Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Patrick Walujo membeberkan detail transaksi TikTok dan Tokopedia.
GoTo mendapat fee dari transaksi TikTok.
TikTok bisa kembali bertransaksi melalui Tokopedia.
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) tengah merampungkan transaksi penjualan 75 persen saham PT Tokopedia kepada TikTok. TikTok akan menjadi pemegang saham mayoritas Tokopedia setelah menyuntikkan dana US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 23,3 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi korporasi ini diumumkan pada 11 Desember 2023, dua bulan setelah TikTok Shop—layanan niaga elektronik (e-commerce) yang dioperasikan TikTok—tutup lapak. Operasi TikTok Shop terhalang aturan terbaru e-commerce yang melarang media sosial melayani transaksi e-commerce. Kini TikTok bisa membuka kembali TikTok Shop melalui kerja sama dengan Tokopedia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kerja sama ini, selain menguntungkan GoTo, Tokopedia, dan TikTok, bakal mengubah peta persaingan e-commerce Indonesia. Kepada Tempo, Chief Executive Officer GoTo Patrick Walujo membeberkan detail aksi korporasi ini. Dia juga memberi tanggapan tentang dugaan adanya konflik kepentingan tatkala komisaris GoTo, Wishnutama Kusubandio, ikut hadir dalam rapat pembahasan aturan e-commerce yang berujung pada penutupan TikTok Shop.
Berikut ini petikan wawancara Patrick dengan jurnalis Tempo, Khairul Anam, Retno Sulistyowati, Caesar Akbar, dan Aisha Shaidra, di kantor pusat GoTo di Jakarta Selatan pada 3 Januari 2024.
Bagaimana awal mula transaksi GoTo dengan TikTok?
Saya masuk ke GoTo pada Juni 2023, ketika perusahaan dalam tekanan luar biasa. Investor berharap kami bisa untung, sementara kondisi bisnis sangat menantang. Semua investor berharap GoTo profitable. Kami lalu mengevaluasi lini bisnis secara menyeluruh dan harus memangkas pos subsidi, promosi, dan marketing. Konsekuensinya, nilai transaksi dan angka penjualan turun. Kondisi terberat ada di bisnis e-commerce karena persaingannya ketat.
Saat itu bukankah Tokopedia masih berada di posisi kedua pemain e-commerce terbesar di Indonesia?
Pemain besar asing banyak spend uang untuk melebarkan market share, sementara Tokopedia menghadapi tekanan untuk segera profitable. Kalau TikTok kembali ke market dan bermitra dengan pihak lain, ada risiko besar bagi Tokopedia. Jadi, sewaktu TikTok mencari mitra, kami tunjuk tangan. Tapi kami bukan satu-satunya pihak yang mereka pertimbangkan.
Bagaimana mereka memilih mitra?
Beauty contest. Semuanya punya kesempatan yang sama untuk berdiskusi dengan TikTok. Semua pihak mengetahui dan mengikuti proses ini.
Benarkah Anda bertemu dengan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk membicarakan hal ini?
Kami tidak mungkin melakukan sesuatu dengan perusahaan yang terkena impact sebuah peraturan tanpa kulonuwun kepada pembuat aturannya. Budaya kita di Indonesia itu harus kulonuwun dulu sebelum melangkah lebih jauh.
Ada pandangan bahwa penerbitan aturan e-commerce hingga pelarangan operasi TikTok adalah pengaturan agar Tokopedia bisa bermitra dengan TikTok. Apa tanggapan Anda?
Ini yang harus kami luruskan. Kami dipersepsikan sebagai aktor utama di balik semua ini. Anggapan tersebut tentu saja sangat keliru karena semua pemain e-commerce mengikuti beauty contest. Lagi pula, mana mungkin TikTok memilih kami jika kami berada di balik semua ini. Jadi anggapan bahwa GoTo berada di balik layar adalah keliru dan tidak logis. Bermitra dengan Tokopedia juga mempunyai kompleksitas yang lebih besar daripada dengan grup lain. Kalau TikTok mau jalan pintas, mereka bisa mengambil e-commerce lain yang pegawainya sedikit, produknya terbatas, dan skala operasinya lebih kecil.
Bagaimana Anda menanggapi kehadiran Wishnutama, komisaris GoTo, dalam rapat presiden yang membahas regulasi e-commerce?
Saya tak punya kemampuan mengeluarkan undangan atas nama presiden untuk Mas Wishnutama. GoTo tidak punya wewenang itu. Mesti ditanyakan kepada beliau, siapa yang mengundang atau apa. Tapi, yang jelas, beliau hadir di rapat itu bukan dalam kapasitas sebagai utusan GoTo. Bisa saya jamin seratus persen.
Tapi Wishnutama memberikan pandangan dalam rapat itu?
Ya pasti ikut memberikan insight. Kalau enggak memberikan insight, buat apa diundang. Apakah itu merepresentasikan kami, enggak sama sekali. Enggak ada koordinasi.
Kenapa porsi kepemilikan GoTo di Tokopedia menjadi 25 persen dan GoTo kehilangan posisi pengendali?
Dalam proses ini kami tidak menjual satu lembar pun saham. GoTo tidak mendapat uang di muka. Yang terjadi adalah TikTok akan memasukkan dana tunai ke Tokopedia, Tokopedia menerbitkan saham baru untuk TikTok. Yang paling penting, GoTo mendapatkan service fee. Jadi, dari total transaksi di Tokopedia, sebanyak sekitar 0,4 persen dibayarkan kepada GoTo.
Sampai kapan fee itu berlaku?
Ya, selama kami bermitra. Setiap kuartal kami akan menerima fee dan itu akan straight to the bottom line. Ini adalah revenue yang bisa dibilang sudah tidak ada ongkosnya. Hampir tidak ada biaya untuk menghasilkan pendapatan. Kalau acuannya GMV (gross merchandise value) 2023, hitungan kasarnya kami bisa mendapatkan income di atas US$ 40 juta setahun. Kami tidak usah berinvestasi untuk berkompetisi di bisnis e-commerce. Modalnya disediakan oleh TikTok. Tokopedia bakal sangat kuat dan GoTo diuntungkan dari nilai transaksinya.
Nantinya seperti apa peran GoTo di Tokopedia?
Kami adalah mitra strategis TikTok dan bersama-sama akan memajukan Tokopedia. Meski porsi kepemilikan GoTo di Tokopedia sebesar 25 persen, TikTok tidak akan melakukan sesuatu tanpa berkonsultasi dengan kami. Sebab, bentuk kesepakatan kami adalah kemitraan.
Kenapa TikTok mau dengan deal seperti ini?
Pertama, TikTok butuh local partner. Kedua, TikTok tidak mau ada kompleksitas. Mereka maunya sederhana saja. Kami punya semangat yang sama untuk selalu saling menguntungkan. Saya juga mendengarkan, sebetulnya concern pemerintah itu apa. Saya dapat petunjuk yang sangat jelas: pertama, lindungi produsen Indonesia; kedua, lindungi konsumen Indonesia; dan ketiga, lindungi pemain e-commerce Indonesia. Hal seperti ini kami diskusikan terus dengan TikTok. Pemerintah bisa dengan gampangnya mematikan GoTo kalau kami enggak taat aturan.
Banyak orang menilai investasi TikTok terlalu murah, setidaknya jika dibandingkan dengan valuasi Tokopedia saat bergabung dengan GoTo....
Bisnis itu prinsipnya “willing buyer, willing seller”. Enggak mungkin saya dipaksa, enggak mungkin juga saya memaksa. Prinsipnya, saya bisa terima, mereka juga terima. Apa yang kami setujui itu business-to-business process. Kami bernegosiasi, akhirnya seperti itu.
Melepas Tokopedia mendatangkan keuntungan. Tapi value GoTo tak akan sebesar dulu karena ada aset yang lepas. Apa strategi Anda?
Kami sudah menjelaskan hal ini kepada para investor sebelum liburan akhir tahun. Mayoritas investor justru mendukung karena mereka semuanya melihat ke depan. GoTo menjadi lebih kuat struktur keuangannya dan Tokopedia benar-benar bisa jadi besar.
Berapa biaya yang dilepas ketika Tokopedia sudah tidak berada di neraca GoTo lagi?
Masih dalam penghitungan. Yang bisa kita lakukan hari ini hanyalah berdasarkan proyeksi, seberapa besar Tokopedia ke depan. Saya yakin, dengan keadaan sekarang, Tokopedia akan menjadi jauh lebih besar.
Ihwal strategi “bakar uang”, konsumen merasakan sekali hilangnya promosi. Apakah semua platform e-commerce melakukan hal itu?
Kami punya beban berat sekali di e-commerce karena semua kompetitor punya kekuatan finansial yang luar biasa besar. Dan kalau kami enggak kasih promo, orang enggak mau ke Tokopedia lagi. Di Indonesia, konsumen terbesar di kelas menengah yang sensitif harga. Jadi tantangan kami adalah membuat harga tetap terjangkau tapi biaya promosi dapat terjaga. Dengan menyeimbangkan dua sisi ini, bisnis bisa berkembang. Caranya, operating cost mesti diturunkan.
Dengan kondisi saat ini, bagaimana strategi Gojek untuk bersaing di sektor ride hailing?
Sekarang situasinya berbeda, kami punya fleksibilitas.
Lebih enak menghadapi persaingan di bidang ride hailing atau e-commerce?
Pesaing di on-demand service tidak sebanyak di e-commerce. Pemain lain di e-commerce, semuanya memiliki amunisi yang berlimpah, punya bisnis yang profitable dari tempat lain dan subsidi silang ke sini. Jadi kompetisi di e-commerce itu jauh lebih sengit. Kenapa di e-commerce mereka berani jorjoran? Karena market-nya besar.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kompetisi E-Commerce Jauh Lebih Sengit"