Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sukardi, 35 tahun, karyawan swasta, buru-buru turun dari Kijangnya menuju ke sebuah bengkel di Jalan Pramuka, Jakarta Timur. Kepada manajer di situ, ia berkata, "Tolong ganti oli, ya, pakai Mesran seperti biasanya." Di Jumat siang yang terik itu, permintaan Sukardi langsung ditanggapi. Rudyanto, sang manajer bengkel, segera menyuruh anak buahnya agar mengerjakan permintaan pelanggan mereka.
Seperti halnya Sukardi, para pemilik mobil yang rajin merawat kendaraannya tentu akan melakukan hal serupa: menyambangi bengkel yang siap memberikan servis sesuai dengan permintaan mereka. Dan pelumas merk Mesran termasuk satu dari beberapa produk yang digunakan serta dikenal di mana-mana. Pelumas ini diluncurkan sejak belasan tahun lalu oleh Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Negara (Pertamina). Sukardi sendiri mengakui bahwa ia telanjur cocok pakai Mesran. Ia sebenarnya bisa saja membeli pelumas impor yang lebih mahal. Masalahnya, selain merasa cocok dengan pelumas lokal, Sukardi juga punya alasan untuk tetap setia alias mempertahankannya.
Ketika kepadanya ditawarkan pelumas produksi Petroliam Nasional Berhad (Petronas), yang baru meluncurkan produknya di Indonesia dua pekan lalu, Sukardi kontan geleng kepala. Ia mengaku tidak berani coba-coba, karena mobil itu ibarat istri, mesti dirawat dengan perasaan. "Perlu dipastikan kualitasnya," begitu ucap Sukardi, "apakah bagus dan cocok dengan kendaraan kita atau tidak."
Faktor informasi dan kepercayaan terhadap satu produk baru ternyata menjadi pertimbangan utama. Sekalipun begitu, Presiden Direktur Petronas, Tan Sri Datok Sri Mohamad Hassan Marican, tetap optimistis pihaknya bisa menembus pasar pelincir di Indonesia. "Kami punya produk berkualitas," kata Hassan dalam nada meyakinkan. Ia sendiri menilai perekonomian Indonesia sudah mulai membaik. Bahkan Hassan merasa, bukan tidak mungkin Petronas bisa menjadi faktor pendorong perekonomian di masa depan.
Sebenarnya, ada beberapa perusahaan pelumas yang bermain di pasar Indonesia. Walaupun pasar pelumas sudah dibuka sejak tahun 2001, Mesran tetap bertengger di peringkat atas. Menurut data Asosiasi Produsen Pelumas Indonesia, saat ini Pertamina masih mampu menggaet pasar dalam negeri dengan menguasai 54 persen dari kebutuhan pelumas nasional yang mencapai 625 kiloliter per tahun. Mesran disusul Pennzoil dan Evalube, yang meraup sekitar 12 persen pangsa pasar. Kemudian berturut-turut Top 1 sebesar 11 persen, Castrol 5 persen, Shell dan Agip 3 persen, dan Motul 1 persen.
Di luar faktor kualitas, harga menjadi pertimbangan utama bagi konsumen. Sukardi, yang setia pada Mesran, mengakui bahwa harga pelumas ini terjangkau. "Dan kualitasnya bagus," ujarnya terus terang. Ia tak rela jika harus membayar lebih mahal untuk kualitas yang sama. "Pertamina paling murah," katanya lagi.
Pernyataan Sukardi ini bisa jadi isyarat bagi Petronas dan produsen pelumas asing lain agar tidak mematok harga terlalu tinggi. Misalnya, pelumas Prima XP di pompa bensin dijual Rp 17.400 per liter. Bahkan di tempat lain harganya di bawah Rp 16.000 per liter. Dengan pelumas impor yang memasang harga di atas Rp 25.000 per liter, jelas produk lokal lebih menggiurkan.
Tapi, kenapa Pertamina bisa murah? Menurut Mochamad Harun, Media Relations Pertamina, pihaknya bisa menekan harga karena punya base oil sendiri di Cilacap, di samping tidak bayar pajak impor dan tidak mengejar untung besar. "Dengan begitu, biaya pengolahan dan transportasi dapat diminimalkan sehingga harga jual bisa lebih terjangkau," ujarnya.
Selain itu, di saat kompetitor asing sibuk menjaga kualitas dan mengkalkulasi harga yang rasional, Pertamina sudah lebih dulu memasang kuda-kuda. Mereka bekerja sama dengan perusahaan taksi terbesar di Jakarta untuk memasok Meditran SX secara reguler. Belum lagi, sekitar 95 persen agen tunggal pemegang merek (ATPM) di Indonesia menggunakan produk Pertamina sebagai oli perdananya.
Bahkan Rudy Hartono, Komisaris PT Topindo Atlas Asia yang merilis pelumas merek Top 1, mengingatkan Petronas agar hati-hati. "Tidak mudah bagi pendatang baru untuk masuk," katanya kepada Sapto Pradityo dari Tempo News Room (TNR). Maksudnya, belum tentu Petronas akan berhasil. Apalagi jika tidak mampu membuktikan bahwa kualitasnya bagus dan distribusinya lancar.
Namun, pengamat perminyakan Kurtubi menilai Petronas bakal sukses menembus pasar Indonesia, asalkan mau kerja keras. "Bisa masuk, tapi tidak dalam waktu dekat," begitu nasihatnya. "Dan juga perlu kerja keras bagian pemasaran dan iklan," ia melanjutkan. Menurut Kurtubi, paling cepat setengah tahun, barulah merek dagang mereka dikenal di masyarakat.
Rommy Fibri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo