Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Meski sudah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika, aplikasi platform e-commerce Temu masih bisa diakses.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie mengumumkan penutupan aplikasi Temu pada Rabu, 10 Oktober 2024. Sebabnya, Temu tidak terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik di Indonesia. Alasan lainnya adalah untuk melindungi produk UMKM.
Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional Heru Sutadi pun menilai Indonesia bakal lebih banyak merugi jika membiarkan Temu hadir tanpa persyaratan ketat.
MESKI sudah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika, aplikasi platform e-commerce Temu masih bisa diakses. Aplikasi e-commerce asal Cina ini akan menampilkan etalase mereka setelah pengguna mendaftarkan diri. Tapi barang seperti pakaian, barang elektronik, aksesori, dan furnitur itu dijual dengan mata uang pound sterling. Saat Tempo menyisir pengaturan lokasi, opsi Indonesia tak ditemukan dari sekitar 50 daftar negara yang tersedia.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengumumkan penutupan aplikasi Temu pada Rabu, 10 Oktober 2024. Penyebabnya, Temu tidak terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik di Indonesia. Alasan lain adalah untuk melindungi produk usaha mikro, kecil, dan menengah. "Produk UMKM lokal perlu mendapat pelindungan pemerintah dari marketplace asing yang menjual produk asing langsung dari pabriknya sehingga harganya sangat murah," katanya kepada Tempo, kemarin.
Temu merupakan aplikasi e-commerce asal Cina milik PDD Holdings. Pertama kali diluncurkan di Amerika Serikat pada 2022, pertumbuhannya begitu cepat hingga bisa berekspansi ke lebih dari 50 negara lain saat ini. Dua tahun setelah peluncurannya, Temu berhasil menyalip eBay sebagai situs e-commerce paling banyak dikunjungi nomor dua di dunia. Berdasarkan data SimilarWeb per September 2024, Temu hanya kalah oleh Amazon.com.
Harga produk yang mereka tawarkan sangat murah sehingga menarik minat banyak pengguna. Rahasianya adalah metode kerja Temu yang menghubungkan konsumen langsung ke pabrik. Jaringan distribusi menjadi terpangkas dan berujung pada penurunan biaya produksi.
"Ini persaingan yang tidak sehat dan mengancam keberlangsungan bisnis pelaku UMKM lokal," ujar Budi, yang menyimpulkan dari pengalaman sejumlah negara setelah menerima Temu. Dalam sejumlah kasus, konsumen ikut dirugikan karena kualitas produk yang mereka tawarkan tidak memenuhi standar mutu.
Budi mengetahui risiko tersebut setelah menerima surat dari Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki. Lewat surat tersebut, Teten menjelaskan perlunya pelindungan produk UMKM terhadap model bisnis yang diterapkan marketplace luar negeri, yakni Temu. Budi menjawab dengan menutup akses aplikasi tersebut.
Teten menyadari Temu belum beroperasi di Indonesia. Aplikasinya pun belum memiliki opsi wilayah operasi di Indonesia. Tapi ia enggan ambil risiko.
Temu beroperasi dengan menghubungkan secara langsung pabrik besar dari Cina ke konsumen. Praktik ini tak sesuai dengan ketentuan di Indonesia, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan. Di dalamnya ada larangan penggabungan klasifikasi baku lapangan usaha atau KBLI 46, yaitu perdagangan besar dan KBLI 47 perdagangan eceran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, cara mereka mendekatkan pabrik ke konsumen memotong banyak rantai distribusi. Ditambah dengan adanya diskon hingga 100 persen, harga barang-barang di Temu sangat murah. "Sedangkan kita sedang mendorong UMKM menjadi UKM produsen yang bisa menciptakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan," kata Teten. Konsep ini juga akan membuat reseller, afiliator, termasuk kreator konten, kehilangan pekerjaan.
Berdasarkan catatannya, Temu sudah tiga kali mencoba mendaftarkan hak mereknya di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hingga saat ini percobaan itu masih gagal lantaran merek tersebut sudah dimiliki oleh salah satu perusahaan asal Indonesia. "Hal ini akan terus kami komunikasikan antarlembaga serta kami kawal agar tidak ada celah sedikit pun bagi Temu masuk ke Indonesia," kata Teten.
Kekhawatiran juga diungkapkan Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya, Nandi Herdiaman. Menurut dia, aplikasi Temu dapat merusak pasar lokal jika masuk ke Indonesia. "Produk di Temu dijual dengan harga yang sangat rendah karena adanya subsidi besar dari platform tersebut. Ini dapat merusak pasar lokal," ucapnya.
Nandi mengatakan industri yang akan terkena dampak oleh aplikasi Temu adalah industri tekstil dan produk tekstil. Sebab, sektor ini telah tertekan akibat impor besar-besaran dan praktik dumping. Banyak pengusaha, kata dia, khawatir kondisi ini akan membuat mereka tidak mampu bersaing dengan harga yang begitu rendah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam jangka panjang, Nandi mengatakan aplikasi Temu bisa berdampak serius terhadap industri lokal. Dengan harga yang sangat rendah dan subsidi, Temu bisa merusak ekosistem bisnis kecil-menengah yang bergantung pada rantai pasok tradisional. Industri tekstil Indonesia yang menyerap jutaan tenaga kerja, kata dia, bisa mengalami penurunan produktivitas dan peningkatan angka pengangguran jika platform seperti Temu mendominasi pasar.
Pengguna telepon pintar menunjukkan aplikasi Temu, Jakarta, 10 Oktober 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies, Nailul Huda, menganggap ketakutan pemerintah wajar. Kehadiran Temu bakal berdampak langsung bagi UMKM. Mereka akan kesulitan bersaing dengan barang murah dari Temu. Kalaupun Temu mendorong pengadaan dari pabrik di dalam negeri, Huda menyebutkan masih ada risiko lain, seperti hilangnya pekerjaan distributor atau reseller.
Selain itu, dia menyoroti larangan cross-border langsung dan limitasi batas harga, yakni US$ 100. Payung hukumnya berupa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik. Masyarakat dilarang mengimpor barang via cross-border yang harganya di bawah US$ 100 juta.
Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional Heru Sutadi pun menilai Indonesia bakal lebih banyak merugi jika membiarkan Temu hadir tanpa persyaratan ketat. Dia mengingatkan, di beberapa negara yang menjadi pasar Temu, pasar jadi berantakan. Temu merusak pasar di negara tersebut. Selain itu, dia berharap Temu masuk dengan menggandeng mitra lokal.
Merujuk pada sejumlah riset, posisi Temu terus berkembang pesat di banyak negara. Selain karena harga mereka yang murah, studi Coresight Research merilis informasi bahwa perusahaan ini cukup ketat mengawasi mitra penjual. Aplikasinya juga tersedia di Play Store dan App Store. Waktu pengiriman Temu juga dianggap sering tepat waktu.
Tempo berupaya meminta tanggapan manajemen Temu lewat surat elektronik soal pemblokiran aplikasi yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Tapi, hingga berita ini diturunkan, manajemen Temu belum merespons.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo