Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Penglaris Di Jakarta

Penjualan perdana sertifikat dana PT. Danareksa. Minat masyarakat di jakarta makin meningkat. Sedang didaerah masih kurang peminat. Sebenarnya menguntungkan menanamkan uang dalam sertifikat & saham.(eb)

11 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEDUNG Bursa di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, yang mentereng itu nampaknya semakin dikenal orang. Buktinya: Sertifikat Dana PT Danareksa dalam penjualan perdana selama April-Juni lalu, laris. Permintaan masyarakat Jakarta terhadap sertifikat berharga nominal Rp 10 ribu selembar itu tercatat 11% lebih besar daripada jatah yang disediakan. Dengan dana Rp 15 milyar untuk 1,5 juta sertifikat, PT Danareksa telah menetapkan jatah buat Jakarta 60% (Rp 9 milyar), dan sisanya 40% (Rp 6 milyar) ditargetkan untuk pasaran di daerah. Ternyata perminuan di Jakarta cukup kencang, meliputi Rp 10 milyar. Dalam beberapa jam saja, pada 29 Juni, telah habis terjual 1,5 juta sertifikat, meliputi Rp 1,5 milyar. Esoknya orang masih antre panjang untuk memborong sisanya, bernilai Rp 1,2 milyar. Di antara yang antre itu terdapat Ny. Jaelani, bersama putranya Nugraha, yang memecah celengan hari itu. "Saya mulai tertarik setelah melihat acara itu di televisi," kata istri anggota ABRI itu. Dia tergiur akan dividennya minimal 9%, dan akan naik menjadi 15% tahun depan. Tak ayal lagi, wanita itu telah memindahkan seluruh Tabanasnya yang Rp 1 juta lebih itu ke Danareksa. "Saya menabung di Tabanas sejak lima tahun lalu, sedikit-sedikitlah," katanya. Tapi yang lebih menarik adalah para pembeli yang terdiri dari berbagai instansi. Menurut sebuah sumber TEMPO yang mengetahui, berbagai lembaga pensiun dari perusahaan/instansi pemerintah atau negara juga ikut memanfaatkan investasi dalam bentuk sertifikat dana itu. Antara lain Dana Pensiun PN Timah sebanyak Rp 600 juta, beberapa PNP sejumlah Rp 470 juta dan PT Pelni menanamkan Rp 300 juta. Di samping tiga perusahaan yang merupakan 'wajah baru' di PT Danareksa itu, ada juga beberapa langganan seperti Bank Exim, yang menanam Rp 225 juta, Bank Bumi Daya sebesar Rp 300 juta dan BNI sebanyak Rp 250 juta. Kabar dari daerah nampak kurang menggembirakan. Sampai pekan lalu permintaan dari daerah baru bernilai sekitar Rp 1,5 milyar atau hanya 26% dari target. Kecilnya minat orang daerah diduga karena kebutuhan menghadapi lebaran lebih mendesak buat mereka. "Atau bisa jadi karena penerangan kami yang kurang," kata Dir-Ut Sereh pekan lalu. Ngebut Sertifikat yang dipasarkan sekarang memang berbeda dengan yang terdahulu, seperti sertifikat atas saham PT Semen Cibinong dan PT BAT Indonesia, masing-masing diterbitkan pada 1977 dan 1979. Jenis sertifikat yang baru ini didukung oleh dana PT Danareksa yang ditanamkan dalam saham berbagai perusahaan yang telah memasyarakat (go public). Maka risikonya tersebar pada saham-saham yang mendukungnya. Jika kurs salah satu saham yang mendukungnya turun, tak otomatis kurs sertifikat itu ikut-ikutan turun. Sebab mungkin saja dia diimbangi oleh kenaikan kurs dari saham yang lain. Dengan sendirinya sertifikat jenis ini dipandang lebih stabil. Akan halnya penerangan ke daerah-daerah yang kurang gencar, menurut Sereh, antara lain karena waktu yang tersedia untuk kampanye "mepet". Juga biaya promosi dianggap terbatas, cuma sekitar Rp 500 juta. "Itu pun sudah termasuk fee sebesar Rp 200 juta untuk para agen dan subagen," katanya. Yang khusus buat promosi dipergunakan antara lain untuk mencetak prospektus, leaflets, poster dan iklan di suratkabar. Dan semua nampaknya dikerjakan secara ngebut. "Malah prospektusnya baru selesai dicetak pada 27 Mei lalu," kata Sereh pula. Chazali Hasan, Wakil Pimpinan BNI 1946 Cabang Medan berpendapat, kurangnya animo di daerahnya, selain kurangnya penerangan, juga disebabkan banyak pemilik uang masih merasa lebih sreg menyimpan dalam bentuk deposito berjangka. Chazali hanya berhasil menjual 100 sertifikat Danareksa tersebut. Demikian juga pendapat A. Suhaimi Yusuf dari BBD Cabang Medan, yang berhasil menjual 300 sertifikat. Pengamanan Iapi Amiruddin, Kepala Bagian Usaha Bank Central Asia Cabang Surabaya menganggap kecilnya minat orang daerah itu sebagai wajar. "Seperti halnya jualan barang, 'kan ada yang laris dan yang seret laku," katanya. Banknya, sebagaimana sejumlah bank swasta lain kini berani menawarkan bunga 18% lebih sedikit untuk deposito berjangka satu bulan, dengan syarat yang disimpan itu paling sedikit Rp 5 juta. Kalau dihitung-hitung, sebenarnya lebih untung menanamkan uang dalam sertifikat dan saham. Selain dividennya lebih tinggi, harga sertifikat atau saham naik sejalan dengan kenaikan kurs di bursa. Sampai sekarang kurs saham itu ternyata terus naik, terutama untuk perusahaan seperti BAT, Good Year dan Semen Cibinong. Maka tak salah kalau orang berpendapat, "membeli saham di Indonesia ini merupakan pengamanan terhadap milik rupiah." Mengenai sertifikat di daerah yang tak laku, "kami sedang mengajukan permintaan kepada Menteri Keuangan agar jatah daerah yang 40% diturunkan menjadi 30%, kata Sereh. Dan yang 10% itu akan dipasarkan kembali di Jakarta, tentu dengan harga yang berlaku di pasaran saat itu. Hasil penjualan sertifikat dana kali ini, menurut Sereh, akan dipuurkan antara lain untuk menutup separuh (50%) saham PT Unilever -- yang seluruhnya konon meliputi sekiur Rp 30 milyar. Dan saham Unilever yang bisa dipastikan akan laris itu, dalam waktu dekat kabarnya akan dijual. Sembari menunggu saham Unilever, mulai 29 Juni lalu itu pula dijual saham PT Merck Indonesia, perusahaan farmasi (PMA Swiss yang tergolong kuat di dunia. Dan baru di Indonesia inilah perusahaan farmasi multinasional itu 'go public" dengan menjual saham sebanyak 1,68 juta lembar saham dengan nilai nominal per saham Rp 1.000. Dan saham Merck yang dipasarkan seharga Rp 1. 900 per lembar itu kelihatan banyak peminatnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus