Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Presiden Prabowo Subianto berjanji memberikan porsi lebih besar kepada perusahaan swasta menggarap proyek infrastruktur.
Penugasan pemerintah kepada BUMN mengerjakan proyek infrastruktur berubah jadi beban.
Pengusaha berharap pemerintah menawarkan proyek dan paket kerja sama pembangunan infrastruktur yang menarik secara komersial.
PRESIDEN Prabowo Subianto berencana memberikan peran lebih besar kepada perusahaan swasta untuk menggarap proyek-proyek infrastruktur. "Nanti jalan tol, pelabuhan, dan bandara saya serahkan kepada swasta," kata Prabowo dalam Musyawarah Nasional Konsolidasi Persatuan Kamar Dagang dan Industri Indonesia di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, pada Kamis, 16 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musababnya, Prabowo menilai kinerja perusahaan swasta lebih efisien, inovatif, dan berpengalaman dalam mengerjakan proyek tersebut. Ia pun menyatakan pemerintah akan terbuka pada sebanyak-banyaknya investasi demi mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam lima tahun ke depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan Prabowo ini berkaitan dengan kabar penghentian sejumlah proyek jalan tol baru, terutama proyek-proyek yang tahap pengerjaannya belum dimulai. Sebelumnya, Prabowo pernah berencana menghentikan proyek tersebut untuk memastikan kekuatan dan stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025, yang menjadi fokus utama dalam pengelolaan keuangan negara.
Namun belakangan Prabowo menyatakan proyek-proyek tersebut akan tetap dilanjutkan dengan mempersilakan perusahaan swasta mengerjakannya. "Saya tidak menghentikan proyek infrastruktur. Sebagian besar proyek infrastruktur akan saya serahkan kepada swasta untuk membangunnya," ujarnya.
Sebelum dilantik menjadi presiden, Ketua Umum Partai Gerindra itu pernah berjanji memprioritaskan perusahaan swasta untuk menggarap proyek investasi di dalam negeri. "Apa yang bisa dikerjakan sektor swasta, kami harus biarkan mereka melakukan itu," ucapnya dalam acara Mandiri Investment Forum pada Selasa, 5 Maret 2024.
Prabowo tak menampik adanya kemungkinan langkah ini membatasi ruang gerak badan usaha milik negara. Namun dia berpandangan bahwa pemerintah perlu membuat kebijakan rasional dengan mengevaluasi peran BUMN.
Menurut Prabowo, perusahaan pelat merah wajib hadir di sektor-sektor yang benar-benar strategis. Tapi pemerintah juga perlu melakukan rasionalisasi dengan merampingkan jumlah anak dan cucu usaha BUMN atau mempertimbangkan pelaksanaan privatisasi.
Presiden Prabowo Subianto dalam acara Musyawarah Nasional Konsolidasi Persatuan Kamar Dagang dan Industri Indonesia di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, 16 Januari 2025. TEMPO/Imam Sukamto
Pernyataan Prabowo yang memberikan kesempatan lebih besar kepada sektor swasta diperkirakan mengakhiri jorjoran belanja negara untuk proyek infrastruktur. Pada era Presiden Joko Widodo, pemerintah menggelontorkan Rp 3.167,4 triliun untuk pembangunan infrastruktur sejak 2015 hingga 2023. Panjang jalan tol yang beroperasi pun meningkat tajam, dari 879 kilometer pada 2015 menjadi 2.817 kilometer pada 2023.
Merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), porsi pembiayaan infrastruktur oleh perusahaan swasta tidak pernah melebihi 50 persen. Dalam RPJMN 2015-2019, kebutuhan total dana infrastruktur sebesar Rp 4.796,2 triliun. Pada periode tersebut, porsi pembiayaan swasta hanya 35 persennya atau sebesar Rp 1.751,4 triliun.
Dalam RPJMN 2020-2024, porsi pembiayaan swasta sedikit meningkat. Dengan kebutuhan pendanaan infrastruktur sebesar Rp 6.445 triliun, porsi pembiayaan swasta sebanyak 42 persen atau Rp 2.707 triliun.
Langkah Prabowo memberikan lebih banyak peran kepada perusahaan swasta sontak disambut positif oleh kalangan pengusaha. "Kami sangat mendukung keterbukaan ini karena banyak pelaku usaha yang ingin terlibat, tapi belum memiliki kesempatan karena berbagai kendala," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani kepada Tempo, Senin, 20 Januari 2025.
Shinta mengungkapkan, pelaku usaha yang ingin terlibat dalam proyek infrastruktur kerap menghadapi hambatan, seperti masalah kepastian hukum, pembebasan atau pengadaan lahan, dan isu pemodalan. Selain itu, terdapat tantangan dalam hal kompetisi atau kolaborasi dengan BUMN hingga perhitungan aspek komersial sebagai dasar pengembalian investasi yang dinilai belum cukup memadai.
Jika ingin melibatkan lebih banyak pelaku usaha, kata Shinta, pemerintah dapat menawarkan proyek dan paket kerja sama pembangunan infrastruktur yang menarik secara komersial. Dia menekankan, masih banyak aspek kerja sama yang perlu diperhatikan, khususnya terkait dengan daya tarik komersial proyek infrastruktur yang ditawarkan.
Menurut Shinta, pemerintah kerap menawarkan pembangunan infrastruktur di daerah yang cenderung memiliki potensi permintaan komersial rendah kepada sektor swasta. Aspek lain yang ia nilai perlu ditinjau adalah skema kerja sama antara pelaku usaha dan BUMN dalam proyek pembangunan infrastruktur. Dia ingin pemerintah memastikan kolaborasi itu saling menguntungkan, tidak menghambat pengerjaan proyek, dan tak merugikan pelaku usaha jika BUMN menghadapi masalah keuangan.
Asosiasi kontraktor Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) juga berharap implementasi arahan Prabowo tersebut dapat meningkatkan kapasitas dan kompetensi kontraktor sektor swasta. "Terlebih mengurangi jurang finansial yang terlalu besar antara kontraktor swasta dan kontraktor BUMN karya," ujar Sekretaris Jenderal Gapensi La Ode Safiul Akbar.
Selama ini, tutur La Ode, dominasi BUMN karya dalam proyek infrastruktur pemerintah kerap membunuh usaha kontraktor swasta. Padahal keberadaan kontraktor swasta dalam proyek pemerintah bisa memberikan efek berganda bagi perekonomian. Contohnya, sektor konstruksi memiliki kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yakni sebesar 10,5 persen dari produk domestik bruto nasional pada 2023.
Bahkan pemilik perusahaan jalan tol PT Citra Marga Nusaphala Persada, Jusuf Hamka, berharap perusahaan swasta diberi porsi pembangunan hingga 80 persen. "Kalau sekarang 80 persen diberikan kepada swasta dan 20 persen untuk BUMN, kami senang. Sebab, berarti kuenya banyak buat swasta. Kalau enggak, kan satu kue jadi rebutan banyak pihak," ujarnya setelah rapat koordinasi terbatas bersama Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta Pusat, Jumat, 17 Januari 2025.
Perusahaan pelat merah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA pun turut menyambut keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur di Tanah Air. WIKA merupakan salah satu perusahaan konstruksi dengan portofolio proyek engineering, procurement, construction, and commissioning paling banyak.
"Hal ini dapat membuka peluang kerja sama strategis yang tidak hanya meningkatkan kapasitas pembangunan, tapi juga memperkuat ketahanan nasional," kata Corporate Secretary Wijaya Karya Mahendra Vijaya kepada Tempo, Senin, 20 Januari 2025.
Agung mengatakan WIKA akan tetap berkontribusi pada proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Ia yakin WIKA memiliki pengalaman mumpuni dalam mengerjakan proyek-proyek, seperti industrial plant, pembangkit listrik, dan penghiliran industri. Proyek-proyek tersebut akan tetap menjadi target pasar WIKA pada 2025.
Pembangunan infrastruktur Jalan Lingkar Utara Lamongan seksi II di Jawa Timur, 8 Januari 2025. ANTARA/Rizal Hanafi
Sejumlah pengamat menilai langkah pemerintah memperbesar peran swasta dalam pembangunan infrastruktur merupakan hal logis, mengingat kondisi keuangan BUMN karya saat ini. Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute Achmad Yunus berpendapat bahwa banyak proyek pemerintah yang justru membebani BUMN karya.
Pada era pemerintahan Jokowi, BUMN diberi mandat mengerjakan proyek-proyek pemerintah. Namun, menurut Yunus, proyek yang diberikan itu tidak menguntungkan secara finansial, tapi dianggap penting untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur.
Karena sifat proyek penugasan ini tidak feasible secara komersial, BUMN karya terpaksa menanggung beban pembiayaan besar tanpa insentif yang memadai dari pemerintah. Akibatnya, kinerja finansial BUMN tergerus sehingga menyebabkan tekanan keuangan.
Wijaya Karya, misalnya, harus ikut menanggung utang pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek itu membuat Wijaya Karya merugi hingga Rp 7 triliun sepanjang 2023. Karena itu, Yunus mengusulkan BUMN karya dikembalikan ke fungsi utamanya sebagai perusahaan konstruksi dengan berfokus pada aspek bisnis tanpa dibebani pembiayaan proyek penugasan.
Di sisi lain, kebijakan tersebut berpotensi mengurangi peluang BUMN karya mendapat proyek pemerintah, yang selama ini menjadi sumber pendapatan utama mereka. Imbasnya, menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Danang Widoyoko, pendapatan BUMN karya akan menurun signifikan.
Padahal banyak BUMN karya memiliki utang jangka panjang yang biasanya dilunasi dari proyek pemerintah. Salah satunya PT Waskita Karya (Persero) Tbk yang memiliki utang sebesar Rp 82 triliun per kuartal kedua 2024. Dengan berkurangnya proyek, Danang memperkirakan kemampuan membayar utang terganggu sehingga bisa mempengaruhi neraca keuangan perusahaan.
Meski demikian, Danang menilai kondisi ini akan memaksa BUMN bersaing di pasar swasta sehingga mendorong perusahaan pelat merah meningkatkan efisiensi operasional agar lebih kompetitif. Peluang BUMN bertumbuh pun terbuka lebar jika berani mendiversifikasi sumber pendapatan, khususnya dengan masuk ke pasar global.
Selain persoalan keuangan BUMN, keterbatasan APBN dalam pembiayaan infrastruktur membuat keterlibatan perusahaan swasta dinilai positif. Ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, menjelaskan bahwa kondisi keuangan BUMN karya sangat bergantung pada APBN dengan skema penyertaan modal negara ataupun pinjaman. Dengan itu pun, kondisi keuangan sebagian BUMN tetap tidak terlampau baik, bahkan ada yang buruk.
Jika sektor swasta bisa lebih banyak dilibatkan, menurut Awalil, ada peluang bagi BUMN karya berbenah lebih serius. Maka justru tantangan beratnya adalah mencari pihak swasta yang bersedia karena pelaku usaha tidak mungkin tertarik jika proyeknya tak menguntungkan. Hal ini juga memerlukan peran lebih aktif Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan memonitor keberlangsungan proyek agar terhindar dari praktik korupsi dan tidak merugikan rakyat.
Walaupun kebijakan ini dapat berdampak positif, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengingatkan bahwa BUMN tetap harus menuntaskan semua tugasnya sesuai dengan kesepakatan sebelumnya dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Terlebih, menurut dia, keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur masih meragukan.
Nirwono menilai perusahaan swasta akan cenderung memilih proyek infrastruktur yang menguntungkan dalam waktu singkat, terutama karena mereka mendapat modal asing. Karena itu, dia juga memprediksi perusahaan swasta tidak akan tertarik membangun jalan tol di luar Jabodetabek, proyek bendungan, pelabuhan, dan bandara baru.
Selain itu, Nirwono menegaskan bahwa pihak swasta masih menghadapi kendala dalam penyiapan dan pembebasan lahan, serta proses administrasi perizinan yang memakan waktu lama. Sedangkan keterlibatan BUMN sebagai pelaksana penugasan pemerintah mendapat dukungan langsung pemerintah atau Kementerian Pekerjaan Umum. "Hal ini tidak akan terjadi jika proyek infrastruktur diserahkan sepenuhnya kepada swasta," ucapnya.
Tempo berupaya meminta tanggapan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo soal potensi pengurangan proyek infrastruktur untuk BUMN karya jika pemerintah memberikan porsi lebih besar kepada perusahaan swasta. Namun, hingga berita ini ditulis, Kartika tidak merespons pesan Tempo. ●
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo