Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Banyak Cerita di Rumah Hijau Denassa

Bunga bangkai atau ture payung yang bermekaran menjadi penanda awal musim hujan.

1 Desember 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah sore yang segar. Percakapan Ria Kusumawati, Sri Mutmainnah, Riska Ayu Afriani, dan Nur Risma Rusdi tiba-tiba terusik oleh bau tak sedap yang dihantar tiupan angin. Keriangan empat siswi Sekolah Menegah Pertama Negeri 1 Bontonompo ini hilang seketika.

Sempat menatap saling curiga, mereka lalu kompak menuduh saya. Saya membalasnya dengan senyuman dan berkata, "Ini adalah aroma sore yang khas."

Aroma kurang sedap itu memang tercium saban sore. Sumbernya adalah bunga bangkai (Amorphophallus paeoniifolius), atau warga Makassar mengenalnya sebagai ture payung. Jenis tanaman ini masih berkerabat dekat dengan bunga bangkai raksasa (Amorphophallus titanum) dan tire kecil atau iles-iles (Amorphophallus muelleri).

Ada dua dari 20-an bunga bangkai koleksi Rumah Hijau Denassa (RHD) yang sedang mekar pada Jumat lalu. "Mekarnya bunga tumbuhan ini menjadi satu penanda datangnya musim hujan," kata Darmawan Denassa, pendiri Rumah Hijau Denassa yang berlokasi di Jalan Borongtala, Kelurahan Tamalayyang, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, itu.

Pada awal November 2007 lalu, masyarakat Kampung Kassi, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros, pernah dihebohkan oleh bau serupa. Saat itu, seorang pemuda penggembala kambing, Tanwir, menemukan sumber bau dari ture payung yang tumbuh di pekuburan. Jumlahnya puluhan dengan beberapa kombinasi warna merah, ungu, hijau, dan kuning.

Bunga bangkai koleksi Rumah Hijau Denassa yang sedang mekar memiliki variasi ungu dan merah. Tinggi tanaman sekitar 60 sentimeter. Tahun lalu, jenis tanaman yang sama di lokasi itu mekar dengan ukuran jauh lebih besar, yakni tinggi 90 sentimeter dan lebar 120 sentimeter.

Sayang, tire payung semakin jarang ditemukan, khususnya di kawasan Mamminasata. Penyebabnya, kata Denassa, semakin banyaknya alih fungsi lahan dan pertambangan. "Tanaman ini umumnya tumbuh di area yang belum digali," kata dia.

Tak sekadar menjadi penanda awal musim hujan, Denassa menambahkan, batang bunga bangkai bisa diolah dan dikonsumsi karena memiliki kandungan glucomanan. Unsur itu dipercaya menambah kekebalan tubuh terhadap timbulnya berbagai penyakit seperti kanker usus besar, divertikuler, kardiovaskuler, kegemukan, kolesterol tinggi dalam darah, dan kencing manis. "Rasanya seperti batang daun talas," kata Denassa.

Pemanfaatan untuk konsumsi dilakukan sejak beberapa tahun terakhir. Umbinya diolah menjadi tepung. Tepung ini digunakan sebagai bahan agar-agar, mi, tahu, roti, dan kue. Sayangnya belum ada usaha membudidayakan tanaman ini. Pilihan tersebut membawa risiko terancamnya populasi tanaman bunga bangkai dan semakin sulitnya menemukan bunga ini bermekaran di awal musim hujan seperti saat ini.

Di RHD pula, saya untuk pertama kalinya melihat tanaman tambara-satu jenis tanaman obat yang sangat populer bagi orang Makassar. Ini adalah jenis bahan pengobatan tradisional yang dimanfaatkan dengan cara menyeduh buahnya dan berguna menurunkan suhu badan.

Tambara ada yang tumbuh di dataran tinggi dan ada yang tumbuh di dataran rendah. Tambara dataran tinggi bisa kita temukan di Gunung Bawakareang. Buahnya yang terasa pahit diyakini mengandung banyak manfaat, khususnya untuk obat.

Tapi Tambara juga bisa menjadi racun. Tambara racung tongi, begitu ungkapan yang ada, yang secara harfiah bermakna penawar dan racun. Kata Denassa, ada beberapa bagian tanaman yang merupakan racun, tapi penawarnya adalah bagian lain dari tanaman ini juga.

Denassa mengajak saya berkeliling, menunjukkan satu per satu koleksi tanamannya. Dia menceritakan banyak kisah di balik koleksi tanamannya, termasuk tentang tanaman langoting alias bungur atau Lagerstoenie indica yang dipercaya bisa menangkal petir. "Orang tua dulu, saat hendak bepergian di musim hujan, biasanya mengambil daunnya selembar lalu ditaruh di topi."

Kembali ke pelataran Mappasomba-hamparan rumput lokasi empat siswi SMP Meriung-mereka rupanya datang untuk mencari tanaman dan meminta penjelasan detail mengenai tanaman-tanaman itu kepada Denassa. Siapa saja bisa datang dan berkunjung ke Rumah Hijau. Denassa akan dengan ramah menyambut dan berbagi hal tentang koleksi tanamannya.


Agenda Komunitas

-Cross Border 2014 Art Exhibition (Makassar-Balikpapan)
Tempat : Ruang Seni Rupa di Losari
Waktu : 1-6 Desember 2014

-Pameran Properti Australia
Tempat : Hotel Grand Clarion
Waktu : 6-7 Desember 2014

-Parade Seni untuk Rakyat oleh UKM Seni Unversitas Negeri Makassar
Tempat : Fort Rotterdam Makassar
Waktu : 7 Desember 2014

-Project Berbagi Celengan Akhir Tahun
Tempat : Panti Asuhan Nur Fatawassi Minasaupa
Waktu : 7 Desember 2014

-Festival Sinema Prancis 2014
Tempat : Rumata' Art Space
Waktu : 12-13 Desember 2014

-Rock In Celebes
Tempat : Makassar
Waktu : 20-21 Desember 2014

***

Infokan agenda kampus, budaya, dan kegiatan komunitas Anda ke nomor ponsel 0813-5536-9005 atau alamat surel [email protected].

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus