Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai pelaku pasar modal masih menantikan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate. Tak hanya itu, perusahaan sekuritas ini juga menyebut pelaku pasar masih menunggu kebijakan pemerintah yang lebih condong atau pro pasar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menyebut ruang penurunan suku bunga acuan yang terbuka saat ini masih didukung kondisi fundamental seperti posisi cadangan devisa yang masih banyak dan inflasi yang terkendali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dengan kondisi tersebut, kami memprediksi bulan ini adalah saat yang tepat untuk pemangkasan suku bunga, karena pemangkasan suku bunga jarang terjadi di kuartal II/2025,” tutur Rully dalam acara bertajuk ‘Breaking Down the Economy: Market Challenges & Economic Resilience’ yang digelar di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu, 12 Maret 2025.
Hal tersebut, kata dia, karena adanya repatriasi dividen atau pembagian dividen sejumlah perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia kepada pemegang saham di luar negeri. Di tengah musim dividen bursa, kebutuhan dolar Amerika Serikat juga bakal meningkat. Dengan adanya repatriasi dividen itu, ia juga menilai jendela pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia baru ada lagi pada kuartal III.
Sebagai informasi, suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5,75 persen per Januari 2025. Suku bunga turun 25 basis poin setelah bertahan di level 6 persen sejak September 2024 lalu.
Adapun saat ini, Rully mengatakan kebijakan lain yang sudah dikeluarkan pemerintah dan masih mendukung kondisi makroekonomi dalam negeri adalah perpanjangan kebijakan devisa hasil ekspor (DHE). Melalui kebijakan itu, pemerintah mewajibkan valuta asing hasil ekspor harus ditempatkan di dalam negeri dalam setahun ke depan.
Kebijakan tersebut dinilai cukup menjaga nilai tukar rupiah di tengah tekanan dolar AS. Posisi nilai tukar rupiah dalam 30 hari terakhir berada di kisaran Rp 16.300 per dolar AS. Adapun rupiah tercatat pertama kali menembus level Rp 16.000 pada Desember 2024 lalu.
Selain itu, kebijakan lain yang sudah dieksekusi pemerintah adalah insentif tarif listrik sebesar 50 persen pada Januari dan Februari, serta insentif tarif pesawat ekonomi di musim mudik periode Lebaran 2025.
Rully mengatakan, kebijakan yang saat ini ditunggu pelaku pasar dari pemerintah adalah kebijakan yang lebih pro pasar. Salah satu bentuk kebijakan pro pasar, ujar dia, ialah kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, terutama di tengah perang dagang jilid 2 yang digencarkan Presiden AS Donald Trump di awal tahun ini.