Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Jumlah aksi ataupun dana terhimpun di pasar modal sampai September 2024 tercatat hanya 138 dengan akumulasi nilai Rp 137,05 triliun. Angka ini anjlok dibanding pada periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 169 aksi.
Tingginya suku bunga dan biaya kredit membuat perusahaan dan pelaku usaha lebih berhati-hati dalam pengeluaran mereka.
Pengumuman serangkaian stimulus dari Cina dinilai bakal mempengaruhi banyaknya aliran dana asing keluar dari pasar modal Indonesia.
DATA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan penghimpunan dana di pasar modal lesu. Jumlah aksi ataupun dana terhimpun sampai September 2024 tercatat hanya 138, dengan akumulasi nilai Rp 137,05 triliun. Angka ini anjlok dibanding pada periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 169 aksi dengan akumulasi nilai menembus Rp 190,02 triliun.
Pengimpunan dana di pasar modal hingga kuartal III 2024 terdiri atas 27 initial public offering (IPO), 11 penawaran umum terbatas (PUT), 5 efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), serta 95 Penawaran Umum Bersama (PUB) EBUS.
Sejumlah analis menganggap lesunya pengumpulan dana di bursa tidak terlepas dari kondisi perekonomian di dalam negeri. Ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2024 hanya tumbuh 5,05 persen. Nilainya melemah dibanding pada kuartal pertama yang sebesar 5,11 persen. Penurunan tersebut disebabkan oleh melambatnya konsumsi rumah tangga. Padahal konsumsi rumah tangga berkontribusi 54,93 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,91 persen. Nilainya lebih rendah dibanding pada kuartal kedua 2023 yang sebesar 5,22 persen. Angka tersebut juga lebih kecil dibanding pada kuartal yang sama pada 2022 yang sebesar 5,52 persen.
Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia M. Faiz Abrar berpandangan kondisi ekonomi saat inilah yang menjadi penghambat penghimpunan dana di pasar modal. Turunnya daya beli masyarakat juga mengurangi pendapatan perusahaan. "Akibatnya, perusahaan cenderung menahan diri untuk berekspansi, termasuk mengumpulkan dana dari pasar modal," katanya.
Faiz menjelaskan, tingginya suku bunga dan biaya kredit membuat perusahaan serta pelaku usaha lebih berhati-hati mengatur pengeluaran mereka. Sebab, biaya pinjaman yang mahal meningkatkan risiko finansial.
Pada April 2024, Bank Indonesia memutuskan menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis point menjadi 6,25 persen. Bunga acuan tersebut dianggap tinggi. Kenaikan BI Rate memiliki konsekuensi panjang. Ongkos pinjaman, seperti bunga kredit usaha dan kredit konsumsi, terkerek naik. Akibatnya, perputaran ekonomi melambat. Bank Indonesia baru menurunkan suku bunga acuan pada 18 September 2024 ke level 6 persen.
Selain faktor eksternal, kondisi internal industri dianggap menyebabkan perusahaan menahan ekspansi. Salah satunya terlihat dari pelemahan industri manufaktur yang tecermin dalam penurunan Purchasing Managers' Index (PMI) ke level 48,9 pada Agustus 2024 dari posisi 49,3 pada bulan sebelumnya. Laporan S&P Global pada 2 September 2024 menyebutkan PMI manufaktur Indonesia menunjukkan penurunan paling tajam dalam tiga tahun terakhir. Faktur utama penyebabnya adalah anjloknya permintaan baru dan merosotnya produksi.
Penghimpunan Dana di Bursa Anjlok
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PMI manufaktur merupakan indikator ekonomi yang mencerminkan keyakinan manajer bisnis di sektor manufaktur. Skor PMI di atas 50 menunjukkan sektor manufaktur sedang ekspansi. Sedangkan jika angkanya di bawah 50, tandanya industri sedang di fase kontraksi.
Analis dari Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menjelaskan, ke depan, sejumlah faktor akan menentukan kegiatan bursa. Salah satunya pengumuman serangkaian stimulus dari Cina yang bakal mempengaruhi banyaknya aliran dana asing keluar dari pasar modal Indonesia.
Kementerian Keuangan Cina berencana memberikan stimulus fiskal besar-besaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menggerakkan pasar saham mereka. Namun belum diungkapkan berapa besaran anggaran yang akan digelontorkan untuk stimulus tersebut.
Stimulus tersebut bertujuan menghidupkan ekonomi Cina yang sedang lesu. Pemerintah Cina juga berencana menerbitkan obligasi pemerintah khusus sekitar 2 triliun yuan atau sekitar US$ 283,02 miliar tahun ini sebagai bagian dari stimulus fiskal baru.
Pengunjung melihat pergerakan saham pada telepon seluer di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Menteri Keuangan Cina Lan Fo'an mengumumkan akan mengalokasikan sebesar 1,2 triliun yuan atau sekitar US$ 169,81 miliar dalam bentuk kuota obligasi daerah pada tahun ini. Langkah ini bertujuan membantu menyelesaikan utang tersembunyi yang ada dan melunasi tunggakan pemerintah kepada perusahaan. Selain itu, Cina berniat memperluas penggunaan hasil obligasi pemerintah daerah untuk mendukung pasar properti dan merekapitulasi bank-bank besar milik negara.
"Stimulus ini memang menarik bagi investor sehingga menyebabkan dana mengalir keluar dari pasar modal Indonesia dan masuk ke pasar Cina," tutur Nafan kepada Tempo, Senin, 14 Oktober 2024.
Saat Cina memberikan stimulus moneter pada akhir September 2024, misalnya, tutur Nafan, investor global menyerbu pasar keuangan Cina. Sementara itu, dana asing keluar dari pasar saham Indonesia. Bank Indonesia mencatat, pada periode 30 September-1 Oktober 2024, nonresiden jual neto mencapai Rp 4,36 triliun.
Namun Nafan menekankan stimulus Cina ini hanya faktor sementara, yang berarti dampaknya tidak berlangsung lama. Dia menegaskan bahwa dinamika suku bunga masih menjadi faktor utama yang menyebabkan pengumpulan dana di pasar modal menurun. Ketika suku bunga tinggi, biaya pinjaman juga naik. Hal ini dapat membuat investor atau perusahaan lebih berhati-hati dalam mengambil pinjaman atau berinvestasi.
Namun, jika tren suku bunga yang lebih tinggi dimulai dan berlanjut di masa depan, Nafan berpendapat hal ini bisa memberikan manfaat bagi peningkatan penghimpunan dana di pasar modal Indonesia. Sebab, investor akan lebih tertarik menempatkan dananya di instrumen pasar modal yang memberikan return yang lebih menarik dibanding simpanan di bank atau instrumen lain.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi. TEMPO/Tony Hartawan
Meskipun bursa saat ini sedang melemah, Nafan berpandangan masih ada harapan pasar modal Indonesia bakal bergeliat. Ia menyarankan pemerintah menerapkan kebijakan yang mendukung pengumpulan dana, seperti deregulasi dan debirokratisasi untuk mempermudah proses investasi dan mengurangi hambatan yang ada.
Agar penghimpunan dana di pasar modal Indonesia bisa bergeliat, Faiz Abrar mengatakan pemerintah dapat memberikan stimulus untuk mendukung pelaku usaha dan masyarakat. Stimulusnya bisa berupa bantuan dana atau penurunan pajak. Ia yakin kebijakan tersebut bisa meringankan beban pengeluaran perusahaan dan masyarakat sehingga mereka merasa lebih aman dalam berbisnis dan lebih mampu mengembangkan usaha.
Kebijakan moneter yang lebih longgar, ujar Faiz, juga bisa membantu mendorong penguatan bursa. Misalnya penurunan suku bunga. Dengan langkah ini, biaya pinjaman menjadi lebih murah sehingga mendorong perusahaan dan investor untuk lebih aktif berinvestasi dan mengumpulkan dana melalui instrumen pasar modal. Ia memproyeksikan Bank Indonesia bakal menurunkan suku bunga sebesar 50 basis point hingga Desember 2024.
Adapun Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi yakin penghimpunan dana di pasar modal masih dalam tren positif. Dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK, pada Selasa, 1 Oktober 2024, ia berujar sebagian dari total dana yang dihimpun berasal dari 28 emiten baru yang melakukan IPO, dengan nilai sekitar Rp 4,39 triliun.
Menurut Inarno, hal itu menunjukkan, meskipun kondisi ekonomi sedang sulit, masih ada perusahaan baru yang memutuskan menggalang dana melalui pasar modal. Terlebih, masih ada 27 pipeline penawaran umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 53,8 triliun
Tempo menghubungi Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna untuk meminta konfirmasi soal penyebab penghimpunan dana di pasar modal menurun dan langkah BEI untuk mendorong bursa agar kembali bergeliat. Namun pesan yang dikirim Tempo belum direspons.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo