MINAS, lapangan minyak di Riau, belakangan ini seakan-akan
menderita demam. PT Caltex Pacific Indonesia (CPI), perusahaan
Amerika, sedang mencoba menyuntiknya.
Di Riau, CPI mengerjakan sejumlah lapangan yang kesemuanya kini
menghasilkan rata-rata sekitar 833.000 barrel sehari, mendekati
50% dari jumlah produksi nasional. Produksi CPI sudah menurun
dari puncaknya--966.000 barrel sehari--dalam tahun 1973.
Penurunan produksinya tetap terjadi walaupun CPI masih terus
menemukan sumur baru.Rupanya banyak sumur tua di wilayah CPI
yang sudah berkurang mengeluarkan minyak.
Sumur tua itu tak akan ditinggalkannya begitu saja. Malah sedang
diusahakannya supaya si tua tetap berdaya dan bergairah. Untuk
itu CPI membikin rencana investasi US$ 78 juta yang baru saja
mulai dilaksanakannya. Program merehabilitir sumur tua itu yang
disebutnya enhanced recovery diduga akan selesai tahun 1980.
Adalah lapangan Minas terutama sekali yang mendapat prioritas
dari investasi baru ini. Ini bisa dimengerti berhubung Minas
paling terkenal dari semuanya. Minas adalah ladang minyak
terbesar di Asia Tenggara. Tapi sejak 1952 CPI sudah menguras
minyak Minas sebanyak 2,1 milyar barrel lebih atau sekitar 30%
dari keseluruhan jumlah produksi Indonesia mulai 1885.
CPI mengumumkan program US$78 juta ini minggu lalu, sesudah
hasil SUMPR dan berdekatan dengan lahirnya Kabinet Pembangunan
III. Namun, menurut satu pejabat CPI, program itu sudah menjadi
bahan pemikiran sejak pemerintah RI menawarkan perangsang mulai
Januari 1977.
Ketinggalan
Bukan hanya CPI, melainkan juga para kontraktor minyak asing
lainnya mendapat perangsang sebagai hasil perundingan yang
panjang, menyusul krisis Pertamina. Pada mulanya sebagai akibat
krisis Pertamina, para kontraktor dibebani tambahan pungutan
resmi, antara lain kepada CPI diwajibkan membayar 3 satu dollar
untuk setiap barrel yang diekspor mulai 1 Januari 1976.
Beban tambahan itu pernah membuat para kontraktor kurang
bergairah melanjutkan eksplorasi. Ini terbayang pada jumlah
kegiatan seismic mereka (di darat dan lepas pantai) yang berada
pada titik terendah, tinggal 2 crew (per sekitar 400 orang) pada
Januari '77, dibanding dengan 27 crew) pada Maret '75. Kegiatan
seismic mereka di lepas-pantai malah hampir kosong dari
September '76 s/d Juni '77 (lihat grafik I). Jumlah mercu bor
(drilling rig) mereka pun pernah merosot dari 28 pada Juli '75
ke cuma 10 pada Nopember '76. Drilling itu malah hampir kosong
waktu menjelang akhir '76 di lepas-pantai (lihat grafik II).
Tapi sesudah adanya perangsang Januari '77, kegiatan eksplorasi
minyak cenderung pulih kembali. Juga CPI tampak mulai bergairah
lagi. CPI yang bekerja atas Kontrak Karya pernah membatalkan
proyek rice estate yang dijanjikannya karena pungutan tambahan
$1 itu. Kini pungutan tersebut sudah diturunkan pemerintah ke
$0.50 per barrel, hingga CPI kembali mengadakan investasi,
seperti untuk merehabilitir sumur tua di Minas itu. Namun proyek
rice estate, mungkin karena tujuannya semula adalah untuk
keperluan public relations, tampak ingin dilupakannya saja.
Para kontraktor yang bekerja atas bagi-hasil telah mendapat
perangsang berupa kredit investasi 20%. Jangka waktu depresiasi,
bagi kontraktor yang termasuk grup I, telah diperpendek pula
dari 14 menjadi 7 tahun saja. Selain itu, bagian minyak mereka
(maksimum 25% dari produksi) yang harus disetor untuk pemakaian
domestik telah diberi harga sesuai dengan pasaran internasional
selama 5 tahun.
Namun Indonesia, seperti Prof. Dr. ir. Moh. Sadli ketika masih
menjadi Menteri Pertambangan pernah mengakui, sudah kehilangan
waktu 2-3 tahun dalam usaha meningkatkan produksi.
Kembali ke Minas, CPI tampaknya mau mengejar ketinggalan
waktunya. "Kami harap kontraktor lain juga berbuat demikian,"
kata satu pejabat CPI. Maka dengan investasi $78 juta itu, CPI
mentrapkan metoda khusus untuk mengeluarkan minyak secara
maksimum tari sisa yang tertinggal. Akan disuntiknya air ke
dalam lapisan yang mengandung minyak. Ini akan dilakukannya
dengan pcngeboran sumur suntik air, dan pemasangan pompa.
Prosesnya nanti akan mendorong minyak keluar dari ruang pori ke
dalam sumur-sumur penyalur minyak.
Kini Minas menghasilkan 340.000 barrel sehari.Belum diketahui
berapa tambahan produksi bisa diperoleh dari penyuntikan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini