPI), perusahaan Amerika, sedang mencoba menyuntiknya. Di Riau, CPI mengerjakan sejumlah lapangan yang kesemuanya kini menghasilkan rata-rata sekitar 833.000 barrel sehari, mendekati 50% dari jumlah produksi nasional. Produksi CPI sudah menurun dari puncaknya--966.000 barrel sehari--dalam tahun 1973. Penurunan produksinya tetap terjadi walaupun CPI masih terus menemukan sumur baru.Rupanya banyak sumur tua di wilayah CPI yang sudah berkurang mengeluarkan minyak. Sumur tua itu tak akan ditinggalkannya begitu saja. Malah sedang diusahakannya supaya si tua tetap berdaya dan bergairah. Untuk itu CPI membikin rencana investasi US$ 78 juta yang baru saja mulai dilaksanakannya. Program merehabilitir sumur tua itu yang disebutnya enhanced recovery diduga akan selesai tahun 1980. Adalah lapangan Minas terutama sekali yang mendapat prioritas dari investasi baru ini. Ini bisa dimengerti berhubung Minas paling terkenal dari semuanya. Minas adalah ladang minyak terbesar di Asia Tenggara. Tapi sejak 1952 CPI sudah menguras minyak Minas sebanyak 2,1 milyar barrel lebih atau sekitar 30% dari keseluruhan jumlah produksi Indonesia mulai 1885. CPI mengumumkan program US$78 juta ini minggu lalu, sesudah hasil SUMPR dan berdekatan dengan lahirnya Kabinet Pembangunan III. Namun, menurut satu pejabat CPI, program itu sudah menjadi bahan pemikiran sejak pemerintah RI menawarkan perangsang mulai Januari 1977. Ketinggalan Bukan hanya CPI, melainkan juga para kontraktor minyak asing lainnya mendapat perangsang sebagai hasil perundingan yang panjang, menyusul krisis Pertamina. Pada mulanya sebagai akibat krisis Pertamina, para kontraktor dibebani tambahan pungutan resmi, antara lain kepada CPI diwajibkan membayar 3 satu dollar untuk setiap barrel yang diekspor mulai 1 Januari 1976. Beban tambahan itu pernah membuat para kontraktor kurang bergairah melanjutkan eksplorasi. Ini terbayang pada jumlah kegiatan seismic mereka (di darat dan lepas pantai) yang berada pada titik terendah, tinggal 2 crew (per sekitar 400 orang) pada Januari '77, dibanding dengan 27 crew) pada Maret '75. Kegiatan seismic mereka di lepas-pantai malah hampir kosong dari September '76 s/d Juni '77 (lihat grafik I). Jumlah mercu bor (drilling rig) mereka pun pernah merosot dari 28 pada Juli '75 ke cuma 10 pada Nopember '76. Drilling itu malah hampir kosong waktu menjelang akhir '76 di lepas-pantai (lihat grafik II). Tapi sesudah adanya perangsang Januari '77, kegiatan eksplorasi minyak cenderung pulih kembali. Juga CPI tampak mulai bergairah lagi. CPI yang bekerja atas Kontrak Karya pernah membatalkan proyek rice estate yang dijanjikannya karena pungutan tambahan $1 itu. Kini pungutan tersebut sudah diturunkan pemerintah ke $0.50 per barrel, hingga CPI kembali mengadakan investasi, seperti untuk merehabilitir sumur tua di Minas itu. Namun proyek rice estate, mungkin karena tujuannya semula adalah untuk keperluan public relations, tampak ingin dilupakannya saja. Para kontraktor yang bekerja atas bagi-hasil telah mendapat perangsang berupa kredit investasi 20%. Jangka waktu depresiasi, bagi kontraktor yang termasuk grup I, telah diperpendek pula dari 14 menjadi 7 tahun saja. Selain itu, bagian minyak mereka (maksimum 25% dari produksi) yang harus disetor untuk pemakaian domestik telah diberi harga sesuai dengan pasaran internasional selama 5 tahun. Namun Indonesia, seperti Prof. Dr. ir. Moh. Sadli ketika masih menjadi Menteri Pertambangan pernah mengakui, sudah kehilangan waktu 2-3 tahun dalam usaha meningkatkan produksi. Kembali ke Minas, CPI tampaknya mau mengejar ketinggalan waktunya. "Kami harap kontraktor lain juga berbuat demikian," kata satu pejabat CPI. Maka dengan investasi $78 juta itu, CPI mentrapkan metoda khusus untuk mengeluarkan minyak secara maksimum tari sisa yang tertinggal. Akan disuntiknya air ke dalam lapisan yang mengandung minyak. Ini akan dilakukannya dengan pcngeboran sumur suntik air, dan pemasangan pompa. Prosesnya nanti akan mendorong minyak keluar dari ruang pori ke dalam sumur-sumur penyalur minyak. Kini Minas menghasilkan 340.000 barrel sehari.Belum diketahui berapa tambahan produksi bisa diperoleh dari penyuntikan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus