Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Pekerja Pertamina Minta Harga BBM Naik, Menteri Rini Menolak

Menteri BUMN Rini Soemarno menolak tuntutan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu untuk menaikkan harga BBM khusus penugasan,

20 Juli 2018 | 19.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menerima perwakilan dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang hari ini melakukan long march untuk menolak penjulan aset perusahaan di depan Gedung Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Jumat, 20 Juli 2018. (sumber: Istimewa)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menolak tuntutan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu untuk menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM khusus penugasan, Premium dan Solar. Tuntutan itu disampaikan serikat pekerja saat berdemonstrasi hari ini di depan kantor Rini, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pemerintah melihat daya beli masyarakat bawah belum memungkinkan untuk menerima kenaikan harga," kata Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN Ahmad Bambang dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 20 Juli
2018.

Dalam aksi itu, dengan ditemani Ahmad, Rini memang menyempatkan waktu untuk bertemu langsung dengan para pendemo. Demonstrasi bertajuk "Aksi Bela Pertamina" ini diikuti ratusan anggota serikat pekerja. Mereka melakukan long march dari kantor pusat Pertamina ke Kementerian BUMN serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Serikat pekerja menuntut pemerintah menambah subsidi BBM atau menaikkan harga. Sebab, sejak April 2016, harga Premium dan Solar tidak mengalami kenaikan. Kedua jenis BBM ini memang terus disubsidi pemerintah sehingga bisa dijual masing-masing seharga Rp 6.450 per liter dan Rp 5.150 per liter.

Masalahnya, harga minyak mentah atau crude oil terus mengalami kenaikan hingga ke level US$ 70 per barel. Lalu kurs rupiah juga sudah mencapai Rp 14.500 per dolar Amerika Serikat. Walhasil, beban yang harus ditanggung Pertamina untuk mempertahankan harga Premium dan Solar ini makin besar. "Ini membuat Pertamina rugi," kata Kepala Bidang Hubungan Kelembagaan, Media, dan Komunikasi Serikat Pekerja Hendra Tria Saputra dalam keterangannya.

Merespons keluhan ini, Rini mengatakan kerugian dari hasil penjualan BBM jenis Premium sebenarnya masih bisa ditutupi dari kompensasi wilayah kontrak karya yang sudah habis dan akan diserahkan ke perusahaan.

Rini menegaskan pemerintah tidak akan pernah membiarkan BUMN seperti Pertamina menanggung rugi, apalagi jatuh bangkrut. Menurut dia, BUMN harus terus tumbuh agar bisa bertahan hingga 100 tahun. "Namun harus tetap diingat bahwa BUMN juga mempunyai tugas sebagai agen pembangunan," ucapnya.

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus