Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Peluang Manajer di Tengah Krisis

Rupiah kembali digoreng. Minyaknya tetap isu-isu politik. Harga dolar akan segera Rp 10.000?

15 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam situasi krisis seperti sekarang ini, head hunters?pemburu tenaga kerja profesional?ternyata tetap dibutuhkan. Walau pangsa pasar mereka turun drastis, masih saja head hunters gentayangan memburu mangsanya. Ada beberapa industri yang masih membutuhkan manajer top, terutama yang berorientasi ekspor, seperti garmen dan mebel. Juga di bidang teknik informasi. Bagaimana para head hunters membujuk-bujuk calonnya bisa dituturkan dari pengalaman Indrawati H.A. Harbani, wanita kelahiran Surabaya yang pernah menjadi sekretaris di konsulat RI di New York ini. Tahun 1974, ketika ia kembali dari Amerika, tak sampai empat hari berselang dari saat mengajukan lamaran, ia dipanggil wawancara di American Express dan langsung diterima. Tapi kemudian ia keluar dan masuk Grup Fega (Femina Gadis). Di tempat inilah, dalam posisi sebagai direktur, ia kemudian ''digoda" para head hunters. Indra mulai didatangi tahun 1990, dan sejak itu acap kali ia harus berkelit. ''Saya bilang sama mereka, `Sudahlah, tidak perlu membujuk-bujuk saya lagi, selama saya masih mendapat tantangan di tempat kerja saya, saya tidak akan pindah.' Saya memang risi kalau dilirik-lirik terus," katanya. Tapi head hunters tentu lebih gigih. Mereka terus mencoba menghubungi Indra di kantor, dengan telepon, dan beberapa kali makan siang. Tahun 1995 Indra ditawari lagi oleh head hunters lain. Kali ini klien seorang bos konglomerat yang punya bank dan properti. ''Saya ditawari posisi presiden direktur di holding-nya. Waktu itu mereka menawari saya gaji pokok US$ 9.000. Itu dua kali gaji saya," kata Indra bercerita. Tawaran itu tetap ditolaknya. Tahun 1996, ketika ia keluar dari Fega karena alasan pribadi, Indra pun menclok di Grup Tunggal. Di holding-nya ia sebagai wakil presiden direktur (vice president) dan di Tunggal sendiri sebagai manajer umum. Kepindahannya ini ia sebut bukan karena jasa head hunters, tetapi sudah pasti reputasinya dinilai tinggi karena menjadi lirikan beberapa head hunters. Profesi head hunters pada masa ''ekonomi normal" tergolong basah. Banyak perusahaan mempercayakan pencarian manajer top ke agen pemburu tenaga kerja ini. Alasan mereka, orang yang didapat nantinya akan lebih berkualitas dan benar-benar sesuai dengan yang diinginkan. Soalnya, pemburu tenaga profesional ini bahkan ada yang sampai menggunakan tenaga detektif swasta untuk menyelidiki latar belakang orang yang diburunya. Jadi, informasi ''calon korbannya" itu tidak sekadar dari database yang dimiliki para head hunters. Karena itulah, pada masa sebelum krisis, pemburu profesional ini lebih banyak ''membajak" profesional bermutu di tempat-tempat lain. Irwan, lulusan sebuah universitas di London, misalnya, pada Maret 1985 dibajak oleh Bank American Express (Amex) dari Citibank dengan gaji dua kali lebih besar. Sekali orang tergaet oleh head hunters, biasanya akan mudah lagi dibujuk head hunters lainnya. Nah, Irwan ini kemudian terbujuk dan akhirnya menclok di Bankers Trust Indonesia sebagai country manager. Namun apa yang terjadi setelah krisis ekonomi? Perusahaan raksasa gulung tikar. Sejumlah tenaga, dari kelas bawah, menengah, sampai atas, banyak yang diberhentikan. Para head hunters pun berkurang. Juga imbalan yang mereka peroleh. Dulu, sebuah perusahaan pencari tenaga profesional dapat mengumpulkan imbalan hingga US$ 1 juta per bulan, tapi sekarang tidak sampai 40 persennya. Jumlah klien pun menyusut drastis. Data yang diperoleh dari Amrop International, sebuah perusahaan pemburu tenaga profesional, menyebutkan, dari sekitar 70 posisi setiap bulan yang dulu dapat ia isi, kini menjadi hanya 20 posisi. Bahkan perusahaan pemburu tenaga profesional itu berguguran. Sebelum krisis, di Indonesia ada 16 perusahaan pemburu itu, tapi kini tinggal 10 biji. ''Head hunters yang tumbang itu umumnya karena jaringan dan pendekatannya yang kurang bagus, '' kata Pri Notowidigdo, managing partner dari Amrop International. Yang menarik, dulu para head hunters melirik calon ''buruan", tapi sekarang terbalik. Banyak tenaga profesional yang menyerahkan ''daftar riwayat pekerjaan" kepada head hunters. Siapa tahu, ''korban PHK" ini bisa disalurkan. Namun, menurut Pri, posisi tenaga profesional top itu sekarang terbatas. Memang ada peluang yang masih terbuka, misalnya pada usaha-usaha yang berorientasi ekspor seperti perusahaan garmen, mebel, boneka, teknologi informasi, pengembangan bisnis, dan konsultan manajemen. Perusahaan pemegang lisensi boneka Barbie di Indonesia, Mattel, misalnya, berencana mencari beberapa manajer karena akan menambah pabriknya di sini. Profesi lain yang masih dicari pada masa krisis ini adalah akuntan, pengacara perusahaan (corporate lawyer), dan manajer perbankan. Tapi tuntutannya jauh lebih tinggi daripada profesional pada masa sebelum krisis. Mereka tidak saja minimal berpendidikan S2, berbahasa Inggris lancar, dan berpengalaman di bidangnya, tetapi juga orang-orang yang bisa menangani dan mengorganisasi semakin banyak pekerjaan. Alasan pasar memilih tenaga teknologi informasi pada tingkat manajer sejalan dengan makin dekatnya milenium baru. Tenaga teknologi itu harus mampu mengatasi masalah teknologi yang berkait dengan lompatan ke tahun 2000, seperti millennium bug. Apa alasan mencari manajer perbankan? Walaupun dunia bank di Indonesia sedang amburadul karena likuidasi, bisnis bank tetap dibutuhkan untuk menggerakkan bisnis di sektor lain. Untuk itulah perusahaan pencari profesional justru berburu manajer bank. Menurut Vera Adjas, manajer di Price Waterhouse Cooper, perusahaan jasa manajeman, perekonomian kita butuh waktu tiga hingga empat tahun untuk menyehatkannya. Nah, dalam masa itulah dibutuhkan tenaga manajerial di bidang perbankan. Namun, yang dicari adalah manajer yang lebih kreatif, lebih percaya pada nilai-nilai moral, dan punya fokus kuat pada upaya penemuan kembali (reinvention) kualitas. Sulitkah mencari manajer jenis ini? Menurut Pri, tidak sulit. Sebab, pasar tenaga kerja akan segera dipenuhi oleh ribuan profesional yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja di sektor perbankan. Di antara mereka itu dipastikan ada tenaga yang berkualitas. ''Asal membuat resume yang bagus dan mudah dimengerti, mereka akan mudah mendapat pekerjaan kembali," kata Pri. Faktor lainnya, ada kekosongan di tingkat manajer karena ''perginya" para manajer etnis Cina dari Indonesia. Tapi Pri tidak dapat memprediksi berapa besar kekosongan itu.

Bina Bektiati, I G. Maha Adi


Tenaga profesional yang masih dicari:
Teknologi Informasi
Akuntan
Human Resources Development
Financial Services
General Manager
Export Services
Perkiraan Gaji:
manajer menengah:
manajer senior:
manajer umum:
manajer top:
Rp 8?10 juta
Rp 10?12 juta
Rp 11?13 juta
di atas Rp 13 juta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus