Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pasar Antisipasi Data Inflasi

JAKARTA - Pergerakan indeks selama Desember akan bergantung pada rilis data ekonomi yang muncul hari ini. Analis PT First Asia Capital Indonesia, Ivan Kurniawan, memperkirakan data ekonomi yang muncul pada awal bulan akan mengubah pola pergerakan indeks yang selama ini cenderung konsolidatif.

1 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Pergerakan indeks selama Desember akan bergantung pada rilis data ekonomi yang muncul hari ini. Analis PT First Asia Capital Indonesia, Ivan Kurniawan, memperkirakan data ekonomi yang muncul pada awal bulan akan mengubah pola pergerakan indeks yang selama ini cenderung konsolidatif.

Menurut dia, ada kekhawatiran di kalangan pelaku pasar bahwa efek kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi akan memicu lonjakan inflasi. "Antisipasi data inflasi diprediksi akan menekan pergerakan indeks hari ini," kata Ivan kemarin.

Ivan mengatakan, setiap kenaikan harga BBM senilai Rp 2.000 per liter akan memicu lonjakan inflasi sebesar 1,6-2 persen. Artinya, laju inflasi pada November bisa mencapai 5,4-6 persen secara tahun kalender (year-to-date). Namun, bila rilis data inflasi tidak setinggi estimasi, koreksi indeks tidak akan terlalu tajam.

Menurut Ivan, saham-saham yang terkena dampak paling besar dari lonjakan inflasi adalah sektor industri, konsumer, dan retail. Tekanan juga akan dialami oleh sektor perbankan, konstruksi, dan properti, karena kenaikan inflasi biasanya akan diikuti oleh kenaikan suku bunga Bank Indonesia. "Indeks bisa terkoreksi signifikan mengingat saham-saham tersebut adalah penggerak sekaligus penahan IHSG sepanjang tahun ini," ujarnya.

Di sisi lain, valuasi saham-saham di bursa Jakarta sudah cukup tinggi dan kurang didukung oleh faktor fundamental.

Dari sisi eksternal, ekonomi masih dalam fase kontraksi. Hal itu terepresentasi dari jatuhnya harga minyak mentah ke bawah US$ 70 per barel dan diikuti oleh merosotnya harga komoditas seperti tambang, mineral, dan CPO. Untungnya, likuiditas pasar global masih terjaga dengan stimulus yang dikeluarkan oleh Bank Sentral Eropa, Jepang, dan Cina.

Hari ini, Ivan memperkirakan, indeks akan berada di kisaran 5.100-5.150 dengan kecenderungan melemah. Selain data ekonomi domestik, pasar menanti data-data ekonomi Amerika dan Cina serta pertemuan Komite Ekonomi Federal (FOMC Meeting) akhir pekan ini. "Kami sarankan investor bertahan dalam pola trading dan hanya membeli saham pada harga rendah," kata Ivan. PDAT | M. AZHAR


Rupiah Masih Sulit Menguat

JAKARTA - Nilai tukar rupiah diprediksi masih sulit menguat pada Desember, terkena imbas kurs dolar yang terus bergerak naik. Spekulasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed), yang akan dipercepat pada bulan ini dan keputusan OPEC yang tidak mengubah angka produksi minyak, mendorong investor kembali mengakumulasi aset-aset bernilai dolar.

Analis Indonesian Bond and Pricing Agency (IBPA), Roby Rushandie, mengatakan laju penguatan rupiah terhambat oleh kedua sentimen tersebut. Sebab, dengan daya tarik dolar AS yang kembali meningkat, investor kemudian cenderung melepas portofolio negara berkembang (emerging market).

"Saat ini, dolar AS memang menjadi aset yang paling menarik untuk dikoleksi," kata Roby pada Jumat lalu.

Apalagi, menurut Roby, kinerja perekonomian Amerika Serikat memang paling terdepan bila dibandingkan dengan Jepang, Eropa, dan Cina. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III yang terus berada di level 3,9 persen, angka lapangan kerja yang mencapai lebih dari 200 ribu orang, serta tingkat pengangguran yang berada pada level 5,8 persen, menguatkan persepsi bahwa AS bakal menjadi motor penggerak pertumbuhan perekonomian global. "Dengan kondisi tersebut, mata uang dolar AS tentu semakin berharga," ujarnya.

Namun, Roby mengatakan, tekanan terhadap rupiah juga berasal dari sentimen domestik. Inflasi November yang diprediksi naik ke level 1,1-1,3 persen membangun kekhawatiran bakal adanya upaya pengetatan likuiditas kembali.

Selain itu, dibatalkannya rencana lelang penerbitan Surat Utang Negara (SUN) pada 2 Desember dengan alasan telah terpenuhinya target pembiayaan 2014, menambah besar prediksi rupiah sulit menguat pada awal pekan ini.

Menurut Roby, di tengah daya tarik dolar yang meningkat, suplai likuiditas greenback yang berkurang, tentu akan semakin menekan pergerakan rupiah. Pada awal Desember ini, dia memperkirakan, rupiah pun hanya akan bergerak di rentang level 12.160-12.250 per dolar AS. PDAT | MEGEL JEKSON

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus