DEPOSITO berjangka bank pemerintah kini tampil kembali sebagai
instrumen investasi menarik. Pekan lalu Bank Dagang Negara (BDN)
dan Bank Bumi Daya (BBD) telah mengumumkan kenaikan luar biasa
tingkat suku bunga deposito berjangka pendek mereka. Untuk
deposito berjangka 6 bulan, misalnya, kedua bank pemerintah
terkemuka itu menawarkan bunga 16% per tahun, naik dari 6%
sebelumnya.
Kenaikan tingkat bunga hampir tiga kali lipat itu juga berlaku
untuk deposito berjangka 1 bulan, dan 3 bulan. Dengan terus
terang, I Nyoman Moena, ketua Perhimpunan Bank-bank Nasional
Swasta, menyebut tingkat suku bunga deposito itu kini "sangat
kompetitif." Bahkan untuk deposito berjangka 3 bulan, kedua bank
pemerintah itu berani memberikan bunga sampai 15,5%. Sementara
sejumlah bank asing terkemuka, seperti Citibank sampai pekan ini
hanya berani memberikan bunga 13% per tahun.
Kedua bank pemerintah tadi juga memberikan kemudahan lain bagi
nasabah: tak dipungut pajak atas bunga, dividen, dan royalty.
"Kalau Anda mau mendepositokan uang di atas Rp 100 juta telepon
saja kami, nanti kami datang pada Anda merundingkan tingkat
bunga yang akan kami berikan," ujar I Nyoman Andipa, wakil
kepala Urusan Dalam Negeri BBD Pusat. "Untuk simpanan di atas Rp
100 juta, bisa kami berikan 0,5% di atas tingkat bunga yang
ditawarkan."
Sekalipun terlambat, sudah saatnya memang bank pemerintah berani
memberikan tingkat bunga deposito menarik, dan pelbagai
kemudahan lain kepada nasabah. "Sudah waktunya kita bersaing,"
kata Omar Abdalla, Dirut BBD kepada TEMPO. Bunga deposito 6
bulan, misalnya, sejak Januari 1978 tetap saja 6%, sementara
pelbagai bank swasta nasional, dan asing sudah menaikkannya
beberapa kali mengikuti kecenderungan perkembangan moneter.
Karena mendaDat pinjaman dana likuiditas cukup besar dari Bank
Indonesia (BI) dengan bunga rendah, bank pemerintah sebenarnya
memang tak perlu kerja keras menyedot rupiah lewat deposito.
Pihak BI rupanya menyadari bahwa kebijaksanaan semacam itu pada
akhirnya hanya akan menyebabkan bank-bank di lingkungannya jadi
manja. Maka secara berangsur otoritas moneter itu mulai tahun
lalu mencabuti satu per satu pelbagai fasilitas yang
diberikannya: mencabut subsidi bunga atas kredit eksploitasi,
dan yang terakhir dikabarkan mengurangi pinjaman likuiditas.
Sebagai konsekuensinya pihak otoritas moneter kemudian
melepaskan kendalanya: memberikan kebebasan pada bank pemerintah
untuk menentukan tingkat bunga deposito berjangka pendek mereka.
Seorang bankir pemerintah bahkan menyebut pula bahwa untuk
deposito berjangka 1 tahun pun tingkat bunganya akan diserahkan
pada kebijaksanaan masing-masing bank. Beleid semacam itu memang
mendesak dilakukan mengingat di pasar mulai bermunculan pelbagai
instrumen investasi, yang lebih kompetitif. Obligasi PT Jasa
Marga, dan Bapindo, misalnya, memberikan bunga 15,5% per tahun
selama jangka waktu 5 tahun.
Tapi sesudah tingkat bunga deposito bank pemerintah naik hampir
tiga kali lipat, kata Nyoman Moena, obligasi bisa jadi kurang
menarik lagi. Bahkan, menurut Sutadi Sukarya, ketua Badan
Pelaksana Pasar Modal deposito bank pemerintah itu kini bisa
dianggap sebagai saingan baru obligasi. "Bagi pemilik uang, itu
berarti bertambahnya pilihan untuk menanamkan dananya," ujar
Sutadi.
Toh menurut J.A. Sereh, Dirut PT Danareksa, lembaga keuangan
yang menjamin emisi saham pelbagai perusahaan, deposito itu
hanya kompetitif untuk jangka pendek 1-2 tahun saja. Kenaikan
bultga deposito secara menyolok itu, yang ditujukan untuk
menyedot rupiah kembali, katanya, sifatnya hanya temporer. Jika
uang yang di parkir di luar negeri sudah kembali, dia
memperkirakan tingkat bunga itu akan berubah. Karena itulah dia
beranggapan untuk investasi jangka panjang "obligasi dengan
bunga tetap 15,5%, lebih menarik."
Sutadi menyarankan agar pelbagai perusahaan memikirkan pula
untuk menerbitkan obligasi dengan kondisi lebih menarik.
Mungkin, katanya, diperlukan jenis oblieasi lain, seperti
convertible bonds -- jenis obligasi yang bisa ditukarkan dengan
saham. Atau mungkin pula perlu diterbitkan profit sharing bonds
-- yang memberikan dividen dan bunga kepada pemegang obligasi.
Akan naikkah bunga deposito bank swasta dan asing? Panin Bank,
lembaga keuangan yang bulan ini menerbitkan saham tahap kedua
lewat Pasar Modal, merasa belum perlu menaikkan bunga
depositonya. Untuk deposito 6 bulan, misalnya, Panin masih
memasang bunga 13,5%. Ketika rupiah mulai membanjir bulan lalu,
bank swasta terkemuka ini baru saja menurunkan tingkat bunga
deposito berjangka pendeknya. Langkah mengendalikan pengumpulan
dana itu terpaksa dilakukannya mengingat volume kredit Panin,
karena pembatasan dari BI, tidak akan sebesar tahun sebelumnya.
"Jadi buat apa mengumpulkan dana banyak kalau pemasaran dananya
(memberikan kredit kepada nasabah) dibatasi pemerintah," kata
Fuady Mourad, direktur Panin Bank.
Sikap serupa juga dikemukakan seorang bankir asing. Selama ini,
katanya, di bank yang dipimpinnya lebih banyak uang masuk
(deposito) dari pada uang yang keluar (kredit). "Perpindahan
deposito dari bank kami ke bank pemerintah tentu saja akan
terjadi," ujarnya. "Kalau ternyata banyak sekali uang yang
pindah ke bank pemerintah, kami akan menaikkan suku bunga
deposito lagi."
Tampaknya, siasat menaikkan bunga deposito bank pemerintah itu,
memang bertujuan untuk memancing lebih banyak rupiah yang masih
bermukim di luar negeri. Turunnya bunga deposito di kebanyakan
bank swasta, baik asing maupun nasional, sedikit banyak bisa
menghambat para pemilik uang untuk menarik uangnya yang disimpan
di bank-bank asing di Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini