Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pemerintah Genjot Substitusi Bahan Baku Tenun dan Batik

Selama 2018, nilai ekspor tekstil dan busana mencapai US$ 53,3 juta.

21 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengrajin membuat kain batik tulis khas Depok di Kawasan Tapos, Depok, Jawa Barat, 10 Januari 2019. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Pemerintah menggenjot pertumbuhan industri batik dan tenun dalam negeri. Salah satu strategi yang digunakan adalah dengan menaikkan substitusi bahan baku kain batik dan tenun dengan menggunakan serat cupro atau selulosa. Serat dengan nama dagang Bemberg tersebut merupakan serat regenerasi yang berasal dari serat pendek yang menempel pada biji kapas. "Hasilnya menjadi benang yang karakteristiknya mirip seperti sutra," tutur Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka, Gati Wibawaningsih, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gati mengatakan Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, merupakan salah satu daerah penghasil kain sutra terbesar di Indonesia. Namun, produksi sutra makin berkurang karena bahan bakunya makin sulit didapatkan. Pembudidayaan ulat sutra saja sulit dan rumit. "Kami kesulitan menghadapi situasi tersebut," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inovasi substitusi bahan baku yang dikembangkan oleh Jepang itu bisa menjadi alternatif bagi perajin tenun dan batik untuk tidak bergantung pada sutra. Adapun serat cupro merupakan olahan biji kapas yang didaur ulang dengan cara dilelehkan. Meski benang serat cupro berkilau seperti sutra, harganya justru jauh lebih murah.

Gati menuturkan penetrasi pewarna yang masuk juga lebih bagus. Adapun uji coba pembuatan tenun dan batik dari serat cupro ini sudah dilakukan di Wajo sejak beberapa waktu lalu. "Sudah dicoba untuk membuat songket dari Palembang dan ulos dari Sumatera Utara, hasilnya bagus sekali," tuturnya. "Kalau ditambah motif dari Indonesia yang bagus-bagus, pasarnya akan meningkat."

Untuk memperluas penggunaan serat cupro, Gita akan melakukan sosialisasi kepada perajin dan konsumen agar makin dikenal. Pemerintah pusat mendorong kepala dinas di daerah, terutama untuk daerah penghasil tenun dan batik, seperti Sumatera Utara, Palembang, Bali, dan Makassar. Apabila penetrasi pasar cukup baik, Gati mengatakan akan mendorong perusahaan Jepang untuk membangun pabrik di Indonesia.

"Dengan begitu akan mendatangkan investasi. Saya optimistis dengan cara seperti ini kami bisa mengalahkan kain sari dari India," tutur Gati.

Presiden Direktur PT Milangkori Persada, Fitriani Kuroda, mengatakan serat cupro lebih ramah lingkungan ketimbang poliester. Penggunaan sutra juga telah banyak dihindari oleh beberapa negara karena dianggap mengeksploitasi serangga. "Bahan ini juga lebih sejuk ketimbang sutra," ujarnya.

Fitriana mengatakan saat ini ia mendapatkan kuota impor sebesar 40-50 ton per tahun dari pemerintah. Serat tersebut diimpor dari perusahaan Asehi Kasei di Jepang. Namun, sejak pertengahan lalu, penyerapan kuota impor serat cupro ini baru mencapai 7 ton benang.

Menurut Fitriani, butuh waktu untuk sosialisasi memperkenalkan Bemberg kepada masyarakat. Dia menargetkan kuota impor bisa dipenuhi dalam waktu dua tahun ke depan. Saat ini, perusahaan masih terus memberikan pembelajaran kepada masyarakat Wajo sebagai bahan dasar tenun. "Perusahaan Jepang selalu memenuhi kebutuhan karakteristik benang untuk perajin tenun sehingga memudahkan perajin," kata dia.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan industri tenun dan batik merupakan bagian dari kelompok industri tekstil dan busana yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional. Pada tahun lalu, Kementerian Perindustrian mencatat nilai ekspor kedua komoditas ini mencapai US$ 53,3 juta. Adapun tujuan negara terbesar ekspor ini adalah Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat.

Setidaknya, ada 369 sentra industri kecil dan menengah (IKM) tenun dan 101 sentra batik yang tersebar di seluruh Nusantara. Selain media sosial dan marketplace, Arilangga menuturkan, implementasi digital marketing dapat menggunakan platform digital avatar (DAV) agar pelaku usaha dapat memberikan data statistik perilaku konsumen yang menggunakannya.

"Sehingga dapat juga dipakai sebagai umpan balik bagi produsen dalam meningkatkan jenis produksi dan kualitas produk serta jumlah omzetnya," tutur Airlangga. LARISSA HUDA


Industri Prioritas

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus