Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKHIR Juni nanti, Inggris akan menggelar referendum untuk tetap menjadi anggota Uni Eropa (UE) atau meninggalkannya. Beberapa tahun lalu, hal serupa dialami Yunani. Kendati ada perbedaan alasan sampai memikirkan berpisah, persamaannya terletak pada hilangnya kekuasaan politik atas beberapa kebijakan pemerintah yang diputuskan UE di Brussel.
Sebaliknya, baru tahun ini Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diluncurkan dan sudah harus menghadapi resistansi serta keraguan dari negara-negara anggotanya, juga dari dunia luar. Beberapa pekan lalu, beredar di media sosial kabar tentang ribuan tenaga kerja Filipina dan Thailand yang siap membanjiri Indonesia. Diberitakan bahwa mereka sedang menyiapkan diri dengan belajar bahasa Indonesia. Ada pula ribuan sopir taksi Filipina, yang selain belajar bahasa Indonesia, sedang mempelajari peta Jakarta.
Ternyata berita berantai itu palsu belaka. Tapi, masalahnya, benih ketakutan telanjur menyebar.
Melihat UE yang lebih mapan, MEA sering dianggap akan mengikuti jejaknya. Tapi perlu dicatat bahwa kedua organisasi ini, walau ada persamaan, perbedaannya juga cukup mendasar.
Uni Eropa telah melangkah lebih jauh dari sekadar menjalankan integrasi ekonomi. Mereka menukar mata uang masing-masing dengan mata uang tunggal euro, juga membentuk pemerintahan UE, lengkap dengan parlemennya di Brussel. Ada beberapa kebijakan pemerintahan 28 negara anggota yang diambil alih UE. Dengan populasi sekitar 500 juta dan produk domestik bruto sekitar US$ 18,5 triliun, UE menjadi kesatuan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Belajar dari UE, MEA membatasi diri sebatas menjadi zona perdagangan bebas. Ini berarti membuka lebar aliran bagi barang, jasa, dan tenaga kerja di antara anggotanya. Tapi, agar mudah diterima, aliran bebas ini terbatas pada sektor-sektor tertentu dan dengan kondisi tertentu.
MEA juga tak mengikuti jejak mata uang tunggal Eropa. Karena mata uang euro tak didukung kebijakan fiskal yang disiplin dan terintegrasi, beberapa negara anggota meminjam berlebihan guna membiayai defisit anggarannya. Ini yang terjadi di Yunani, Italia, Spanyol, Portugal, dan Irlandia.
Integrasi di ASEAN memang berjalan lebih lamban dengan beragam pertimbangan. Terdiri atas 10 negara dengan 600 juta penduduk dan PDB sekitar US$ 2,4 triliun, ASEAN ada di peringkat ketujuh ekonomi dunia.
Dalam lima tahun terakhir, kawasan ini secara bertahap memangkas tarif impor sampai hampir nol persen untuk sekitar 98 persen dari barang-barang yang masuk skema ASEAN Free Trade Area. Tentu saja ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sampai tarif ini dapat berlaku, misalnya porsi muatan lokal.
Untuk jasa, aliran bebas juga dibatasi hanya untuk 12 sektor. Adapun untuk arus tenaga kerja, mereka dibatasi hanya pada tingkat tenaga profesional dan hanya dari 8 sektor. Misalnya jasa perawat, arsitektur, akuntan, serta praktisi medis dan gigi. Itu pun masih disaring lagi dengan syarat lulus sertifikasi dan lisensi setempat.
Dengan kata lain, kita tak perlu khawatir kebanjiran sopir taksi dari Filipina atau barang impor dari ASEAN. Justru MEA memberi peluang dalam peningkatan standar mutu agar produk, jasa, dan tenaga kerja kita dapat lebih bersaing.
Tapi kebijakan dengan membandingkan standar di kawasan ini pun harus dijalankan dengan hati-hati. Misalnya kebijakan Otoritas Jasa Keuangan pekan lalu yang meminta perbankan Indonesia menurunkan suku bunga pinjaman hingga satu digit. Meski maksudnya baik, kebijakan ini tak memperhitungkan perbedaan tingkat risiko yang lebih rendah di negara tetangga. Sedangkan untuk menurunkan tingkat risiko itu, kita masih butuh waktu.
Manggi Habir (kontributor Tempo)
KURS
Rp per US$ Pekan sebelumnya 13.149
13.166 Penutupan 17 Maret 2016
IHSG
Pekan sebelumnya 4.793
4.885 Penutupan 17 Maret 2016
INFLASI
Bulan sebelumnya 4,14%
4,42% Februari 2016 YoY
BI RATE
Sebelumnya 7,00%
6,75% 17 Maret 2016
CADANGAN DEVISA
29 Januari 2016 US$ 102,134 miliar
US$ miliar 104,544 29 Februari 2016
Pertumbuhan PDB
2015 4,73%
5,3% Target 2015
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo