Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memberikan bantuan fiskal dengan meniadakan pajak hingga kemudahan perizinan bagi investor yang berinvestasi di daerah kawasan ekonomi khusus (KEK). Bantuan fiskal berupa peniadaan pajak hingga 20 tahun dan memperbolehkan kepemilikan asing sampai 100 persen dari segi non-fiskal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK Rizal Edwin menjelaskan menjelaskan latar belakang pengembangan KEK, di antaranya pemerataan pembangunan yang selama ini hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera. Keberadaan KEK juga berguna untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, dan impor yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut pemerintah memberikan kebijakan, baik dari segi fiskal dan non-fiskal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sektor fiskal pemerintah memberikan banyak keleluasaan, di antaranya memberikan tax holiday, tax allowance, pembebasan pajak pertambahan nilai, pembebasan pajak penjualan barang mewah, penangguhan bea masuk, pembebasan pajak dalam rangka impor, pembebasan cukai bahan baku, pembebasan pajak daerah serta dapat berpartisipasi dalam VAT refund bagi industri pariwisata.
Lebih lanjut, Edwin menerangkan, bagi investor yang berinvestasi dengan nilai minimum Rp 100 miliar mendapat pembebasan pajak 10 tahun, 15 tahun bagi investor yang berinvestasi minimum Rp 500 miliar dan 20 tahun dengan nilai investasi minimum Rp 1 triliun.
Di sektor non-fiskal, pemerintah memberikan beberapa kemudahan, di antaranya, hak guna bangunan (HGU) sampai 80 tahun, pelayanan satu pintu, tidak berlakukannya negative list, persetujuan lingkungan oleh BUPP, tidak ada kewajiban ekspor, hingga kepemilikan 100 persen oleh asing.
Selanjutnya: “Pemberian fasilitas tersebut meningkatkan daya tarik dan daya saing...."
“Pemberian fasilitas tersebut meningkatkan daya tarik dan daya saing Indonesia mengundang investasi asing untuk masuk dan mengembangkan kawasan ekonomi khusus melalui peraturan pemerintah dan diharapkan juga mendorong ekonomi di daerah tersebut dan menghapuskan ketimpangan wilayah, bagaimana menciptakan lapangan kerja dengan investasi ekonomi khusus,” ujar Edwin saat menjelaskan ke awak media di kantor Sekretariat Dewan Nasional KEK Jakarta Pusat, 22 Juli 2024.
Bambang Wijanarko, Pelaksana Kepala Biro Investasi, Kerja sama dan Komunikasi menjelaskan kebijakan KEK merupakan hasil evaluasi dari dua kebijakan serupa yang telah dilakukan pemerintah, yakni free trade area dan kawasan ekonomi terpadu (KAPET).
Kedua kebijakan tersebut memiliki kekurangan karena diinisiasi pemerintah hingga penerapan intensif yang kurang tepat. Oleh karena itu, dalam penerapannya KEK diajukan oleh pihak swasta yang bertugas menentukan lokasi, mengusulkan sektor hingga membangun kawasan.
“Pembangunan ekonomi tersebut (free trade area dan KAPET) sebagian besar merupakan kebijakan top down otomatis semua pembiayaan dari anggaran pemerintah pusat jadi implikasinya dibutuhkan anggaran yang lebih besar untuk menciptakan kawasan ekonomi. Kemudian beberapa insentif di beberapa kawasan sebagian besar tidak tepat sasaran contoh yang terjadi di pelabuhan bebas, semua orang menikmati pembebasan ppn bukan hanya industri ekonomi dan beberapa waktu lalu ada case konflik pemerintah pusat dengan otoritas Batam,” ujar Bambang.
Lebih lanjut Bambang juga mengatakan permohonan kawasan ekonomi khusus meningkat dalam beberapa tahun terakhir pasca disahkannya UU Cipta Kerja yang berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.